27 || Princess Callysta

114 17 3
                                    

Selamat membaca 🤗
Jangan lupa vomentnya!
.
.
Callysta mulai terbangun dan langsung beranjak berdiri menuju luar Gua. Begitu sejuk suasana di luar gua itu, yang lumayan dekat dengan sungai yang mengalir tidak begitu deras di depannya.

Filbert yang menyadari Callysta sudah tidak ada di sebelahnya, langsung keluar dan mencarinya, langkahnya terhenti setelah melihat Callysta begitu menikmati suasana di sana dengan rambutnya yang sedikit berterbangan terkena angin.

Rute itu kembali dibuka lagi oleh Filbert. Dan benar, tinggal sedikit lagi perjalanannya akan berakhir. Perjalanan yang dilaluinya tak semudah yang dibayangkan, mengingat ia harus menjelajahi dengan menjaga orang yang banyak diincar oleh penyihir lain.

"Kamu sedang apa Filbert?" tanya Callysta yang sudah berada di dekatnya.

"Aku sedang melihat rute ini, ternyata sebentar lagi kita hampir sampai Callysta. Pasti kamu senangkan?" Filbert yang menanyai hal itu seakan terdiam dan sedikit terbingung kenapa Callysta seperti memalingkan wajah kepadanya. Apakah Filbert salah dalam berucap? Sepertinya tidak, mungkin hanya Callysta saja yang enggan melihat Filbert.

Callysta kembali melihat kearah Filbert dan mulai angkat bicara. "Iya, ini adalah perjalanan terakhir kita. Aku hanya takut jika kita tidak akan bisa bertemu lagi, setelah sudah pulang ke kerajaan masing-masing dan maafkan aku karena dulu sempat tidak percaya dengan apa yang kamu ucapkan Filbert."

"Iya tak apa, aku menyadari hal itu. Kalau aku menjadi kamu, mungkin aku juga akan melakukan hal yang sama," jawabnya sembari memberikan senyum manis kepada Callysta.

"Terima kasih. Dan jika boleh jujur, entah mengapa ada sesuatu hal aneh saat aku dekat denganmu Filbert. Apa hanya perasaanku saja? Atau malah aku mulai mencintaimu?" ucap Callysta yang seakan-akan menebak tentang perasaannya yang datang dengan sekejap dan mampu hilang dengan sekejap pula.

Apa yang diucapkan Callysta tadi, seakan membuat Filbert begitu nampak bersemangat dan berharap jika Callysta mengulang ucapannya kembali. "Apa? Bisa di ulang lagi?" pinta Filbert  yang pura-pura tak mendengar apa yang diucapkan Callysta.

"Em ... tidak, tadi aku hanya salah bicara saja," jawab Callysta yang begitu malu, biasa-biasanya ia bicara seperti itu kepada sahabatnya sendiri yang pasti jawabnya ia hanya menganggapnya sebatas sahabat saja tak lebih dari itu.

"Apa bener apa yang aku dengar tadi? Aku tidak menyangka jika Callysta juga suka denganku, hanya saja ia enggan mengakui itu karena mungkin ia malu," batin Filbert yang terus menatap Callysta dan Callysta yang menyadari hal itu pun hanya bisa menunduk malu dan menyesali ucapannya tadi yang keluar begitu saja dari mulutnya.

***

Perjalanannya kini sudah mulai berjalan kembali. Dengan penuh semangat dalam diri yang sudah begitu tak sabar bertemu dengan keluarga tercintanya. Beberapa hutan sudah dilewati. Dan kini, ia harus melalui sungai yang begitu deras dan tak jarang juga ada beberapa hewan yang sudah siap menunggu kedatangannya.

Saat ingin melangkahkan kaki di batu-batuan sungai tersebut, tiba-tiba saja terdapat suara yang memangil. "Putri Callysta, pangeran Filbert, menunduklah!"

Namun, Callysta tidak mempercayai suara tersebut, sehingga kini Chenoa yang berbicara itulah yang terluka akibat menolong Callysta, orang yang diam-diam menyerang tersebut pergi karena rencananya gagal. Walau orang itu telah lari, tampilannya mampu dikenal oleh Filbert dengan sekilas.

"Chenoa, apa yang terjadi denganmu?" tanya Filbert yang menahan niatnya untuk mengejar orang tersebut setelah melihat Chenoa terluka.

"Chenoa?" Callysta seakan seperti pernah melihatnya, tapi ia lupa.

"Iya itu adalah nama Burung merpati itu. Dia adalah burung merpati dari kerajaanmu Callysta. Dan Chenoa inilah yang selalu datang setiap bulanya untuk memberikan sebuah foto dariku untuk keluargamu di sana yang tidak bisa datang menjemputmu. Karena jika ditinggalkan, seluruh keluarga dan rakyat kerjaaan negeri Putih khawatir jika akan diambil alih oleh Titanium yang sudah sejak lama mengincar kerajaanmu," jelas Filbert yang sesekali Callysta mencoba untuk memahami setiap apa yang diucapkan Filbert, ada rasa sedikit menyesal karena selama ini selalu saja mempercayai setiap ucapan Titanium yang mana selalu saja menjerumuskannya.

"Apa yang terjadi denganmu?" tanya Filbert mengulang kembali pertanyaannya kepada Chenoa.

"Saya hanya menolong putri Callysta yang hendak di serang Baldric diam-diam. Namun sayang, Putri Callysta tidak mendengar perintahku tadi. Dan agar tidak terjadi apa-apa dengan Putri Callysta saya ikhlas menyelamatkan Putri Callysta walaupun harus berakhir seperti ini."

"Maafkan aku Chenoa, karena aku kamu jadi seperti ini." Callysta yang nampak bersalah hanya mampu meminta maaf dan mengelus-elus sayap Chenoa, sedangkan Filbert sibuk membuat racikan obat untuk menyembuhkan luka dibagian sayap Chenoa.

Ramuan obat yang dibuat Filbert sudah jadi, Callysta pun mengoleskan secara perlahan dan pelan agar tidak menambah rasa sakit pada bagian sayap Chenoa.

Setelah dirasanya cukup, Chenoa mulai mencoba untuk berterbangan ke sana ke mari. "Terima kasih Putri Callysta dan Pangeran Filbert. Maaf saya tidak bisa menghantarkan menuju kerajaan Negeri Putih, karena masih ada tugas yang diberikan Raja kepadaku. Jadi, saya izin untuk pergi melanjutkan kembali tugasku, ya."

"Iya Chenoa. Hati-hati," jawab Callysta yang melambaikan tangan kearah dimana Chenoa  terbang menuju tempat yang diperintah ayahnya.

Setelah melihat kepergian Chenoa, mereka lanjutkan kembali perjalanannya yang mana harus melewati derasnya air sungai yang mengalir. Tak jarang juga banyak buaya yang sudah siap menunggu kedatangannya, lebih tepatnya menyantapnya. Tidak Filbert biarkan terjadi apa-apa dengan Callysta semasa melewati sungai yang begitu deras itu.

Filbert menuntun tangan Callysta yang begitu gemetar karena takut jika ia akan terbawa derasnya air sungai. Tapi perlahan rasa takut itu hilang setelah mendengarkan ucapan Filbert jika dia dipastikan tidak akan terjadi apa-apa selagi masih ada Filbert disampingnya.

Tanpa disadari, kini Callysta sudah berada ditengah aliran sungai. Callysta sontak memeluk tubuh Filbert karena tubuhnya yang hampir terbawa arus sungai itu. Filbert pun membalas pelukan itu dengan terus berjalan, sedangkan Callysta menutup matanya menahan rasa takut dalam dirinya karena beberapa kali sempat melihat buaya yang bermunculan mulai mendekatinya.

"Callysta," panggil Filbert yang menepuk-nepuk pipi Callysta dengan pelan.

"Loh, kok kita udah di sini?" tanya Callysta yang tidak menyadari jika ia sudah tidak berada ditengah aliran sungai yang begitu deras itu.

"Iya, kita berhasil melewatinya Callysta, tapi hanya saja perutku begitu sakit karena kamu memelukku begitu erat."

"Maaf."

"Mulai deh wajah jeleknya dikeluarin, hahaha," tawa Filbert yang membuat Callysta melihatkan wajah kecutnya. Namun, amarah itu hanya sesaat, dengan cepatnya Callysta mulai tertawa kembali dengan Filbert. Hanya senyuman Callysta yang membuat Filbert begitu tenang.

"Teruslah tersenyum seperti itu Callysta. Kamu bahagia, aku pun akan merasakan hal yang sama denganmu," batin Filbert yang menatap Callysta secara diam-diam.

***

Uwuu Princess Callysta udah update nih 😍 hayuk diramaikan dengan vote dan komentar kalian!

Semoga saja suka dengan isi Chapter ini🤗 selamat menunggu dan membaca chapter selanjutnya guys🎉

Princess Callysta  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang