24 || Princess Callysta

123 21 1
                                    

Selamat membaca 🤗
Jangan lupa vomentnya!
.
.
Karena peraturan ketat yang diberikan di setiap negeri, membuat persahabatan di antara mereka harus berpisah. Kini, tinggal Callysta dan Filbert yang meneruskan perjalanan selanjutnya.

Dalam perjalanannya, entah mengapa yang biasanya Callysta kerap bertanya, kini balik Filbert yang terus menanyainya di sepanjang jalan. Namun, Callysta tidak mengapainya karena ia begitu lelah berjalan terus menerus, sampai-sampai dirinya saja hampir tidak kuat untuk menopang tubuhnya.

"Apakah ini masih jauh?" tanya Callysta yang sudah begitu bercucuran keringat dan nampak begitu sudah tak kuat untuk melanjutkan kembali perjalanannya.

"Sabar Callysta, kurang beberapa jalan lagi yang kita harus lalui dan kita akan sampai ke kerajaanmu," jawab Filbert yang sesekali memperhatikan Callysta yang nampak begitu lelah, Filbert pun menyadarinya karena bagaimanapun Callysta juga jarang berjalan sejauh ini.

"Bisakah kita istirahat terlebih dahulu. Aku sudah tidak kuat Filbert," pinta Callysta yang sudah terduduk di bawah pepohonan rindang itu.

"Baiklah, sepertinya kita harus istirahat dulu, aku pun juga lelah," jawab Filbert yang langsung duduk di sebelah Callysta.

Hening.

Tidak ada seucap kata lagi yang tercipta di antara mereka berdua. Namun, beberapa menit kemudian Filbert mulai berbicara kembali. Dan masih sama, Callysta tetap tidak meresponnya. Bukan karena Callysta malas menjawabnya, tapi ia belum siap untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Filbert.

"Callysta aku hanya butuh kejujuranmu, apakah kamu juga merasakan hal yang sama setiap kamu dekat denganku seperti ini?" tanya Filbert sekali lagi, yang membuat Callysta bingung dibuatnya.

"Aku harus menjawab apa? Apakah aku harus menjawab jujur?" batin Callysta yang menatap lirik ke arah depannya.

"Sudahlah Filbert, jangan bertanya seperti itu lagi!"

"Aku mohon kamu jawab dengan jujur pertanyaanku Callista. Apakah kamu suka denganku?" Tak henti-hentinya Filbert menanyai hal itu kepada Callysta. Sampai-sampai Callysta terbingung sendiri harus menjawab apa kepada Filbert.

"Kamu gila, ya? Mana mungkin aku bisa suka dengan seseorang dengan sekejap. Jadi, aku mohon berhenti menanyai hal semacam itu lagi!" jawab Callysta yang langsung beranjak pergi meninggalkan Filbert yang masih terduduk di bawah pepohonan tadi.

"Baiklah aku tidak akan menanyakan hal itu lagi, aku hanya lelah hidup seperti ini," ucap Filbert yang sudah berjalan mendahului Callysta yang masih terdiam.

Setelah mendengar ucapan terakhir Filbert, entah mengapa membuat hatinya begitu tergugah dan terasa merasakan apa yang dirasakan Filbert. Ingin sekali ia membantu menghilangkan rasa sakit dalam diri Filbert, tapi apalah daya. Hanya cinta sejati saja yang mampu menyembuhkan kutukan itu. "Apakah aku cinta sejatinya? Atau malah orang lain?" batin Callysta sembari berlari mengejar Filbert yang sudah nampak begitu jauh meninggalkan dirinya.

***

Callysta dan Filbert kini harus di hadapkan kembali dengan tempat para penyihir berlalu lalang mencari mangsanya. Jika saja ada jalan yang lain untuk menuju kerajaan pasti mereka tidak akan melewati jalan ini. Hanya satu yang di khawatirkan Filbert, ia takut jika terjadi sesuatu kepada Callysta di tengah kondisinya yang seperti ini.

"Ada penyihir lagi Filbert, apa yang harus kita lakukan untuk melalui jalan itu?" tanya Callysta yang sesekali melihat beberapa penyihir yang sedang berlalu lalang dan tak jarang juga ada yang sedang saling bercakap-cakap, hal-hal yang membuat Callysta seakan langsung menelan salivanya sendiri.

"Aku juga bingung harus melakukan apa lagi," jawab Filbert yang memegang tubuhnya sendiri.

Rasa sakit itu kembali muncul, dan kekhawatiran Filbert mulai datang kembali jika ia berubah wujud di saat waktu yang tidak tepat seperti ini. Saat berubah wujud, Filbert tidak mampu melakukan apa-apa kekuatannya hilang seketika jika ia berubah.

"Lebih baik kita pikirkan strategi dulu sebelum melalui jalan itu."

"Betul juga, tapi yang lebih penting jangan biarkan setetes darahmu jatuh di tanah Callysta," ucap Filbert yang mencoba mengingatkan Callysta kembali.

"Memang kenapa?" tanya Callysta dengan polosnya.

"Jika setetes darahmu jatuh begitu saja di tanah, dapat membuat para penyihir akan datang menghampirimu, sebenarnya dengan kedatanganmu di hutan ini sudah begitu tercium. Namun, lebih jelasnya itu jika darahmu itu terjatuh. Sehingga dengan mudah para penyihir menemukanmu," jelas Filbert yang seakan langsung mendapat anggukan Callysta.

"Okey, aku akan lebih berhati-hati lagi," jawabnya yang seakan mengamati kanan-kirinya, entah mengapa rasanya seperti ada yang mengikutinya. "Sungguh tak enak rasanya jika menjadi orang yang selalu diincar banyak penyihir. Semoga saja aku sampai sampai dengan selamat ya tuhan," batin Callysta.

***

Sekelibatan bayangan seseorang melewatinya begitu saja, membuat Callysta dan Filbert berhenti dan terus berjaga-jaga. Namun, jika dilihat dari gaya pakaiannya, dia bukan orang asli sini melainkan dari Negeri Hijau. Karena setiap daerah memiliki pakaian ciri khas sendiri-sendiri, terutama orang-orang dari kerajaan.

"Mengapa sepertinya aku mengenal orang itu? Tapi mana mungkin, aku akan baru saja datang kemari," batin Callysta yang mengamati arah kepergian sosok bayangan seseorang tersebut.

Meraka lanjutkan kembali perjalanannya  dan tak memperdulikan apa yang dilihatnya tadi.

Jika di negeri sebelumnya harus dihadapkan dengan segerombolan hewan buas, tapi kini ia harus menghadapi dengan sosok seseorang yang terus saja mengikutinya. Saat di dekati orang itu malah pergi.

Selang beberapa menit sosok itu muncul lagi, dan kini berhasil di tangkap oleh Filbert dan saat dibuka kembali begitu terkejut dan tak percaya Callysta melihatnya. Untuk kedua kalinya ia melihat yang sama.

"Tidak," ucap Callysta tidak percaya dengan dilihatnya. Ternyata orang yang selama ini di percayainya juga berbohong kepada dirinya.

"Callysta kamu bisa lihat sendiri kan, kalau siapa pembohong sebenarnya disini," ucap Filbert yang masih memegangi tangan Gloriosa agar tidak kabur kembali.

"Aku tidak menyangka jika paman juga ternyata bohong kepadaku. Kenapa waktu itu paman tega mengadu domba aku dengan kedua temanku?Jawab Paman!" perintah Callysta yang sudah nampak begitu kesal dengan pamannya yang tak kunjung ada jawaban.

"Itu bukan salahku, salah siapa dirimu di bohongi juga percaya," jawab Gloriosa yang tersenyum sinis kepada Callysta. "Bagus kamu ada di sini, aku akan membawamu menuju negeriku," ucapnya yang langsung menarik tangan Callysta, tapi Filbert lebih dahulu menariknya sehingga kini Callysta sudah berada di belakangnya.

Saat mulai lengah, Filbert menyerang Gloriosa diam-diam hingga membuatnya terluka. Saat ingin menyerangnya kembali, tiba-tiba saja Gloriosa sudah tidak berada di tempat tersebut. Dan malah Filbert melihat ada sekelibatan bayangan lain lagi yang menolong Gloriosa. Dan pastinya itu adalah Titanium.

•••

Selamat membaca dan menunggu kelanjutan ceritanya ya!

Papai! 😀

Princess Callysta  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang