Temukan kebahagiaan pada kesederhanaan.
____
"Saka? Seperti nggak asing sama namanya?" ujar Ayah Ana seraya mendekat.
Di tangan Ayah Ana ada sebuah golok, kebetulan beliau baru saja menebang pohon asam yang tumbuh di depan rumah. Golok itu mencuri perhatian Saka.
Sekali tebas, bisa melayang kepala Saka.
"Siapa yang datang, Na?" Ibu Ana keluar dari dapur dengan pisau di tangan.
Saka menatap ngeri pada pisau itu. Jika pisau itu melayang perkiraan Saka telinganya bisa putus. Atau setidaknya menancap pada salah satu mata Saka.
Kenapa keluarga Ana mendadak jadi psikopat begini? Perasaan dulu mereka keluarga biasa saja yang bahagia.
"Lo ngapain di sini?" tanya Ana, ekspresi terkejutnya belum hilang.
"Kamu ini siapa, Nak?" tanya Ayah Ana pada Saka.
Saka belum sepenuhnya fokus dikarenakan pisau dan golok. "Saya Saka, Om."
"Oh, Tante ingat! Saka yang itu bukan?" sorak Ibu Ana heboh. Saka yang itu maksudnya adalah mantan Ana. Dulu mereka pernah bertemu saat mengunjungi Ana di ibu kota semasa kuliah.
Saka mengangguk ragu, dia tidak yakin dengan Saka yang itu bagaimana maksud Ibu Ana.
"Ayo, ayo masuk. Jangan sungkan," ajak Ibu Ana lagi-lagi dengan nada heboh.
"Nak Saka, mau menginap di sini? Biar kopernya Om yang bawa." Ayah Ana menarik koper Saka. Golok miliknya ia lempar begitu saja, tergolek di halaman tidak berdaya. Benda tajam itu sudah tidak ada harga dirinya lagi.
Ana tercengang di tempat. Apa yang terjadi? Di mana ini? Aku siapa? Dia siapa?
Ana ingin lupa ingatan saja.
"Pak, nanti lapor ketua RT dan bilang kalau kita kedatangan tamu," kata Ibu Ana pada suaminya, kemudian menarik Saka menuju sofa sederhana milik mereka.
"Biar Bapak taruh dulu koper Nak Saka di kamar tamu."
"Nggak usah, Om. Saya--"
"Jangan sungkan," potong Ayah Ana dan berlalu.
"Mau minum apa, Nak? Kebetulan Tante lagi masak makanan yang enak di dapur," Ibu Ana bertanya sambil menunjuk dapur dengan pisau di tangannya.
"Makanan kesukaan kamu apa? Duh, Tante lupa kamu sukanya apa," lanjut Ibu Ana tanpa memberikan kesempatan Saka untuk menjawab.
"Coba nanti Tante masakkan makanan kota untuk kamu. Tenang saja yang penting kamu betah," Ibu Ana kelewat girang.
"Nggak perlu repot-repot, Tante. Saya bukan orang yang pemilih untuk urusan makanan," Saka merendah. Padahal dia orang yang paling bawel tentang makanan.
Ana yang masih berdiri di depan pintu menatap horror pada ibunya yang begitu heboh pada Saka. Seperti harimau yang dapat mangsa baru.
Itu juga si Saka menanggapi ibunya dengan gaya sok malu-malu monyet.
"Lo ngapain di sini?!" sambar Ana setelah mendapatkan kewarasannya kembali.
"Jangan bentak-bentak! Mama nggak pernah ngajarin kamu gitu, ya."
Apa ini maksudnya si ibu membela Saka?
"Tamu itu adalah raja! Tanya yang lembut. Nak Saka, ada urusan apa di sini?" tanya Ibu Ana halus.
Wah, Ana baru tahu kalau ibunya bisa selembut ini.
Saka tertawa ringan melihat tingkah Ibu Ana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantan tapi Menikah
Teen FictionHarga diri Ana jatuh pada titik terendah. Ana harus menerima kenyataan bahwa kantor baru tempatnya bekerja dipimpin oleh sang mantan. Jika hanya sekedar mantan tidak masalah, namun dia adalah sosok mantan yang pernah Ana khianati dulu. Dia adalah Sa...