Part 28

11 1 0
                                    

Ditulis Oleh  : arusyanp

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ditulis Oleh  : arusyanp

Suasana rumah sakit terlihat lebih sibuk daripada sebelumnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suasana rumah sakit terlihat lebih sibuk daripada sebelumnya. Instalasi Gawat Darurat lebih mencekam sebab sejak satu jam yang lalu, dokter dan perawat begitu fokus mengobati luka para korban kecelakaan lalu lintas. Saat ini, korban kecelekaan yang meninggal sudah dua orang, sedangkan sepuluh orang lainnya mengalami luka-luka. Aisyah terlihat begitu fokus mengobati luka para korban. Ponsel yang berdering sejak setengah jam yang lalu tak dia hiraukan.

Di tempat berbeda, Angkasa terlihat kesal dan sesekali menekan ponsel pintarnya dengan sedikit lebih keras.

"Dia kemana sih?" batin Angkasa.

Rasa lelah bercampur kesal semakin memuncak kala jam tangan menunjukkan pukul 13.30. Dua jam sudah Angkasa dengan setia menanti kedatangan Aisyah. Namun, wanita berparas teduh itu, tak kunjung datang ke kafe tempat mereka bertemu.

Aisyah memijat pelan kakinya yang terasa lebih pegal dari biasanya. Gambaran kelelahan tercetak jelas di wajahnya yang ayu. Aisyah melepaskan jas putih kebanggaannya dan meletakkannya di atas sofa. Kakinya melangkah pelan menuju wastafel untuk mencuci muka.

"Alhamdulillah," ucap Aisyah dalam hati.

Namun, rasa lelah tak mampu lagi ia bendung. Aisyah memutuskan untuk duduk di sofa sembari memejamkan mata. Rasa kantuk menyerang Aisyah secara tiba-tiba membuatnya memejamkan mata. Seorang suster mengintip dari balik pintu ruang kerja Aisyah. Suster Heni nekat membuka pintu ruang kerja dokter cantik itu sebab sang dokter yang tak kunjung menjawab salamnya.

"Oh, Dokter Aisyah tertidur. Kasihan juga," batinnya

Suster Heni memutuskan untuk menutup kembali pintu ruang kerja Aisyah, namun dia tak menyadari bahwa sedari tadi Angkasa sudah berdiri di belakangnya.

"Apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Angkasa dingin.

"Astaga Tuhan, jantungku."

Suster Heni membalikkan badan sembari memegang jantungnya yang berdegub lebih kencang karena terkejut. Suster Heni memandang takjub pria tampan di hadapannya. Angkasa terlihat tampan dengan balutan kemeja navi yang bagian lengannya digulung hingga siku dan celana bahan berwarna hitam. Tak lupa sepatu hitam yang terbilang cukup mahal itu. Angkasa masih memandang suster di depannya dengan wajah datar andalannya.

"Saya sedang bertanya dengan anda, nona," kata Angkasa datar sembari menatap lawan bicaranya yang sejak tadi terdiam.

"Ekhem ... saya, saya, saya sedang melihat dokter Aisyah, Pak. Karena ... karena tadi saya ketuk pintu tidak ada jawaban dari Dokter Aisyah. Maka dari itu, saya mengintip melalui pintu ini dan ternyata Dokter Aisyah sedang tertidur," jawab suster Heni sedikit terbata, sesekali matanya menatap kagum Angkasa.

"Jika kegiatan mengintipmu sudah selesai. Silahkan pergi. Jangan biarkan siapapun masuk ke ruang kerja Dokter Aisyah. Mengerti?" kata Angkasa tegas.

"Ba-ba-baik, Pak." Suster Heni bergegas pergi dari hadapan Angkasa sembari memegang jantungnya yang tak berhenti berdegub kencang.

"Gila itu cowok. Ganteng sih, tapi dingin banget serasa di kutub. Gila, gila, gila. Ngeri gue. Lagian dia siapa sih? Ah bodo amat dah," gumam suster Heni sembari kembali berjalan ke ruang IGD untuk bertugas.

Angkasa membuka pintu ruang kerja Aisyah. Disana Angkasa mendapati Aisyah yang tertidur lelap dengan posisi tangan kanan yang menutupi kedua matanya. Sedangkan jas kebanggannya sudah tergeletak cantik di lantai. Angkasa mengambil jas kebanggan Aisyah dan melipatnya kemudian meletakkan di atas meja kerjanya. Angkasa memandang takjub meja kerja Aisyah yang sangat rapi dan di dominasi warna biru.

"Biru? Bukankah Aisyah menyukai warna merah muda? Kenapa jadi biru?" batin Angkasa sembari mengerutkan kening melihat pernak-pernik milik Aisyah yang cukup banyak.

Angkasa tersenyum manis kala melihat foto wisuda Aisyah beserta kedua orangtuanya. Terbersit rasa iri di dalam hatinya melihat foto itu. Mamanya telah tiada bertahun-tahun lalu. Papanya memilih hidup dengan wanita itu dan Java. Saat wisuda dulu, Angkasa harus rela berbahagia sendiri tanpa satupun sanak saudara yang hadir. Hanya ada teman-teman satu apartemennya saja. Ya, hanya mereka.

Asiyah, wanita yang membuatnya jatuh hati untuk pertama kali. Wanita yang dulu dia puja sebab keteduhan wajahnya, kelembutan hatinya dan senyum manisnya justru telah membuat hatinya hancur untuk kedua kalinya. Setelah ia memilih melabuhkan hati pada sahabatnya sendiri. Hingga kini, tak ada komunikasi antara Angkasa dan Reyhan, sahabatnya itu. Meski sesekali Angkasa mendapat informasi dari asisten pribadinya tentang Reyhan. Tapi, lagi dan lagi ego menguasai Angkasa lebih dulu. Pantang bagi Angkasa untuk menghubungi sahabatnya itu, atau lebih tepatnya mantan sahabat.

Angkasa duduk dengan santai di sofa seberang sofa yang sedang membuat Aisyah nyaman hingga terbang ke alam mimpi. Angkasa merasa bersalah, sebab ia telah berpikir buruk tentang Aisyah. Tadi, tanpa pikir panjang dan ketika emosi menguasai dirinya. Ia memutuskan untuk menemui Aisyah di rumah sakit. Namun, alangkah terkejutnya Angkasa melihat begitu banyaknya pasien korban kecelakaan. Angkasa juga melihat bagaimana sibuknya Aisyah membantu dokter yang bertugas hari ini. Angkasa tahu, seharusnya hari ini adalah hari libur Aisyah. Seharusnya dia dan Aisyah sedang berbincang-bincang di cafe sesuai kesepakatan yang telah dibuat. Aisyah mengajak Angkasa untuk berbicara empat mata saja. Angkasa sudah sangat bersemangat sejak pagi, membatalkan beberapa meeting hanya untuk Aisyah. Namun, Aisyah tak kunjung datang di cafe bahkan ia rela menunggu selama dua jam hanya untuk Aisyah. Catat, hanya Aisyah.

Apakah perasaan itu tak pernah hilang ya. Pikir Angkasa.

Sejenak, rasa yang dulu ada kini kembali muncul di permukaan. Namun, sedikit berbeda. Dulu, rasa yang ada dipenuhi hasrat ingin memiliki. Sedangkan kini, Angkasa tak menghiraukan hal itu lagi. Menatap Aisyah, melihat senyumnya saja sudah membuat Angkasa senang luar biasa.

Angkasa belum menyadari bahwa Aisyah telah duduk sembari memandang dirinya. Aisyah sesekali tersenyum melihat betapa lucunya wajah Angkasa saat ini. Aisyah memutuskan untuk menyadarkan Angkasa dari lamunan panjangnya.

"Assalamu'alaikum, Kak Angkasa," sapa Aisyah sembari melambaikan tangan di depan wajah Angkasa.

Angkasa tersadar dari lamunannya sambil memegang dadanya karena terkejut. Angkasa menutup mata untuk menetralisir kinerja jantungnya. Berbeda dengan Angkasa yang sibuk menormalkan detak jantungnya karena terkejut, Aisyah justru tertawa pelan melihat wajah lugu dan tingkah lucu lelaki di depannya itu.

"Kak, sejak kapan disini? Kok bisa masuk ke ruangan Aisyah? Kakak sudah lama disini? Kakak ada perlu apa?" tanya Aisyah beruntun.

"Syah, Stop. Bisa tidak kalau tanya itu satu-satu. Aku pusing dengarnya." jawab Angkasa ketus.

"Hahaha... maaf kak," kata Aisyah sembari tertawa.

Cerita ini juga di publish di akun WP EmilNero

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cerita ini juga di publish di akun WP EmilNero

Angkasa Milik Aisyah [ Proses Penerbitan ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang