62. | Cerpen | : Seruni

282 14 3
                                    

Seruni, nama itu seakan kekal abadi di kepala Rama. Dimiliki oleh seorang gadis yang selalu bermain bersama Rama di desa tempat tinggal neneknya. Mereka pertama kali bertemu di sebuah pohon besar dan rindang yang letaknya di tengah tanah lapang. Gadis itu hanya mempunyai satu kaki normal dan ia tidak dapat bicara, tapi ia memiliki pendengaran yang sangat tajam. Seruni suka menggambar, gadis itu selalu menggenggam buku gambar ke mana-mana. Rama beruntung bisa bertemu dengan Seruni. Gadis itu telah mengajarkan banyak hal padanya.

***

Rama Wijaya, ia hanya seorang bocah usia 14 tahun yang gemar bersenang-senang, suka berbuat onar, pintar bergaul, tapi kurang pintar menghitung. Ia sangat hobi berolahraga, terutama berlari. Rama rutin kena marah ayah atau ibunya. Apalagi ketika nilai rapotnya merah semua.

Setiap tahun menjelang hari raya idul fitri, Rama beserta kedua orang tuanya pergi ke desa tempat tinggal neneknya. Desa itu sejuk, hijau, dan banyak sekali tanah lapang. Hanya ada satu kekurangan, di desa nenek tidak ada sinyal internet. Itu membuat Rama merasa bosan tidak bisa bermain game online.

"Pergi sana cari teman! Sekalian kamu jalan-jalan cari angin," kata Ayah yang sedang mengaisi rerumputan di depan rumah nenek.

Rama mengeluh. "Capek, Yah! Mana panas lagi ..." keluh Rama.

Ayah menghampiri Rama kemudian melepas resleting jaket anaknya. "Jelas panas! Jaketnya kamu pakai terus!" tukas Ayah.

"Udah sana jalan-jalan! Daripada di sini cuma liatin ayah kerja." Ayah menyindir Rama, sambil membantu melepas jaketnya.

"Enggak, Yah! Jangan dilepas, sekarang Rama dingin, hehe ..." ucap Rama sambil meringis. Dirinya terpaksa bangkit dan menuruti ayahnya.

Rama sudah berjalan lumayan jauh dari rumahnya. Sampailah ia di sebuah tanah lapang yang ramai oleh anak-anak seusianya. Mereka sedang berlarian menggiring bola. Yang membuat Rama tertarik adalah pohon besar yang rimbun di tengah tanah lapang itu. Seorang gadis seumuran dengannya, berkerudung mocca duduk di bawah pohon itu. Ia terlihat sedang sibuk menggambar di atas bukunya.

Sebelum Rama menyapa, gadis itu sudah menoleh ke arahnya. Sontak Rama terkejut bercampur rasa malu. Tapi akhirnya ia menyapa gadis itu terlebih dahulu.

"Kenapa kamu sendirian? Enggak punya temen ya?" Gadis itu hanya diam sambil menatap Rama. Membuat dirinya sedikit kikuk.

Rama menggaruk lehernya yang sama sekali tidak gatal. "Ah! Maaf aku sok kenal, aku Rama Wijaya. Namamu siapa?" tanya Rama.

Gadis itu masih saja diam dan melanjutkan aktivitas menggambarnya. Rama sempat kesal dan menganggap gadis itu sok jual mahal. Tapi tiba-tiba si gadis memperlihatkan buku gambar miliknya. Gadis itu menulis beberapa huruf di buku itu.

'Namaku Seruni'

Rama makin menggaruk kepalanya karena bingung. "Kenapa harus ditulis?"

Gadis itu hanya tersenyum seraya menyuruh Rama duduk di sampingnya. Ia mulai menulis lagi.

'Maaf tapi aku tidak bisa bicara'

Membacanya membuat Rama merasa tidak nyaman. "Maafkan aku ..." ucapnya. Seruni hanya tersenyum, pertanda kalau dirinya tidak merasa sakit hati.

'Apa kau orang baru? Dari mana asalmu?'

Seruni memperlihatkan tulisannya lagi. "Aku menginap di rumah nenekku selama hari raya. Sebenarnya aku kasian melihat nenek selalu tinggal sendirian," jelas Rama.

Seruni mengangguk, lalu mengajak Rama bersalaman. Mungkin itu berarti, 'senang bertemu denganmu, mari berteman!' Rama dengan senang hati menjabat tangan gadis itu.

Event (1) Melangitkan Impian [ Sudah Terbit ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang