Sayang, pulang ya. Papa udah pergi ke luar kota lagi.
Anne mengembuskan napas kasar membaca pesan dari mamanya. Anne merasa percuma saja ia pulang, ujung-ujungnya Emma—Mama Anne—akan berangkat fajar dan kembali tengah malam. Pada akhirnya, Anne akan seorang diri di rumah besar itu.
Anne lebih ingin pulang ke rumah Devan, sekaligus memastikan kondisi sobatnya yang konon terkena flu itu. Anne sangat jarang melihat Devan sakit. Gadis itu pun sebenarnya tidak tau pasti alasan Devan tak pernah mengikuti pelajaran olahraga sejak dulu.
Jika selama ini Anne tidak ikut aktivitas fisik karena memiliki asma, Devan tidak demikian. Anne sendiri tak tau sebabnya. Maka Anne hanya beranggapan jika Devan sengaja bolos demi menemaninya.
"Anne."
Sebuah suara baritone lembut yang belakangan ini menyejukkan hati Anne terdengar menyapa.
Gadis itu menoleh, tampaklah Leon berdiri di pintu kelasnya bersama dua orang teman yang asyik bercakap satu sama lain. Anne beranjak menghampiri Leon.
"Kak Leon." Ia berusaha menyembunyikan badmood-nya dengan seulas senyuman simpul.
"Kenapa nggak makan di kantin? Aku cariin, loh."
"Eh?"
"Maksudnya, mau traktir kamu. Kapan hari kan waktu makan bareng kita bayar sendiri-sendiri."
"Oh, hehe. Makasih, Kak. Tapi mungkin lain waktu aja. Aku lagi nggak mood makan nih."
"Kenapa?"
"Devan nyebelin sih! Aku jadi badmood gara-gara dia."
"Emang dia ngapain?"
"Masa sakit bilangnya dadakan. Harusnya dari tadi pagi, kan aku bisa temenin."
"Kamu mau bolos?"
"Ih nggak gitu, Kak, maksudnya!"
Anne memajukan bibir bawahnya beberapa senti menandakan ia tengah kesal.
"Ya ampun, Anne kamu lucu banget. Benar-benar!" Leon menutup mulutnya yang tertawa sumringah.
"Yee, Kak Leon kenapa deh. Orang lagi kesal juga."
"Hahaha. Ya habis kamu menggemaskan." Leon menepuk pipinya yang mendadak tampak memerah.
Beberapa orang yang lewat berhenti sejenak menyaksikan tingkah Leon. Leon bukanlah tipikal laki-laki yang akan tebar pesona dengan mengobral senyuman kepada sembarang perempuan. Namun, kali ini Leon menampakkan wajah tersipu, dengan raut kemerahan yang tidak biasa ditunjukkannya di depan murid perempuan mana pun. Tentu ini pemandangan baru.
Anne sendiri gelagapan melihat Leon dengan tawa malu-malunya yang demi apa pun Anne bersumpah itu sangat manis.
"Kak Leon, udah ya jangan ketawa di muka umum. Kasihan hati cewe-cewe yang liat."
"Kenapa?"
"Meleleh, Kak."
"Hehehe."
Leon mengulum senyum. Anne menggelengkan kepala, menyadarkan diri. Ia tak ingin terjerat pesona Leon lebih dalam lagi.
"An, nanti sepulang sekolah kamu free?"
"Hm, sebenarnya free. Tapi aku mau buru-buru ketemu Devan, Kak. Aku khawatir."
"Emangnya Devan sakit apa?"
"Katanya sih flu. Dia nggak masuk hari ini, tapi nggak ada kasih kabar lagi sejak pagi tadi. Aku takut dia kenapa-napa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Elegi Sebuah Pagi (On-Revision)
Random"Setiap malam, aku selalu berdoa agar Tuhan memberiku kesempatan untuk bertemu kembali denganmu esok pagi." Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi esok hari. Terlebih bagi seorang Devan yang memiliki bom waktu dalam tubuhnya, yang dapat meledak k...