15 || Princess Callysta

304 62 0
                                    

Selamat membaca 🤗
Jangan lupa vomentnya!
.
.
Pagi ini tak seperti biasanya, Titanium yang biasanya selalu membangunkan Callysta setiap pagi. Kini, ia tidak membangunkanya. Karena begitu aneh, Callysta mencoba mencari-cari keberadaan ibunya.

"Ibu," panggil Callysta yang tak kunjung ada sahutan dari Titanium.

Satu persatu ruangan sudah dicarinya dan tetap saja tidak ditemukan. Saat ingin kembali menuju kamarnya, tak sengaja ia menyengol meja yang mana di atas meja tersebut terselip selembar kertas yang di lipat dan Callysta membuka perlahan lipatan kertas tersebut.

"Tidak," ucap Callysta setelah membaca surat dari ibunnya yang berisi surat izin untuk pergi ke suatu tempat, tetapi tidak disertakan alamat ataupun tempat yang akan Ibunya tuju. Sebenarnya Callysta sudah tak heran dengan Ibunya yang selalu saja pergi tanpa memberi tahu tempat yang akan ia tuju, tapi entah mengapa perasannya kini tak seperti biasanya.

"Aku Harus cari Ibu di mana?" ucapnya yang kian resah.

"Mengapa Ibu selalu saja kalau pergi tidak memberi tahuku, ia pergi ke mana? dan di mana tempat yang ia tuju?" batin Callysta yang begitu kesal yang harus menebak-nebak lagi tempat yang kira-kira Titanium kunjungi.

Begitu lelah ia memikirkan hal tersebut, Callysta pun memutuskan untuk mandi dan melanjutkan kembali mencari di mana ibunya sekarang, ya walaupun ia tidak tahu keberadaannya di mana.

***

"Putri Callysta," panggil salah seorang cewek yang tak lain adalah Cordelia, teman sekolahnya yang ternyata sedari tadi sudah berada di depan rumahnya.

"Hai Cordelia," jawabnya dengan melambaikan tangannya kembali di balik jendela kamarnya. Dan Cordelia pun mengunakan kekuatannya untuk menuju kamar Callysta secepat kilat.

"Kenapa kamu begitu gelisah seperti itu putri Callysta?" tanya Cordelia yang ternyata sedari tadi melihat setiap gerak-gerik yang di lakukan Callysta.

2 menit lamanya tak kunjung ada jawaban dari Callysta yang ada Callysta hanya melihati lingkungan luar rumahnya dibalik jendela kamarnya itu.

Cordelia pun mencoba mendekatinya, harap-harap Callysta dapat terbuka kepada dirinya. "Ada apa sebenarnya? Dari tadi aku lihat sepertinya putri Callysta mencari seseorang, ya?" Cordelia langsung dapat menebak apa yang di pikirkan Callysta.

"Emm ... Iya, aku begitu risau dengan ibuku, yang selalu saja pergi tanpa memberi tahu diriku terlebih dahulu."

Cordelia hanya diam. Walaupun ia tahu, tempat yang sekarang mungkin Titanium tuju. Karena ini belum saatnya untuk memberi tahu tentang kebenaran ini. Jadi, Cordelia memutuskan untuk pura-pura seolah tidak tahu, tentang keberadaan Titanium di hadapan Callysta. Lagi pula jika Callysta di beri tahu sebenarnya. Belum tentu ia akan percaya dengan ucapannya, yang ada dia malah di tertawakan oleh Callysta.

"Sudahlah jangan risau, nanti Ibumu juga pulang," ucap Cordelia yang mencoba untuk menenangkan Callysta.

"Iya."

"Putri masih ingatkan, kalau hari ini kita latihan?" tanya Cordelia.

"Hampir saja aku lupa, baiklah kita mulai sekarang saja ya. Aku tutup dulu pintu rumah, baru kita nanti pergi latihan bersama," ucapnya dengan penuh antusias walau sebenarnya dalam hatinya masih belum begitu tenang memikirkan keberadaan Titanium.

Dan Cordelia pun bahagia mendengarkan itu karena Callysta mau di ajaknya untuk latihan. "Okey, aku tunggu di bawah, ya." Callysta pun menganguk.

***

Baru saja beberapa hari Callysta latihan, tapi ia sudah mampu memahami dan menyerap setiap apa yang diajarkan Cordelia kepadanya. Cordelia tak heran jika Callysta dapat dengan mudah menyerap segala ilmu yang di ajarkannya. karena sebenarnya dalam dirinya sudah terdapat suatu kekuatan, tetapi hanya saja ia belum bisa menggunakannya.

Cordelia tersenyum dan bahagia melihat perkembangan Callysta yang kian hari kian menambah ilmunya. Hanya saja sangat sulit untuk membuat kekuatan yang ada di dalam diri Callysta keluar, karena dirinya sendiri juga masih bingung bagaimana caranya, tapi dia pernah dengar jika kekuatan itu bisa keluar jika Callysta terdesak dan kekuatan itu hanya mampu dikendalikan dengan hatinya. Entah itu benar atau tidak, yang pasti Cordelia akan mencoba untuk mencari tahu tentang kebenaran itu.

"Putri Callysta lebih baik kamu istirahat terlebih dahulu. Apalagi mengingat putri sudah sedari tadi latihan."

"Nanti dulu ya, ini sebentar lagi juga selesai."

"Baiklah, tapi kalau sudah lelah istirahat saja, ya. Jangan dipaksakan," teriak Cordelia karena begitu berjauhan antara tempat Callysta berlatih, dengan dirinya yang sedang duduk bersemedi di bawah pepohonan yang begitu rindang.

Cordelia mengamatinya kembali, setiap gerakan yang dilakukan Callysta dan iya sempat berpikir jika mungkin dalam waktu dekat ini ia akan membawanya pergi dari sini menuju asal dimana Callysta berada.

"Huft."

"Wih, aku salut dengan semangat kamu Putri Callysta. Aku yakin jika waktu itu telah tiba kamu sudah siap untuk melalui setiap rintangan yang ada dan membuktikan setiap kebenaran yang seharusnya kamu ketahui dan suatu kebahagiaan yang kamu seharusnya dapatkan."

Callysta hanya diam sembari menganguki ucapan Cordelia, walaupun sebenarnya ia belum begitu paham dengan setiap apa yang di ucapkan Cordelia tentang kebenaran dan suatu kebahagiaan.

Jam sudah menunjukkan 17:00 mungkin sudah cukup untuk latihan hari ini bersama Cordelia. Callysta pun memutuskan untuk mengajak Cordelia pulang.

"Cordelia sepertinya hari sudah kian gelap, lebih baik kita lanjutkan besok lagi ya latihanya."

"Iya putri Callysta, aku akan mengantarkanmu pulang."

Namun, saat ingin melangkahkan kaki untuk pulang, tiba-tiba saja terdapat suara sesuatu yang jatuh ke tempat semak-semak dekat lapangan tersebut, karena begitu penasaran. Callysta memutuskan untuk melihatnya.

"Suara apa tadi putri Callysta?" tanya Cordelia dari belakang yang baru saja menghampiri Callysta.

"Entah aku pun tidak tau," jawabnya yang masih terus mencari sumber suara tersebut, langkahnya kini terhenti setelah melihat seekor burung merpati yang terjatuh dan tak bisa terbang kembali karena sayapnya terluka dan Callysta pun mengobatinya dengan sangat hati-hati.

Di sisi lain, nampak Cordelia yang begitu hafal dengan burung merpati tersebut, mengingat hanya ada jenis burung merpati seperti itu saja yang pernah ia lihat di dimensi lain.

"Syukurlah untung saja hanya luka kecil, lain kali kamu hati-hati burung merpati," ucap Callysta yang menaruh kembali burung merpati tersebut ke atas pohon.

"Hatimu begitu baik Putri Callysta, semoga saja kamu lekas mengetahui siapa dirimu sebenarnya," batin Burung merpati tersebut yang mengamati Putri Callysta dan Cordelia yang kian menjauh untuk pulang ke rumahnya.

"Ewh ... sial! Kenapa sih, burung merpati itu selalu saja menggagalkan rencanaku? Tapi lihat saja, suatu hari nanti aku pasti bisa memilikimu seutuhnya Callysta. Hahaha. Tidak ada yang boleh memilikimu selain aku. Dan burung merpati itu, kalau aku ketemu lagi denganmu, aku pastikan kau mati di tanganku!!!" batinya seseorang yang hanya memapu mengamati kepergian Callysta dan pulang dengan tangan kosong saja.


***

Jangan lupa kasih bintang, komen dan ajak temen-temen yang lain untuk baca cerita aku, ya!

Jika masih di temukan kesalahan dalam penulisan, harap di maklumi 🙏

Jangan lupa terus kelanjutan Cerita Princess Callysta😁

Princess Callysta  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang