Capek-capek move on dari mantan,
Eh, ujung-ujungnya nikah.
______________"Itu catatan yang dibuat sekretaris saya yang lama. Kamu bisa pelajari dasar-dasarnya dari sana," Saka meletakkan buku bersampul hitam di atas meja.
Dengan sigap Ana mendekat, mengambil buku catatan tersebut dari atas meja Saka. "Terima kasih, Pak!"
"Di hari pertama bekerja kamu terlambat dua menit," ungkap Saka sinis. "Masih saja lelet ternyata."
Ana mati-matian mengunci bibirnya untuk tidak memaki. Ana masih menginginkan uang dari kantor ini, cicilan menunggu untuk dilunasi. Harga diri tidak penting sekarang. Ana tidak ingin berakhir seperti pekerjaan sebelumnya.
"Maaf, Pak," ujar Ana dengan kepala tertunduk.
Saka meraih dokumen, meneliti dokumen tersebut dengan teliti. Sesekali keningnya berkurut pertanda Saka sedang membaca hal yang sangat berat.
Ana bingung harus bagaimana sekarang. Apa dia langsung keluar dari sini? Atau, tetap berdiri di tempat dan memperhatikan Saka yang asik sendiri dengan dokumennya.
Pilihan kedua sepertinya bukan hal yang bagus. Ana memilih opsi pertama, dia memutar tubuh dan berniat melangkah sebelum sebuah suara menginterupsi dengan nada datar.
"Siapa yang meminta Anda untuk pergi?"
Nggak ada! jawab Ana dalam hati. Dengan cepat dia kembali memutar tubuh menghadap Saka. Tersenyum tidak enak pada sang bos.
Saka menghela napas jengah. "Sepertinya saya harus lebih banyak memberitahu peraturan dasar untuk bekerja dengan saya. Tolong ingat dengan baik dan catat peraturan-peraturan ini!"
Ana gelagapan, dia buka buku hitam yang Saka berikan tadi.
"Pertama, jika saya memanggil Anda dalam waktu dua menit Anda harus datang. Yang kedua, jika tidak saya perintahkan untuk pergi maka Anda tidak boleh melangkahkan kaki barang satu incipun. Kemudian--" Saka berhenti. Matanya mendelik kesal pada Ana.
"Catat apa yang saya katakan!" suruh Saka.
Ana garuk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali. "Boleh saya pinjam pulpen, Pak?" Ana nyengir.
"Ya Tuhan," Saka mengurut pangkal hidungnya. Urat-urat Saka tegang melihat tingkah Ana.
"Nggak boleh ya, Pak? Atau, peraturannya saya rekam saja. Tunggu sebentar, Pak." Ana mengatok-atik ponselnya dengan gerakan cepat.
Setelah memastikan rekaman suara lewat ponsel pintarnya aktif, Ana segera mendekatkan ponselnya ke arah wajah Saka. Layaknya orang yang akan mewawancarai. Ana harus sedikit mencondongkan badan mengingat ada meja kerja Saka di antara mereka.
Saka menatap nanar wajah Ana yang berjarak sekitar satu meter di depannya. Apa Ana tidak tahu kalau Saka menahan emosi saat ini? Lihat, bahkan Ana memasang wajah polos tanpa dosa.
"Jauhkan ponsel itu!" desis Saka.
Merasakan aura yang tidak bersahabat Ana menjauhkan ponselnya dengan gerakan perlahan. Mendadak Ana merasa canggung, Saka benar-benar menakutkan ternyata. Kini Ana percaya gosip yang beredar di kantor mengenai Saka yang sangat menyeramkan.
"Keluar dari sini!" suruh Saka.
Ana merasakan lututnya lemas. Kaki Ana berputar diikuti seluruh badannya. Ya Tuhan, Ana tidak mau lagi masuk ke dalam ruangan ini. Jarak antara tempatnya berdiri dan pintu mendadak terlihat sangat jauh.
"Tunggu dulu!" suara Saka mengudara di antara keheningan ruangan, menggema kuat di telinga Ana.
"Iya, Pak," Ana kembali menghadap Saka. Coba untuk mempersembahkan senyuman lebar, dan berhasil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantan tapi Menikah
Teen FictionHarga diri Ana jatuh pada titik terendah. Ana harus menerima kenyataan bahwa kantor baru tempatnya bekerja dipimpin oleh sang mantan. Jika hanya sekedar mantan tidak masalah, namun dia adalah sosok mantan yang pernah Ana khianati dulu. Dia adalah Sa...