37 || Princess Callysta

99 13 0
                                    

Selamat membaca 🤗
Jangan lupa vomentnya!
.
.
Malam itu nampak begitu sunyi, memang suasana seperti inilah yang Callysta inginkan sekarang. Ia hanya ingin sejenak mengistirahatkan tubuhnya.

Dalam tidurnya yang bisa dibilang begitu nyenyak. Tiba-tiba saja, Callysta memimpikan sosok seorang laki-laki, yang sedang mengucapkan perpisahan dengannya. Semakin di dekati, semakin jelas pula orang tersebut dalam mimpinya. Callysta yang begitu penasaran pun mendekatinya dan betapa terkejut ternyata orang yang ada di dalam mimpinya adalah orang yang ia kenal. Sungguh hati Callysta seakan sesak, menahan segala apa yang diucapakan Filbert.

Callysta hanya mampu memangil-manggil namanya saja di dalam mimpinya itu, sampai-sampai Callysta tak sadar, jika ada Ratu Amira yang sedari tadi berusaha  membangunkan tidurnya. Dengan lembutnya, Ratu Amira menepuk-nepuk pipi Callysta dan sesekali mengoyang-ngoyangkannya.

Sontak, Callysta yang baru saja terbangun, menangis dan memeluk tubuh Ibundanya, karena begitu takut jika mimpinya itu benar terjadi. Hanya tangisan saja yang Ratu Amira lihat, Ratu Amira tidak mengetahui mimpi apa yang kini Callysta alami. Yang jelas, sepertinya mimpi itu adalah sebuah mimpi buruk, terbukti Callysta sedari tadi menangis tanpa henti sembari memegangi tangan Ratu Amira dengan begitu erat.

"Apa lagi yang kamu rasakan Callysta? Baru saja Ibundamu sedikit senang karena kamu sudah mau sedikit tertawa hari itu, tapi kenapa kamu bersedih kembali? Sungguh begitu teriris-iris hati Ibundamu ini, jika melihat air matamu yang berjatuhan membasahi pipi manismu itu Callysta," batin Ratu Amira yang mengusap air mata Callysta yang mencoba untuk menenangkannya. Setiap di tanya, hanya diam dan menangis saja yang dilakukan Callysta, entah mimpi apa yang Callysta alami kini.

"Semoga lekas ditemukan cara untuk mengobati temanmu itu. Dengan begitu, Ibunda yakin jika senyum manis dari dirimu akan kembali terpancar," lanjut Ratu Amira yang masih mengengam erat tangan Callysta yang sudah keringat dingin, karena memimpikan hal itu.

***

Callysta bukak pintu kamarnya dengan perlahan dan pelan, agar tidak ada orang yang mengetahuinya.

Callysta tak menyerah, kini ia mulai menyelinap kembali menuju kerajaan Filbert. Melihat penjagaan yang tidak begitu ketat hari ini, membuat Callysta memutuskan untuk memanfaatkan kesempatan ini untuk kabur. Ada sedikit rasa tak enak hati, karena dirinya pergi tanpa sepengetahuan dan seizin keluarganya. "Semoga saja, Ibunda dan Ayahanda tidak marah kepadaku," batin Callysta memandangi Ibundanya yang sedang berada di kamar bersama ayahandanya.

Dengan penuh keberanian, Callysta mulai melangkahkan kaki menuju kerajaan Filbert, ia hiraukan segala ketakutannya. Padahal nyawanya kini sangat terancam jika ia keluar tanpa ada yang menemaninya. Pasti banyak sekali penyihir di luar sana yang sudah mengincarnya.

"Callysta kamu harus berani! Aku yakin, kalau aku akan sampai ke negeri Biru dengan selamat, walau pun hanya sendiri ke sana," batin Callysta yang tak henti-hentinya, menyemangati dirinya.

Dan iya, kesempatannya kali ini berhasil, ia sudah berada di luar kerajaan, menaiki kereta kudanya sendiri menuju kerajaan Filbert.

Baru pertama kalinya Callysta mengendarai kereta kuda itu dengan begitu kencang, agar lekas sampai ke tempat yang ia tuju. Untung saja selama perjalanannya tidak ada kendala sedikit pun. "Syukurlah aku sampai dengan selamat," ucapnya sembari meminggirkan kereta kudanya agar tidak menghalanginya masuk ke dalam Kerajaan Filbert.

Sesampainya di sana, dengan segera Callysta masuk ke kerajaan, terlebih dahulu Callysta izin dengan kedua orang tua Filbert. Dan mereka pun mengizinkannya dan malah menghantarkannya juga ke ruangan di mana Filbert kini berada.

Mereka tinggalkan Callysta sendiri di ruangan tersebut, bersama Filbert yang sudah diam tak bisa melakukan apa-apa.

"Saya tinggal sebentar, ya. Ingat jangan deketi garis itu," ucap Ratu Lusia yang sudah beranjak pergi, setelah mendapat anggukan dari Callysta. Menandakan jika Callysta, mengiyakan ucapan Ratu Lusia.

"Hai Filbert," sapa Callysta yang tersenyum tipis. Hanya rasa bersalah dan penyesalan saja yang kini tercipta di hatinya.

"Apa kamu tidak merindukan kebersamaan kita berdua? Ayo Filbert, lekaslah sembuh! Banyak sekali orang di luar sana yang sedih dengan kondisimu yang seperti ini, termasuk juga aku, Filbert." Callysta pandangi tubuh Filbert itu, hanya Callysta dan Filbert saja yang mengetahui jika Filbert. Selain terkena kutukan itu, juga terkena kutukan lain yang belum bisa disembuhkan sampai sekarang. Callysta tidak bisa membayangkan, betapa sakit tubuh Filbert. Terkena dua kutukan sekaligus dari orang yang sama, yaitu Titanium Edelweis.

Callysta dekati tubuh Filbert secara perlahan, walau sebenarnya sudah dilarang keras oleh semua orang di sana, karena takut terjadi apa-apa juga dengan Callysta. Namun, Callysta sudah tak tahan lagi dengan apa yang ia rasakan ini. Tanpa sadar, Callysta sudah menyentuh tubuh Filbert dengan air matanya yang secara berkala keluar kembali membasahi pipinya. "Tolong lekas kembali seperti semula, Filbert!" Callysta terus mengucapkan kata-kata itu, berharap jika Filbert akan segera pulih dan mendengarkan apa yang Callysta ucapkan.

Callysta tidak sedikit pun merasakan apa-apa saat menyentuh Filbert, tapi selang beberapa menit kemudian, tubuh Callysta seakan begitu sakit. Dan orang-orang yang baru saja masuk ruangan tersebut begitu terkejut melihat perilaku Callysta yang begitu nekat itu.
"Filbert maafkan aku, karena aku kamu jadi seperti ini," ucapnya yang memeluk tubuh Filbert yang sudah menjadi batu.

"Aku tidak mau terjadi apa-apa denganmu Filbert, karena aku begitu mencintaimu, hanya saja aku malu untuk mengutarakan itu semua."

Callysta belum melepaskan pelukannya. Namun, ia merasakan hal aneh, dari yang tadinya keras kini telah berubah menjadi tidak keras kembali. Dan malah seakan, tubuhnya begitu lemas dan sudah tidak kuat lagi, dengan matanya yang sudah mulai kabur melihat kedatangan Ibundanya.

Hanya teriakan dan tangisan histeris yang tercipta di ruangan itu. Ratu Amira yang baru saja sampai di sana, begitu shok. Melihat putrinya yang sudah tergeletak lemas di lantai yang begitu dingin dan bersebelahan dengan tubuh Filbert yang sudah kembali seperti semula.

Sungguh, bercampur aduk yang dirasakan orang-orang di sana. Meraka bahagia, karena akhirnya Filbert kembali seperti semula. Namun, meraka juga sedih karena melihat Callysta yang sudah tergeletak jatuh dengan wajahnya yang sudah begitu pucat.

Dengan segera, Callysta dibawa ke suatu tempat di mana Callysta nanti akan diobatinya agar kembali seperti semula. Mengingat begitu lemah, denyut nadinya.

***

Chapter 37 update lagi guys!🥳

Jangan lupa tinggalkan jejak, ya! Mau di krisar juga boleh. Dengan senang hati, menerimannya.

Apakah Ada yang ingin ditanyakan? Jika Ada langsung tulis aja dikolom komentar, ya!

Selamat menungu dan membaca kelanjutan ceritanya.

Papai 🤗

Princess Callysta  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang