26 || Princess Callysta

113 19 3
                                    

Selamat membaca 🤗
Jangan lupa vomentnya!
.
.
Dengan kondisi yang masih sangat lemah, Filbert bersi keras untuk melanjutkan perjalanannya. Hampir seluruh tenaga terkuras akibat berubah wujud.

Baru saja menyeimbangkan tubuh, tiba-tiba saja berbagai penyihir datang menghampirinya. Dalam kondisi lemah seperti ini, Filbert takut jika ia tidak bisa membantu Callysta.

Beberapa Penyihir itu sudah melingkari Callysta dan filbert. Tidak sedikitpun celah untuk mereka berdua kabur. Jika sedikitpun salah melangkah yang ada hanya akan membuatnya terperangkap.

Kini mereka berdua terkepung beberapa penyihir, nampaknya penyihir itu mengetahui jika Filbert yang biasanya selalu menolong Callysta sedang lemah dan inilah saatnya mereka untuk menyerangnya dan mengambil alih Callysta ke tangannya. Berbagai tatapan yang didapat Callysta dari penyihir yang sepertinya sangat tidak sabar untuk mengambilnya.

"Hai, Callysta!" panggil salah satu Penyihir yang sudah berada di
Koksebelahnya. Tangan penyihir yang tadinya ingin menarik Callysta ditapis begitu saja oleh Filbert.

Callysta sontak mundur dan berada di belakang tubuh Filbert. "Filbert, lebih baik kamu kasih Callysta kepadaku dan aku jamin kamu pulang dengan selamat, gimana?" ucap penyihir tua yang begitu menyeramkan yang mencoba untuk meminta baik-baik kepadaka Filbert.

Penyihir itu bisa dibilang sudah tua, tapi jangan sangka kekuatannya begitu lemah, yang ada ia merupakan penyihir nomer dua setelah Titanium. Begitu kuat dan tak terkalahkan, hanya seseorang pemuda yang bisa mengalahkannya. Namun sayang, pemuda yang di maksud itu belum diketahui dengan pasti siapa orangnya.

"Anda kira Callysta itu apa? Langkahi dulu aku sebelum mengambil Callysta!" perintahnya yang hanya mendapat senyuman sinis dari penyihir tua itu.

"Baik kalau itu maumu," jawabnya yang sudah mulai ancang-ancang ingin menyerang Filbert dan Callysta. Dan penyihir yang lain pun ikut membantu.

"Bagaimana ini, Filbert?" tanya Callysta yang begitu bingung harus menyerang penyihir yang mana dahulu. "Selalu saja begini, di saat nyawaku terancam aku tidak bisa berpikir jernih," batin Callysta mengigit ujung jarinya, yang matanya tak lepas melihat kearah beberapa penyihir didekatnya.

"Tenang saja, lebih baik kamu mundur biarkan aku saja yang melawan," jawab Filbert yang juga telah siaga dengan menghiraukan segala rasa sakit dalam tubuhnya.

"Tidak! Aku juga akan ikut melawannya."

Penyihir itu menyerangnya mendadak di kala Callysta dan Filbert sedang berbicara. Serangan tersebut membuat tubuh mereka sedikit terseret mundur. Goresan setiap goresan terbentuk di kulit putih dan mulus Callysta yang seketika mengeluarkan cairan merah, yang membuat beberapa penyihir kian mendekatinya.

Callysta tak mempedulikan luka di tangannya, yang penting ia menyelamatkan Filbert terlebih dahulu di bawah pepohonan yang tak jauh dari sana, agar Filbert istirahat kembali dan tidak menambah rasa sakit di tubuhnya.

Dengan segala keberaniannya, Callysta mulai menyerang satu-persatu penyihir tersebut dan ia membuka kembali sesuatu yang pernah di berikan Cordelia waktu itu.

"Mungkin saatnya aku mengunakan pemberian dari Cordelia waktu itu," batin Callysta yang mulai membuka secara perlahan.

Saat ditaburkannya, penyihir itu nampak tertawa terbahak-bahak melihat apa yang di lakukan Callysta. Namun, dengan sekejap juga penyihir tersebut sudah hilang dari tempat tersebut dimakan oleh bunga pemakan segala.

"Tidak!!!" teriak innpenyihir tua yang sudah mulai tak tampak lagi dan dimakan beberapa tumbuhan yang ditaburkan oleh Callysta dan setelah itu tumbuhan itu kian menghilang juga entah ke mana.

Setelah melihat beberapa penyihir mulai hilang, Callysta memutuskan untuk kembali menghampiri Filbert dan membawanya ke suatu tempat untuk diobatinya.

***

Callysta nampak bingung dengan apa yang akan dilakukannya untuk mengobati Filbert. Namun, ia mencoba mengingat kembali apa yang telah di ajarkan kakek tua waktu itu. Callysta mulai mempraktikkannya ke tubuh Filbert. Walau sebenarnya ia masih begitu ragu, tapi apa salahnya mencoba, harap-harap Filbert dapat pulih seperti semula.

"Filbert," ucap Callysta yang melihat Filbert yang seketika tubuhnya jatuh ke tanah.

"Kenapa jadi seperti ini? Bukanya ini ilmu yang telah diajarkan kakek itu?" ucap Callysta yang terus bertanya-tanya dipikirannya.

"Baa!." Filbert mengagetkan Callysta yang sedang terlamun melihatnya. Seketika Callysta berdiri dan membiarkan Filbert yang masih terduduk di tanah itu.

"Jangan marah dong, Callysta," bujuk Filbert yang hanya mendapat wajah kecut Callysta.

"Iya," jawabnya yang langsung masuk ke sebuah gua yang tak jauh dari tempat perkelahiannya tadi dengan beberapa penyihir jahat.

Di Gua itu, mereka berdua kembali beristirahat sejenak dan memikirkan apa yang harus dilakukan untuk melanjutkan menuju perjalanan selanjutnya. Tanpa disangka perjalanan mereka menuju kerajaan tinggal sedikit lagi.

"Kenapa kamu tersenyum-senyum sendiri?" tanya Filbert yang begitu aneh dengan sikap Callysta yang sedari tadi senyum-senyum tanpa sebab.

"Aku sedang membayangkan nanti kalau aku bertemu keluargaku, Filbert. Apa mereka masih ingat dengan wajahku, ya?" tanya Callysta kembali yang begitu risau jika sudah sampai nanti keluarganya tidak mengenalinya.

"Tenang saja pasti keluarga kamu masih ingat, kok," ucap Filbert meyakinkan Callysta yang sudah begitu risau dibuatnya.

"Kenapa kamu bisa yakin seperti itu?"

"Karena setiap beberapa bulan sekali, aku diam-diam memfotomu dan aku titipkan kepada Canoa.

"Foto? Tahu darimana kamu tentang foto? Bukanya ...."

"Walau aku bukan asli dari duniamu dulu, aku juga mengerti, lah." Callysta tak henti-hentinya menahan tawa setiap apa yang diucapkan Filbert. Filbert yang menyadari itu hanya mampu menatap tajam Callysta agar membuat Callysta terdiam menertawakannya.

Dalam istirahatnya, tiba-tiba saja ada seseorang yang menghampirinya dengan menggunakan cadar hitam, begitu sulit untuk di kenalinya mengingat seluruh tubuhnya tertutup dengan pakaian cadar tersebut.

Karena begitu penasaran Callysta membuka paksa cadar tersebut dan setelah di buka ternyata orang tersebut ialah orang yang ia kenal.

"Tega, ya, kalian berdua selama ini membohongi aku!" Callysta kembali berucap dan tak percaya dengan semua yang dilihatnya.

"Datanglah kemari Callysta sayang," pinta Titanium yang mencoba membujuknya agar ikut kembali kepadanya.

"Tidak! Aku tidak mau ikut denganmu lagi, kau pembohong!" kesal Callysta yang sudah begitu tak terkontrol, atas ulah Titanium dulu yang membuat seakan Titanium baik dan menutupi segala kebenaran yang ada.

"Callysta sulit sekali kau diajak bicara, apa maumu sekarang?"

"Yang kumau sekarang lebih baik anda pergi dari sini!"

"Apakah kalian tidak mendengar ucapan Callysta tadi?" sindir Filbert.

"Dan kamu juga Baldric, pergi dari sini!"

"Okey, kali ini kita akan pergi, tetapi kita akan kembali lagi untuk datang mengambilmu Callysta. Tunggu saja waktu itu! Dan kau Callysta akan kupastikan menjadi miliku," ucapnya penuh penekanan Titanium yang meninggalkan gua dan pergi kembali ke asalnya. Entah apa yang membuat Titanium tidak melakukan perlawanan, tapi Callysta dan Filbert yakin jika di balik itu Titanium sudah merencanang beberapa rencana untuk mendatanginya kembali.

"Sudahlah jangan pikirkan lagi Titanium! Kamu harus yakin kalau kamu akan selamat selama kamu ada di dekatku." Filbert memegang kedua tangan Callysta yang begitu dingin ketakutan dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Tugas kamu hanya menunggu Callysta! Kalau sudah waktunya aku akan balik menghampirimu kembali, hahaha ...," batin seseorang yang mulai menghilang dari tempat tersebut.

***

Udah update, nih! 🤗 Ikuti terus kelanjutan ceritanya, ya!

Princess Callysta  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang