Senja perlahan-lahan menghilang di malam hari, bersamaan dengan seberkas cahaya yang tidak tampak lagi. Hitam merangsek naik hingga merajai langit.
Kini Ana duduk pada kursi taman di dekat kampusnya dulu, tempat di mana Saka memintanya untuk datang.
Ia letakkan tas berukuran sedang, berisi beberapa helai pakaian dan keperluan Ana.
Debar jantung Ana berdetak tidak karuan. Memikirkan hal-hal yang membuatnya kalut akan keputusan yang ia ambil ini.
Di saat-saat tertentu Ana merasa ini benar, dan sisanya ia merasa ketakutan yang teramat sangat.
Ana memainkan ponselnya, memeriksa jam yang hampir pukul sembilan malam. Sudah sangat lama sejak Ana duduk seorang diri di sini. Tidak ada kabar dari Saka sejauh ini.
Ana yang terlalu bersemangat, atau Saka yang terlalu lambat?
"Ana," seseorang datang menghampiri.
Ana menoleh dengan mata berbinar yang perlahan-lahan meredup. Bukan seseorang yang ia nantikan ternyata.
"Bayu, lo ngapain di sini?" tanya Ana.
"Saka yang minta aku untuk datang."
Jawaban Bayu membuat perasaan Ana tidak menentu. Firasatnya mendadak buruk
"Tapi kenapa? Mana Saka?" tanya Ana dengan emosi yang mulai terbangun.
"Dia nggak bisa datang."
"Kenapa?"
"Tante Leni, Nyokap Saka--"
"Oh, karena Tente Leni!"
Perasaan Ana terhempas kuat hingga menciptakan rasa sakit yang luar biasa. Keseriusan yang ia lihat di mata Saka ternyata tidak lebih dari sebuah bualan bagi laki-laki itu. Bodoh sekali Ana terpedaya.
Ana memang tolol. Harapan bersama Saka memang tidak pernah ada.
"Ana, kamu nggak apa?" tanya Bayu khawatir.
Ana menatap Bayu tanpa ekspresi. Guratan wajah Ana menyatakan bahwa dia tidak baik-baik saja.
Seperkian detik berikutnya Ana menarik ujung bibirnya menciptakan senyuman hampa.
"Bayu, boleh gue minta tolong untuk terakhir kali?" tanya Ana lirih.
"Apapun itu, Ana," Bayu menjawab cepat. Bayu merasa sedih melihat kesedihan Ana yang begitu dalam.
Ana bangun dari posisi duduknya. Kaki Ana terasa gemetar. Jika Ana perempuan lemah mungkin dia akan ambruk saat ini juga.
"Tolong bilang sama Saka, gue nggak akan pernah mengharapkan apapun lagi darinya!"
Bayu merasa ngeri melihat tatapan mata Ana yang kosong. Tidak pernah Bayu lihat Ana seterluka ini. Sehancur ini.
"Ana," Bayu berucap bingung.
"Sampaikan itu padanya!" Ana mengambil langkah pertama untuk pergi. Ia raih tas miliknya yang berisi pakaian.
Dengan cepat Bayu tarik pergelangan Ana. Tidak mungkin Bayu membiarkan Ana pergi dengan keadaan kacau begini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantan tapi Menikah
Teen FictionHarga diri Ana jatuh pada titik terendah. Ana harus menerima kenyataan bahwa kantor baru tempatnya bekerja dipimpin oleh sang mantan. Jika hanya sekedar mantan tidak masalah, namun dia adalah sosok mantan yang pernah Ana khianati dulu. Dia adalah Sa...