Kau tahu? Aku 'tak tahu lagi ke mana harus melangkah. Seluruh cahaya dalam hidupku habis tertelan. Segala pijakkan yang ku gunakan untuk melangkah, dipatahkan dengan mudahnya.
Dia yang yang menjadi cinta pertama, yang bertugas sebagai pemimpin dalam hidupku justru berkhianat dan menghilang dari bumi tanpa kata 'maaf' yang sempat terucap. Kejam, begitu kejam kehadiran dan kepergiannya dalam hidupku. Kebahagianku ia lenyapkan, kepercayaanku ia patahkan ... setiap langkahku seolah dikutuk oleh semesta.
"Kenapa?" tanyaku sesegukkan. "Kenapa ayah pergi padahal belum sempat mengobati hatiku yang cêdêra?"
"Benci!"
"Aku benci, ayah!"
"Aku benci jadi makhluk bumi!" teriakku seperti orang gila. Aku kehilangan arah dan tidak ada satu manusia pun yang mau menuntunku berjalan.
Ayahku meninggal sejak aku masih bayi. Dan sekarang ibu sakit setelah dua hari lalu bertemu dengan wanita bernama Cindy yang ternyata adalah istri pertama ayah. Ya, ayah berbohong. Dia adalah pembohong besar.
Ibu sama sekali tidak tahu bahwa ayah sudah beristri. Yang ibu tahu ayah adalah pemuda single sama seperti dirinya, tapi setelah ayah meninggal segala kebohongannya terbongkar ... membuatku muak dan merasa miris karena darahnya mengalir kental di dalam tubuhku.
Tidak ada yang bisa disalahkan. Tidak ibu, tidak juga wanita bernama Cindy. Semuanya salah ayah! Ahh, semua pria memang b*jing*n. Jangan salahkan aku karena memukul para pria sama rata, karena faktanya delapan belas tahun aku hidup ... hanya pria-pria semacam ayah yang aku temui.
Mendesis sinis, aku melempar pajangan di meja belajarku hingga menghantam cermin. Dalam satu sentuhan cermin besar itu hancur 'tak mampu lagi memunculkan bayangan wajahku yang tepat menatap ke arahnya.
Meraih sling bag-ku kasar. Aku pergi meninggalkan kekacauan di kamarku dengan langkah cepat. "Ibu, aku datang," ucapku dengan senyum tipis.
***
Aku mengendari sepeda motor dengan kecepatan yang lumayan mengerikan. Sesekali pasti ada saja ibu-ibu yang menyumpahiku karena kaget ku salip dengan begitu awesome-nya.
"Lepas!"
"Lepasin, aku!"
Memarkirkan motorku asal. Aku paling tidak tahan dengan lengkingan ketakutan semcam itu, gadis imut berpipi tembam itu berteriak kesetanan. Tapi tidak ada seorang pun yang menghiraukan.
Menatap sekeliling. Ahh, aku baru ingat, jalanan ini memang cukup sepi. Pantas tidak ada yang menolongnya.
"Lepasin dia," ucapku datar. Aku sebenarnya manusia jahat yang tidak pedulian bahkan kepada sesama manusia, saat ini kebetulan saja gadis itu menarik perhatianku untuk menolongnya.
"Siapa lo?"
"Orang," jawabku sembari menarik si gadis tembam menjauh. Tidak bisa melangkah lagi, cowok-cowok yang mengganggu si gadis tembam itu kini menghadang jalanku.
Salah satu dari mereka menunjuk gadis di sebelahku dengan dagunya. "Gadis itu boleh pergi." Lalu menunjukku dengan cara yang sama. "kalau lo jadi gantinya."
"Cowok emang sebrengsek itu ya?" tanyaku dengan senyum miring. Si cowok yang satu lagi maju, memasang wajah songong di depan wajahku.
"Maksud lo apa, hah?"
"Tahu ah, cape ngomong sama ongol-ongol." Aku melotot kesal pada tiga pria di hadapanku.
"Lepas brengsek!" Aku mendorong si gadis tembam menjauh. Dia masih saja diam, ketakutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Event (1) Melangitkan Impian [ Sudah Terbit ]
Novela Juvenil[ cerpen/puisi/essay/quotes ] 03 Agustus 2020. Event pertama Wattpad Mission Community.