Chapter 26

7.6K 831 113
                                    

Setelah berpisah dengan Lisa, Rose menuju ruangan dimana ia akan melatih vokal. Menjadi vokal trainer bukan hal yang mudah, ia harus bisa mengontrol emosinya agar tidak cepat terpancing oleh trainee yang kurang kompeten. Untungnya Rose adalah tipe orang yang tidak mudah emosi.

"Kak Wendoy!" Teriak Rose.

Rose tidak sengaja bertemu dengan Wendy, rekan kerjanya. Mereka mengobrol cukup lama karena waktu mereka melatih belum waktunya. Hingga satu suara menginterupsi mereka.

"Permisi."

Rose dan Wendy menatap pemuda berbaju serba hitam itu. Lalu saling memandang satu sama lain.

"Apa disini ruang tari?" Tanya Pemuda itu. Rose mengeryitkan dahinya. Ia merasa tidak asing dengan peristiwa ini, seolah pernah mengalaminya.

Rose menatap wajah pemuda itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rose menatap wajah pemuda itu. Kulitnya putih pucat, bibirnya yang penuh, dan matanya yang tidak terlalu besar. Matanya itu menarik Rose untuk selalu menatapnya dan Rose terbuai untuk terus menatap mata itu tanpa memperdulikan Wendy yang sedari tadi memanggilnya.

"Rose!?"

Rose mengerjapkan matanya, kepalanya terasa pening, tubuhnya terasa panas seperti terbakar. Wajah Rose memucat, pandangannya kabur. Membuat Wendy merasa panik.

"Ros!? Lo sakit!? Duh istirahat aja.." Perkataan Wendy tidak didengarkan oleh Rose, ia berjalan mendekat menuju pemuda itu dengan tangan yang memegangi kepalanya.

"Kenapa kau baru kembali?!" Kata Rose ia langsung memeluk pemuda itu lalu jatuh tak sadarkan diri.

Rose mengerjapkan matanya menyesuaikan cahaya yang masuk kedalam netranya. Memegang kepalanya begitu ia merasa pening. Hingga satu suara membuat ia menoleh.

"Apa terasa sangat sakit?"

Pemuda itu Jimin, pemuda yang sangat Rose rindukan begitu ia mengingat semuanya. Rose bangun dari berbaringnya lalu ia memeluk Jimin erat sambil menangis tersendu-sendu.

"Aku merindukanmu." Kata Rose. Jimin hanya mengusap kepala Rose lembut agar Rose berhenti menangis.

"Sudah jangan menangis lagi" Kata Jimin. Ia menangkup wajah Rose lalu diusapnya lembut air mata yang mengalir dari mata indah milik Rose.

Jika Jimin boleh jujur, Rose terlihat sangat menggemaskan dengan mata sembab dan hidung yang memerah karena menangis. Jimin mencubit hidung Rose lalu menarik Rose agar masuk kedalam pelukannya.

"Kau tahu? Pipimu terlihat seperti donat yang baru saja digoreng. Merah sedikit kecoklatan." Kata Jimin yang dihadiahi pukulan ringan didada bidangnya.

"Menyebalkan."

Mereka masih berpelukan hingga suara dobrakan pintu membuat Rose terlonjak kaget lalu melepas pelukannya. Dilihatnya Lisa dengan napas yang terengah-engah seperti habis berlari.

A Princess ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang