[Naskah Sedang Direvisi Untuk Proses Penerbitan]
"Ternyata memaafkan dan mengikhlaskan sesuatu tidak sesulit yang aku pikirkan." - Angkasa Putra Sandjaya
"Aku tidak tahu bagaimana dengan dirinya, tapi yang kutahu cintaku padanya seluas angkasa." - A...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Seorang wanita berjilbab krem dengan kacamata menghiasi hidungnya yang mancung tengah tersenyum pada seorang pria berperawakan tinggi yang juga mengenakan kacamata dengan lensa yang sedikit lebih tebal. Sesekali wanita tersebut tertawa pada saat pria dihadapannya itu menceritakan sesuatu yang lucu. Tiba-tiba seorang wanita dengan mengenakan baju terusan membawakan sebuah nampan berisikan dua buah mangkok berisikan makanan ke meja wanita dan pria tadi.
"Ini bubur ayamnya, dan ini ketupat sayurnya," kata wanita yang membawa nampan tadi sambil meletakkan makanan pesanan kedua orang tersebut di atas meja.
"Nah, ini punya kamu nih," kata pria berkacamata itu kepada wanita yang duduk di hadapannya.
"Thank you Java," wanita berjilbab itu menerima semangkok bubur ayam yang disodorkan sahabatnya itu.
"Percaya deh sama aku, ketupat sayur di kantin rumah sakit ini enak banget. Kamu pasti suka," ucap si wanita berjilbab yang tak lain adalah Aisyah.
"Kalau enak, kenapa tadi kamu malah pesan bubur ayam?" tanya Javanico, pria yang telah menjadi sahabat Aisyah sejak mereka masih duduk di bangku sekolah menengah atas.
"Udah berapa hari ini aku nggak makan nasi. Tahu sendiri kan, kerjaanku sebagai dokter kayak gimana, kadang-kadang aku sampai lupa makan. Makanya aku pesan bubur ayam."
Java melongo mendengar jawaban Aisyah, memilih pesan bubur karena sudah beberapa hari tidak makan nasi ?
"Maksudnya gimana sih Syah?" tanya Java.
"Ya ampun Java, kamu tuh ya, dikit lagi udah mau jadi profesor, masa nggak ngerti sih maksud aku. Kan bubur bahannya dari beras, sama kayak nasi, makanya aku pesan bubur ayam."
Java tertawa keras mendengar jawaban dari Aisyah. Memang sahabatnya yang satu ini, paling pintar mengait-ngaitkan sesuatu. Setelah tawanya reda, Java kembali berbicara.
"Syah, loyal sama pekerjaan sih boleh-boleh aja, tapi jangan sampai lupa makan. Kalau kamu sakit, ntar siapa yang ngurusin pasien-pasien kamu?"