Capek-capek move on dari mantan
Eh, ujung-ujungnya nikah.
___________________"Ini kopinya, Pak. Dengan setengah sendok gula dan di aduk dengan benar."
Ana berkata-kata dengan sopan, meletakkan cangkir kopi di depan Saka. Lalu dia tersenyum puas, atau Ana bermaksud ingin mengejek Saka setelah tahu bahwa sendokan gula yang ditambah dalam kopi Saka tidak berubah sejak dulu.
"Saya minta satu sendok gula," Saka menatap Ana dengan pandangan tidak bersahabat.
"Kata Mbak Reni, biasanya Pak Saka selalu minta kopi dengan setengah sendok gula setiap hari," Ana tersenyum.
Saka menghela napas. Ia buang pandangannya ke arah jendela besar yang menampakkan suasana kota. Hari ini sangat cerah.
"Anda boleh pergi sekarang! Hari ini cukup pelajari saja buku catatan yang saya berikan tadi," Saka kembali fokus pada berkas yang memang perlu diperiksanya. Segera Ana undur diri dari sana.
Hari beranjak siang, Ana masih berkutat pada buku catatan yang Saka berikan. Mempelajari berbagai hal yang harus dia tahu. Mengenai penyusunan jadwal Saka, informasi rekan bisnis, proyek yang perusahaan pegang hingga peraturan kantor yang memusingkan.
Ana menyalin informasi yang sangat penting ke dalam buku catatannya sendiri. Tangan Ana berhenti bergerak memikirkan sesutu yang kembali mengusiknya sejak tadi.
"Gue ngerasa nggak asing sama tulisan tangan ini," lirih Ana sambil menatap intens buku catatan bersampul hitam tersebut.
Ana segera meletakkan buku itu, pintu ruangan Saka tiba-tiba terbuka. Menampilkan sosok Saka yang selalu rapi dengan stelan kantornya. Warna abu-abu membuat Saka terlihat semakin memukau.
"Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tawar Ana.
"Ikut saya! Kita makan siang di luar."
Ana terkejut mendengar ucapan Saka. Makan siang di luar?
"Untuk urusan kantor. Bawa ini!" Saka menghempaskan dokumen di atas meja Ana.
Ah, hampir saja Ana berpikir yang tidak-tidak atas ajakan makan siang Saka.
Ana meraih buku catatan, dokumen dan tas miliknya. Berjalan dengan buru-buru sebab Saka melangkah dengan cepat. Dia sedikit kewalahan menyamakan langkah dengan laki-laki itu.
"Apa Anda masih belum paham peraturan mengenai pakaian yang saya katakan kemarin?" tanya Saka dingin.
Ana berjalan dua langkah di belakang Saka. Sial, dia lupa bahwa Saka mengatakan harus menggunakan rok sepanjang lutut atas lebih bagus lagi dibawa lutut.
"Santi!" panggil Saka pada karyawati yang baru keluar dari kubikelnya.
"Iya, Pak?" sahut Santi tanggap.
"Seperti itu cara berpakaian yang baik!" ujar Saka sinis sambil menunjuk Santi dengan dagu.
"Ba-baik, Pak," Ana mendesah pasrah. Padahal pakaiannya masih dalam batas normal. Rok yang Ana gunakan hanya beberapa senti di atas lutut.
Ana kembali mengekori Saka dari belakang. Punggung Saka terlihat kokoh, langkah laki-laki itu penuh percaya diri. Mata Saka selalu menyorot tajam membuat siapapun akan segan berurusan dengannya. Saka hanya sekali menatap Ana dengan tatapan tajam seperti, saat dia ketahuan mengkhianati Saka.
Tapi bukan berarti dulu Saka tidak pernah julid pada Ana. Sudah Ana katakan sebelumnya bukan, kalau mulut Saka itu sangat pedas. Terutama masalah pakaian. Saka sering mengkritik Ana habis-habisan. Bukan soal harga, tapi tentang panjang dan pendeknya pakaian Ana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantan tapi Menikah
Novela JuvenilHarga diri Ana jatuh pada titik terendah. Ana harus menerima kenyataan bahwa kantor baru tempatnya bekerja dipimpin oleh sang mantan. Jika hanya sekedar mantan tidak masalah, namun dia adalah sosok mantan yang pernah Ana khianati dulu. Dia adalah Sa...