19 || Princess Callysta

262 61 0
                                    

Selamat membaca 🤗
Jangan lupa vomentnya!
.
.
Begitu sejuk sungai dekat lapangan biasanya Callysta latihan. Callysta duduk termenung di tempat tersebut.

Entah sudah berapa jam Callysta di tempat itu Namun, baginya tempat tersebut begitu nyaman, sepi dan sejuk untuk duduk termenung. Sekedar mencari ketenangan dan menghilangkan segala rasa penat dalam hati yang kian tak karuan jika terus dipendam.

Di balik termenungnya Callysta, ternyata ada seseorang yang bingung mencari keberadaannya yaitu Cordelia. Semua penjuru rumah Callysta sudah di cari, tetapi tetap saja tidak ada, suatu ketika ia ingat jika Callysta suka akan suasana Sungai dekat lapangan yang biasanya untuk latihan, dengan segera Cordelia pun menghampiri Callysta ke tempat tersebut.

Ternyata apa yang di tebaknya bener, kini Callysta sedang bermain-main air layaknya anak kecil, Cordelia pun menghampirinya dengan pelan. Sebenarnya Cordelia merasa tak enak hati, jika harus mengangu Callysta yang sedang begitu tenang dan menikmati suasana di sungai itu.

"Hai putri Callysta, apakah saya boleh duduk di sebelahmu?" tanya Cordelia yang sontak mendapatkan anggukan dari Callysta.

"Iya, silahkan," jawab Callysta sembari bergeser, agar Cordelia bisa duduk di sebelahnya.

"Indah dan sejuk ya, sungai di sini," ucap Cordelia memulai percakapan di antara mereka berdua, yang tanpa disadari meraka saling diam tak berbicara sedikit pun.

"Iya," balasnya singkat.

"Putri Callysta, ceritalah kepadaku jika Putri Callysta punya masalah," pinta Cordelia.

"Aku hanya sedih, mengapa orang yang aku sayang perlahan pergi meninggalkan aku, aku bingung harus melakukan apa sekarang." Callysta nampaknya kini sudah mau bercerita dengan Cordelia tentang permasalahan yang kini sedang ia rasakan.

"Sabar ya putri Callysta. Emm ... aku ingin memberi tahu sesuatu kepadamu putri Callysta. Putri Callysta selama ini selalu menanyai siapa sebenarnya dirimu, kan? Dan hari ini juga, aku akan memberi tahumu tentang siapa sebenarnya Putri Callysta. Apakah Putri Callysta sudah siap, mendengarkan apa yang aku ucapkan?" tanya Cordelia yang memastikan keadaan Callysta. Bagaimana pun Callysta harus mengetahuinya, karena jujur waktu yang Callysta kian dekat, Cordelia tak mau jika akan terjadi sesuatu kepada Callysta.

"Iya, aku siap mendengarkan kebenaran itu darimu, aku harap kamu berbicara sejujurnya kepadaku," jawabnya yang masih ragu dengan apa yang akan di ucapkan Cordelia, tapi apa salahnya ia mempercayainya terlebih dahulu, karena selama ini apa yang Callysta lihat, Cordelia juga selalu bersikap baik kepadanya.

"Sebenarnya orang tua Putri Callysta belum meninggal, yang sekarang putri lihat itu hanyalah orang tua yang menculikmu dari kedua orang tua kandungmu."

"Apa?" Callysta sontak terkejut dibuatnya dengan kata-kata yang terlontar begitu saja.

"Iya saya tau, mungkin Putri Callysta belum bisa percaya dengan apa yang aku ucapkan, tapi itulah kebenaran yang sebenarnya dan tentang berita pembunuhan ibumu itu tidak benar, Titanium belum meninggal, ia masih hidup. Hanya saja ia kini berada di tempat lain."

"Tidak! Tidak mungkin." Callysta yang masih tidak percaya dengan apa yang di ucapkan Cordelia. Begitu pusing Callysta memikirkan hal itu yang sama sekali tak masuk di akal, tapi ia mencoba untuk menguatkan dirinya untuk mendengarkan kembali lanjutan ucapan Cordelia.

"Apakah Putri Callysta tau? Jika sebenarnya Ayahmu meninggal karena di bunuh Ibumu dan tangan kanan ibumu yaitu Gloriosa, yang kau anggap selama ini pamanmu?"

"Tidak, hanya saja aku sedikit curiga waktu itu. Tapi sayang, tidak ada bukti sedikit pun, jika Ibuku Titanium membunuh ayahku."

Cordelia diam sejenak, biarkan Callysta mencerna baik-baik terlebih dahulu ucapannya. Sepertinya ia belum begitu percaya dengannya. Tapi Cordelia tetap akan meyakinkannya sampai Callysta mengerti apa yang sebenarnya terjadi.

"Aku lanjutkan lagi ya, bukti? Memang Titanium terkenal akan kepintarannya dalam menghilangkan jejaknya. Dia juga licik dan tak terbantahkan, sampai-sampai ia dengan teganya menaklukkan Negeri Hijau. Dan kini, Negeri itu jatuh ke tangannya. Tinggal satu negri lagi yang diincarinya yaitu Negeri Putih. Negeri dimana asal dirimu sebenarnya Putri Callysta."

"Asalku?"

"Iya asalmu. Jadi, kamu harus segera pergi menuju Negerimu atau Negerimu akan bernasib sama dengan Negeri sebelum-sebelumnya. Tapi tak hanya itu, keluargamu juga terancam bahaya disana. Menurut buku yang pernah aku baca, hanya anak dari raja Negeri itu yang bisa mengalahkan segala penyihir yang ingin menyerang kerajaanmu. Dan kekuatan itu mampu keluar dengan di gerakan oleh hati dan pikiranmu."

Callysta masih mencoba untuk memahami setiap apa yang di ucapkan Cordelia. "Lalu, bagaimana caranya agar aku bisa menyelamatkan keluargaku?" tanya Callysta yang sudah mulai risau dengan keadaan keluarganya disana, Callysta tidak mau jika terjadi apa-apa dengan keluarganya.

"Nanti aku akan memberi taumu. Aku selesaikan terlebih dahulu apa yang selama ini menjadi pertanyaan di pikiranmu Putri Callysta."

Cordelia memulai kembali ucapannya, ia jelaskan secara pelan dan sabar, karena ia menyadari begitu sulit untuk Callysta memahami ini semua. Karena ia sudah selayaknya manusia biasa. Semua yang selama ini di pikirkan Callysta, di kupas habis-habis oleh Cordelia.

Setelah mendengarkan apa yang di ucapkan Cordelia, Callysta mulai sedikit mengerti siapa sebenarnya dirinya dan dimana asal dirinya sebenarnya. Dan mulai saat itu, ia tidak akan mudah tertipu kembali dengan setiap ucapan Titanium. Jika Callysta di pertemuan kambali oleh Titanium, Callysta hanya berharap semoga saja Titanium berubah, karena bagaimana pun ialah orang yang merawatnya sedari kecil, ya walaupun dengan cara menculiknya, sehingga membuat Callysta terpisah dengan keluarga kandungnya.

Callysta dan Cordelia pun mulai beranjak pergi dari tempat tersebut menuju tempat  yang kini akan ia datangi. "Semoga saja dia memaafkanku," batin Callysta penuh harap, karena Callysta merasa menyesal telah melakukan itu padanya.

***

Dengan perlahan Callysta menghampiri Filbert yang sedang sibuk melatih ilmunya itu, tapi Callysta tak kunjung memanggilnya, ia hanya melihatnya dari belakang dan saat menengok kebelakang, betapa terkejut Filbert melihat Callysta sudah berada di belakangnya.

"Callysta, kenapa kamu kemari? Bukannya kamu tidak mau melihatku lagi?"

"Entah mengapa rasanya aku tidak mau berada jauh-jauh darimu Filbert dan setelah mendengar cerita Cordelia. Aku menjadi ragu dengan apa yang di ucapkan Ibuku dan pamanku. Aku lebih percaya dirimu, karena aku tau kamu orang baik."

"Terima kasih Callysta kamu sudah mempercayaiku," ucapnya penuh bahagia dan Cordelia yang melihat hal itu pun ikut merasakan bahagia.

"Waktu kita semakin singkat, alangkah baiknya kita mulai saja perjalanan kita menuju dimensi lain, untuk lekas sampai di kerajaanmu Callysta."

"Kerajaan?"

"Iya."

"Aku tidak menyangka, kalau aku punya kerajaan. Aku ingin cepat-cepat melihat kerajaan itu dan bertemu dengan kedua orang tua kandungku, Filbert."

"Baiklah, dalam waktu dekat ini kita akan menyelusuri beberapa dimensi untuk menuju ke kerajaanmu, lebih baik kalian bersiap-siap dahulu."

"Siap." ucapnya yang nampak semangat, tetapi juga ada rasa takut dalam hatinya.

Sungguh tak percaya Callysta, jika ia akan mulai menjelajah di berbagai dimensi, di Hutan saja Callysta belum pernah. Dan kini, ia akan menjelajah ke berbagai dimensi? Callysta harus benar-benar mempersiapkan diri untuk memulai perjalanannya nanti.

"Semoga niat baik ini, barakhir baik pula ya tuhan," batin Callysta yang begitu tak sabar ingin bertemu dengan keluarga kandungnya.


***

Uhuyy Princess Callysta update lagi nih 🤗

Btw, Callysta udah mau menjelajah ke berbagai dimensi loh, kira-kira nanti gimana ya perjalanannya? Kalau pengen tau, terus ikutin kelanjutan cerita Princess Callysta, ya!

Author ucapkan terimakasih untuk kalian, yang udah mau nyempetin baca Cerita Princess Callysta😍

Papai, sampai ketemu lagi di chapter selanjutnya🤗

Princess Callysta  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang