Dua Puluh Dua

103 10 4
                                    

jung jaehyun.

Ada untungnya juga jadi orang paling berpengaruh di sekolah ini. Itu karena, aku bisa punya kamar mandi sendiri di basecamp kami. Tidak ada yang lebih nikmat daripada mandi di bathroom private ku setelah seharian mengikuti jam olahraga.

Semerbak wangi myrrh memenuhi ruang basecamp kami saat aku keluar dari kamar mandi. Ternyata Chenle ada disini juga, sedang meminum afternoon tea-nya.

"Kau berubah jadi 2 kali lebih berbahaya saat rambutmu basah, Jung Jaehyun," ucap Chenle sambil menyeruput tehnya.

Aku tertawa kecil. "I'm a dangerous man with some money in my deep pocket," ucapku menirukan lirik lagu 24K Magic-nya Bruno Mars. Perhatianku lantas beralih pada cangkir teh yang sedang digenggam Chenle. Aku masih tidak habis pikir, bagaimana bocah Tiongkok ini memaksa untuk menyimpan satu set cangkir teh antik dari zaman Dinasti Qing tersebut. Aku kurang ahli menaksir harga barang-barang antik, tapi kupikir harga satu set cangkir teh itu bisa mencapai US$200.000.

"Ya, Jung Jaehyun," panggil Chenle dengan senyum jahil. "Dia sekarang lagi di taman belakang tuh."

"Ha?"

"Ei... jangan pura-pura. Kau pasti tau maksudku," sahut Chenle sembari tertawa. "Yeokshi, Samsung royalty. Kalian hanya benar-benar memilih yang terbaik."

"Apa sih, ngomong yang jelas kek?" sergahku mulai tak sabaran.

"Bisa apa lagi chaebol-chaebol lain kalau royalty no 1 dan no 2 bersatu?" kata Chenle. "Kau ini memang serakah, Jaehyun."

Sepertinya aku mulai mengerti arah pembicaraan Chenle. Tak banyak kalangan chaebol yang tahu arti di balik istilah royalty no 1 dan no 2. Istilah itu memang baru populer di kalangan chaebol yang se-generasi dengan kami. Makin populer lagi terutama saat... kedatangan Song Chae Young ke Korea.

"Kau memang udah kebanyakan main sama gengnya Jeno," ujarku. Gak salah lagi, pasti Chenle tau dari gengnya Jeno. Karena awalnya istilah itu cuma populer di kalangan chaebol Korea.

"Aku bisa bereskan si Mark dan Johnny kalo memang kau mau," kata Chenle. Ia lalu tertawa, dengan tawa khasnya yang melengking. "Aku lumayan akrab sama si Mark itu. Yah dia emang bukan siapa-siapa, tapi dia anak yang seru dan penurut."

Aku hanya tersenyum kecil mendengar Chenle. Jujur masih tidak tahu harus merespon apa. Aku lalu beranjak dan berjalan menuju jendela, memperhatikan objek di luar sana yang sedari tadi jadi topik pembicaraan kami. Ruangan basecamp kami kebetulan memang bisa mengakses pemandangan ke arah taman belakang sekolah.

And then, there you are. Duduk di bawah naungan pohon besar, sambil tertawa-tawa dengan si Johnny dan Mark itu. Dasar, ternyata daritadi dia ada di taman belakang. Aku mencarinya kemana-mana. Tadi pas jam makan siang aku sempat melihatnya jalan menuju kantin, tapi entah kenapa dia malah berbalik arah dan menghilang seharian.

Ngomong-ngomong, jangan tanya kenapa. Aku pun nggak tau kenapa aku otomatis mencari-cari wajahnya di setiap keramaian.

Tanpa bisa kukendalikan, aku otomatis tersenyum melihatnya tertawa terbahak-bahak di bawah sana. Siapa bilang matahari musim panas yang paling terik? Bagiku ada matahari lain yang lebih bercahaya.

"Chenle-ya," panggilku. "Bereskan dua bocah itu."

----

author's view.

"Dude, I think we gotta go," ucap Mark sambil menyikut Johnny.

"Hah mau kemana?" tanya Chae Young.

Songs of SummerWhere stories live. Discover now