63. | Cerpen | : The Power Of Udin

363 19 1
                                    

Hari ini adalah hari ke-875 aku menginjakkan kaki di Sekolah ini. Empat belas hari lagi, tepatnya dua minggu yang akan datang adalah minggu terakhir aku berada disini.

Kira-kira, impianku akan tercapai atau tidak?

Semoga saja. Karena impianku ini bi--.

"Udin!"

Astaga, aku kaget.

Siapa yang meneriaki namaku?
Ah! Ternyata itu Bu Hanin.

Guru yang sekarang sedang menerangkan pelajaran di depan kelas dan aku mengabaikan pelajarannya.

Matilah aku.

"I-iya, bu?" jawabku gugup saat bu Hanin memperhatikanku.

Oh, apa aku melamun lagi?

Sepertinya iya.

"Sekarang giliran kamu, berdiri dan ayo jawab!" seru Bu Hanin kepadaku.

Apa yang harus aku jawab?
Aku saja tidak tahu apa pertanyaan yang Bu Hanin ajukan.

Aku pun berdiri dan menatap Bu Hanin takut. "Se-sebentar bu, saya sedang berfikir," alibiku, hah ... Tuhan maafkan aku karena sudah berbohong.

Ku lirik papan tulis di depan, 'Cara penggunaan trampolin yang benar' ah iya ... Mungkin Bu Hanin sedang bertanya bagaimana cara memainkan trampolin kepadaku.

Baiklah, akan ku jawab!

"Kalau menurut saya, caranya adalah dengan melompat, bu. Tapi saya tidak yakin, karena saya tidak pernah memainkannya," jawabku sedikit lega, ah semoga saja benar.

Tiba-tiba seisi kelas hening dan Bu Hanin pun menatapku tak percaya.

Apa jawabanku terlalu jenius?

"HAHAHA!" tawa seisi kelas pecah karna jawabanku barusan.

Apa yang lucu?

Ku tatap seluruh penjuru kelas dan berhenti pada Bu Hanin.

"UDIN! Apa melompat adalah cita-citamu?!" tanya Bu Hanin kepadaku.

Apa?

Cita-cita?

Jadi ... Bu Hanin mempertanyakan cita-cita padku? Bukannnya cara memainkan trampolin?

Oke, sepertinya aku butuh aqua.

"Ma-maaf Bu, saya tadi melamun," lirihku seraya menunduk malu.

"Tak apa Udin, ini adalah yang pertama dan terakhir kalinya kamu mengabaikan apa yang saya utarakan," ujar Bu Hanin padaku.

"Terima kasih, buk."

Bu Hanin adalah Wali Kelasku, jadi wajar kalau dia membahas hal diluar pelajaran. Sebenarnya guru lain pun wajar mempertanyakan cita-cita muridnya. Karena sebentar lagi, kami akan dihadapkan dengan dunia yang sebenarnya.

Dunia dimana kita masing-masing di paksa untuk mengeluarkan skill yang kita punya. Agar hidup kita terarah.

Bu Hanin kembali menatapku. "Jadi ...?" tanya Bu Hanin seraya menaikkan sebelah alisnya bertanya.

"Ah! Iya, cita-cita saya ingin menjadi seorang produser film, bu," jawabku dengan senyuman yang sangat lebar.

Seisi kelas kembali hening dan semua mata menuju ke arahku.

"HAHAHA!!" mereka lagi-lagi menertawakanku. Sekarang apa yang lucu?

Ku alihkan pandanganku ke arah depan, tempat Bu Hanin berdiri. Bu Hanin terlihat kebingungan sama sepertiku.

Event (1) Melangitkan Impian [ Sudah Terbit ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang