Bagian - 4

574 36 1
                                    

Cahaya mentari pertama di semester baru terasa hangat, sama sekali tak menyengat. Pun pagi pertama di kelas baru terasa seru, bersamaan hadirnya harapan baru untuk asa yang selalu ditunggu.

Libur semester genap telah usai. Devan telah resmi menjadi siswa kelas XI. Demikian pula dengan Anne. Secara kebetulan keduanya kembali berada di kelas yang sama, yaitu XI IPS 1.

Upacara pertama di semester baru telah berlalu. Devan membiarkan peluh-peluh yang tadi menganak sungai di dahinya kering secara alami. Laki-laki itu tengah duduk di bangkunya, memfokuskan pandangan dan segenap pikiran pada novel John Green yang dibacanya.

"Serius amat tampangmu kaya guru MTK."

Kenzio, salah satu dari dua teman abnormal Devan, membuat laki-laki itu melonjak kaget karena ditepuk bahu secara tiba-tiba.

"Nggak usah rese! Baru juga masuk." Devan menoleh sebentar kemudian kembali mengalihkan pandangan pada bukunya.

"Gimana kabarnya nih? Liburan diem-diem aja, mana nggak ada nge-chat sama sekali."

"Kenapa aku harus nge-chat kamu?" Devan menjawab tanpa melihat wajah Keken sama sekali.

"Ya elah masa masih nanya. Nggak kangen aku emang?"

"Bodo amat."

"Habis liburan entah kenapa auramu jadi kayak kalem manusia alim berbudi pekerti luhur gini, Dev. Abis ngapain aja?"

"Biasa aja."

"Mana jawabnya singkat-singkat gini macam cewek lagi ngambek."

"Apaan dah."

"Dev, kamu nggak senang apa kita sekelas lagi? Aku aja senang, lho. Minus si Mike aja yang terdampar di kelas sebelah.

"Iya, senang kok."

"Dingin banget gila, jawabannya!"

"Eh wibu, kamu berisik banget kaya tawon sumbing! Mending balik bangku sana! Nanti dulu ngobrolnya pas istirahat, aku masih mau baca."

Devan menghentikan aktivitas membacanya yang memang terinterupsi sejak tadi. Ia meletakkan buku Paper Towns-nya di atas meja kemudian menyuguhkan tatapan mematikan yang membuat Kenzio bergidik.

"Santai kali nggak usah sebut wibu segala. Sakit hati nih."

"Dih, ngambek?"

"Bu Anin dataaaang!"

Seseorang berteriak dari luar yang disambut gerudukan penghuni kelas. Mereka bergegas kembali ke bangku masing-masing sebelum guru Ekonomi yang terkenal tegas tersebut tiba di kelas.

Devan mendengus kesal. Ia memasukkan novelnya kembali ke dalam tas, lantas mengeluarkan buku pelajaran.

Sejurus kemudian sorot tajamnya mengedarkan pandangan ke sekitar. Tatapannya berhenti pada sosok Anne yang duduk di bangkunya. Gadis itu sibuk menyiapkan buku dari dalam tas.

Devan hanya mengamati sembari tersenyum.

Semester baru adalah awal baru untuk memulai sesuatu yang baru. Setidaknya demikian yang dipikirkan Devan. Di semester ini Devan bertekad mengurangi kadar asosialnya dengan lebih aktif di kelas maupun ekstrakulikuler klub literasi yang diikutinya.

Devan adalah tipikal anak yang tidak membiarkan terlalu banyak orang masuk ke kehidupannya meskipun sebenarnya ia mudah bergaul. Oleh karena itu, ia membatasi diri dengan menghabiskan lebih banyak waktu bersama Anne, dan dua kawan abnormalnya; Kenzio, si wibu pindahan dari luar kota, dan Mike yang sudah berteman dengannya sejak SMP.

Elegi Sebuah Pagi (On-Revision)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang