35 || Princess Callysta

109 17 2
                                    

Selamat membaca 🤗
Jangan lupa vomentnya!
.
.
Sudah hampir beberapa hari ini berita mengenai Titanium dan Gloriosa banyak dibincangkan kemana-mana. Kepergian Titanium dan Gloriosa itu membuat beberapa negeri begitu senang, karena sudah terbebas dari segala aturan yang diterapkan. Tak lupa juga sebagai ucapan terima kasih, ada perwakilan dari beberapa negeri yang mengunjungi kerajaan negeri Putih yang sekadar mengucapkan terima kasih dan bertemu dengan Callysta.

Jarak tidak menjadi alasan untuk mereka mengunjungi kerajaan negeri Putih. Bagi mereka, Callysta telah begitu menolong banyak orang di luar sana yang begitu terkekang akan aturan yang diterapkan oleh Titanium.  Syukurlah, kini penyihir jahat itu mampu di musnahkan di negeri ini, sebelum merebak kemana-mana mengambil alih kerajaan orang-orang.

Tanpa disadari rombongan itu telah sampai di depan Kerajaan Callysta. Callysta yang mengetahui kedatangan meraka pun langsung menghampirinya dan menyambutnya dengan baik.

"Hai Putri Callysta," sapa salah seorang perwakilan negeri Hijau yang sontak membuat Callysta membalikkan badannya mengarahkan pandangannya ke seseorang perwakilan negeri Hijau yang mendekat ke arahnya.

"Hai juga paman, mari silakan masuk," ajak Callysta menuju ruang tamu kerajaan.

Callysta dengan setianya masih menunggu di sana, sembari memperhatikan pembicaraan mereka. Hingga beberapa menit kemudian, Callysta yang merasa mulai lelah, ia berniat untuk kembali ke kamarnya. Langkah itu terhenti, setelah mendengar ucapan salah seorang perwakilan negeri Hijau mengenai penyerangan yang berujung mengenai Filbert karena menolongnya.

Ternyata cerita tentang Filbert yang berubah menjadi batu kian merebak kemana-mana dan malah kini berita tersebut telah sampai di kerajaan Filbert.

"Maaf paman. Kalau boleh tau, paman dapat berita itu dari mana?" tanya Callysta yang begitu heran bagaimana bisa berita itu sampai ke negeri Hijau yang jaraknya begitu jauh dari kerajaannya. "Jika keluarga Filbert mengetahui hal tersebut, apakah mereka akan marah denganku?" batin Callysta yang merasa dirinya seakan bersalah dalam hal ini. Tapi bagaimana pun keluarga Filbert harus mengetahuinya.

"Saya mengetahui hal tersebut dari beberapa rakyat di sebrang sana yang sedang membicarakan perihal tersebut,  paman tak sanggaja mendengarnya," jawabnya yang seketika membuat Callysta terdiam dan izin untuk meninggalkan tempat tersebut menuju kamarnya. Ratu Amira pun hanya terdiam tidak mampu berkata-kata lagi, ia harus bagaimana lagi agar putrinya itu lekas seperti sediakala.

Hanya keheningan yang tercipta di kamar Callysta, sungguh begitu pusing Callysta memikirkan hal itu.

Callysta hanya duduk termenung melihat ke arah jendela kamarnya, dan tanpa sadar air mata itu jatuh kembali, membasahi pipi manis Callysta. "Kapan kamu lekas pulih kembali Filbert, aku tidak punya teman disini," batinya yang masih saja memandangi jendela kamarnya, yang biasanya semasa dulu Callysta selalu melihat Filbert di balik jendela kamarnya.

Setelah dikiranya sudah begitu tenang, Callysta memilih untuk menemani Filbert di ruangan dekat kamarnya, tempat di mana Filbert berada.

Callysta masuk ke ruangan tersebut secara pelan dan perlahan agar tidak diketahui keberadaannya oleh semua orang yang ada di dalam kerajaannya.

Seperti biasa, Callysta selalu menemani Filbert yang sudah terdiam membeku tak bergerak sedikit pun. Sungguh begitu sepi hidup Callysta tanpa ada Filbert di dekatnya, tapi Callysta harus bagaimana lagi? Semua sudah terjadi dan tidak ada jawaban yang begitu mengenakan tentang peristiwa ini.

Hampir saja Callysta menyentuh tubuh Filbert, tapi kini tubuhnya sudah ditarik dengan cepatnya oleh seseorang di belakangnya. "Putri Callysta jangan lakukan itu, atau kau nanti ...." larang pengawal kerajaannya itu.

"Atau apa?" tanya Callysta yang seketika langsung melihat ke arah pengawalnya itu yang sedang terbingung bagaimana cara bicara dengan Callysta agar tidak menimbulkan luka dan tangisan.

"Tidak apa-apa Putri Callysta, hanya saja ada pengawal dari kerajaan negeri Biru yang datang ke mari untuk menjemput Pangeran Filbert untuk dibawa ke kerajaannya. Harap-harap ada seseorang di kerajaannya sana yang bisa menyembuhkan kutukan dalam tubuh Filbert itu," jawabnya mengalihkan pertanyaan Callysta tadi.

"Apakah meraka sudah sampai kemari?" tanya Callysta sekali lagi.

"Iya putri, mereka sudah berada di ruang tamu kerajaaan. Mungkin sebentar lagi akan menuju kemari. Lebih baik Putri Callysta lekas bergegas pergi menuju kamar, sebelum kedua orang tua Callysta tau jika Callysta berada di sini."

"Tenang saja, kedua orang tuaku tidak melarang jika aku berada di sini. Lebih baik aku tunggu di sini," jawabnya yang masih saja memandangi ke arah Filbert bukan kearah lawan bicaranya.

Derap langkah kini telah terdengar tidak begitu asing lagi, Callysta yakin jika suara itu akan menuju keruangan di mana Filbert berada. Dan iya, ternyata benar orang tersebut adalah orang suruhan kerajaan negeri Biru untuk mengambil Filbert dan membawanya pulang.

"Permisi, maaf Putri Callysta. Saya izin untuk membawa Pangeran Filbert pulang," ucapnya yang hanya mendapat anggukan dari Callysta.

Di bawalah Filbert oleh pengawalnya itu, sedangkan Callysta hanya mampu mengikutinya dari belakang dan tak henti-hentinya berdoa agar lekas ditemukan orang yang bisa menyembuhkan kutukan itu.

Callysta hantar mereka hanya sampai gerbang kerajaannya, ingin sekali ia ikut ke kerajaan Filbert. Callysta yakin, jika orang tuanya kali ini belum bisa mengizinkannya. Setelah begitu jauh kereta kuda Filbert melaju, Callysta memutuskan untuk masuk kembali dan membicarakan suatu hal penting bersama kedua orang tuanya.

***

Callysta buka waktu paginya itu dengan mengadakan acara rapat penting kerajaannya, yang kurang lebih membahas perihal Filbert.

Callysta mengusulkankan kepada kedua orang tuanya untuk mengadakan sayembara bagi siapa saja yang bisa menyembuhkan Filbert dan seyembara itu tidak hanya dilakukan di negeri Putih saja, melainkan di negeri Filbert juga sudah berjalan dengan hadiah yang diberikan tak main-main. Munculah para tabib yang berbondong-bondong hendak menyembuhkan kutukan Filbert itu.

Hampir satu hari penuh banyak sekali para tabib dari beberapa daerah dan negeri yang berbondong-bondong untuk menyembuhkan Pangeran Filbert.

Namun dari sekian banyak tabib, tidak ada satu pun yang bisa menyembuhkannya. Kedua orang tua Filbert begitu frustasi dan bingung harus melakukan apa lagi untuk menyembuhkan kutukan itu.

***

Dalam sendirinya Callysta melamun dan diam diri, memikirkan apa yang harus ia lakukan untuk menyembuhkan Filbert.

Begitu lelahnya dirinya memikirkan hal yang tak kunjung ada jawabannya yang membuat dirinya begitu lelah dan tak sadar ia sudah tertidur lelap karena kelelahan memikirkan hal tersebut.

Namun, dalam tidurnya itu masih saja dirinya memanggil-manggil nama Filbert sampai-sampai Ratu Amira yang berada di depan kamarnya itu terdengar dan mencoba menghampirinya. "Jangan sedih lagi Putriku, Ibunda akan melakukan apapun yang bisa membuatmu seperti semula kembali," ucapnya yang memeluk tubuh Callysta yang sudah tertidur tersebut dan menemaninya disana.

Setidaknya Ratu Amira tenang, jika Putrinya itu tertidur di kamarnya. Hanya saja Ratu Amira takut, jika Callysta diam-diam pergi mencari orang yang bisa menyembuhkan Filbert tanpa memikirkan keselamatannya, mengingat Putrinya itu masuk saja diincar beberapa penyihir di luar sana.

***

Chapter 35 udah update, nih 🎉

Kira-kira Filbert nanti bisa sembuh gak, ya? :(

Terus baca kelanjutan Ceritanya, ya!

Papai sampai ketemu lagi di chapter selanjutnya 🤗

Princess Callysta  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang