Chapter 26 : Memulai Rencana

548 53 14
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komen 😉

Selamat membaca!!

****

Sesuai rencana siang tadi, Adit dan Daffa pergi ke ruang guru. Karena ruang kepala sekolah adanya di dalam ruang guru juga.

"Daf, lu duluan deh yang ngetok," ujar Adit yang tiba-tiba berhenti.

Daffa terheran. "Lah, kenapa lu?"

Adit menyengir. "Kan gue langganan telat, jadi muka gue terkenal juga di kalangan guru. Nanti pas gue masuk, mereka malah minta tanda tangan lagi sama gue."

Daffa memutar bola matanya malas. "Kalo takut bilang aja, Mas. Gak usah sok-sokan pake terkenal segala."

Akhirnya Daffa juga yang mengetuk pintu ruang guru. "Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam," jawab bu Nita yang kebetulan mejanya berada paling dekat dengan pintu.

Mereka berdua salim lalu Adit bertanya, "Bu, saya mau nanya. Pak kepsek masih ada gak ya?"

"Kalian ada urusan apa sama pak kepsek?" tanyanya tanpa menghiraukan pertanyaan Adit.

"I-itu---" Adit kebingungan ingin menjawab apa.

"Urusan sosial bu!" tukas Daffa secepatnya.

Mata Bu Nita memicing. "Urusan sosial?"

"Iya Bu, kita pengen galang dana buat korban bencana alam. Tapi mau minta persetujuan Pak Kepsek dulu," ujar Daffa mulai melantur.

Adit melotot ke arahnya. Si Daffa udah mulai ngelantur, siap-siap ae dah diusir dari ruang guru.

"Ada, dia masih ada di ruangannya kok." Tak disangka ucapan melantur Daffa dipercaya oleh Bu Nita.

"O-oke, makasih Bu."

Mereka lalu pergi ke ruang Kepala Sekolah dan masuk ke dalamnya. "Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam," jawabnya.

Tampak Pak Rudi, Kepala Sekolah mereka yang sedang mengetik sesuatu di laptopnya. Mengundang rasa penasaran Adit.

Adit menyengir. "Pak, ngetik apaan? Cerita wattpad ya?"

Daffa menepuk punggungnya keras. "Hush, sembarangan amat sih ngomongnya!" lalu Ia beralih ke Pak Rudi. "Maafin Pak, dia emang kadang suka gak jelas. Maklum belum minum obat."

Pak Rudi hanya tersenyum. "Gak apa, saya ngerti."

Huft, untung punya Kepala Sekolah yang modelnya baik kayak gini. Kalo killer, bisa-bisa rambut si Adit dicukur sampe botak. Batin Daffa lega.

Ia berhenti mengetik dan mengalihkan perhatiannya kepada mereka. "Jadi ada urusan apa kalian kesini?"

"Itu Pak, kita mau---" tiba-tiba tangan Adit menghalangi Daffa seakan mengatakan 'udah gue aja yang ngomong'.

Cih, belagu. Batin Daffa kesal.

"Jadi gini Pak, kita mau minjem alat musik dan ruang musik bekas ekskul dulu," ujar Adit.

Pak Rudi mendelik curiga. "Buat apa? Saya gak mau ada konser-konseran lagi di sekolah ini, ya?"

"B-bukan buat itu Pak, kita mau make alat dan ruang musik itu buat latihan band kita. Jadi gini..."

Adit pun menjelaskan semuanya secara rinci agar Pak Rudi yakin dan mengijinkan mereka.

"Jadi gimana, Pak? Kita diijinin atau gak?" tanya Adit lagi.

Sahabat Dunia Akhirat [SUDAH TERBIT] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang