23

17K 2.5K 397
                                    

Taeyong melambaikan tangan kearah pak Kim yang sudah masuk pintu keberangkatan. Sementara Jaehyun yang berada disampingnya hanya terdiam memandang tubuh pelayannya itu hingga menghilang tertutup oleh pintu kaca tersebut.

"Aku akan merindukan pak Kim." Guman Taeyong.

Jaehyun tak mengatakan apa-apa, hanya membalikkan tubuhnya dan pergi meninggalkan Taeyong yang menatapnya bingung. "Paman tunggu aku!"

Mereka berjalanan beriringan dalam keheningan. Itu tercipta hingga keduanya sudah berada didalam mobil Jaehyun.

"Kau mau mengambil berang-barangmu dulu?" Tanya Jaehyun tanpa mengalihkan pandangannya dari jalanan didepannya.

Taeyong mengangguk. "Ya. Hanya mengambilnya saja, aku sudah menyiapkan semuanya didalam tasku." Kedua matanya kini menatap Jaehyun dengan tubuh yang sedikit dimiringkan. "Aku masih bingung mengapa paman membolehkanku untuk tinggal dirumah paman?" Tanyanya dengan satu alis terangkat.

"Mengapa harus bingung? Bukankah sudah jelas bahwa kau harus merawat ayahku?" Jaehyun sedikit melirik kearah Taeyong. "Seharusnya yang bertanya adalah aku, mengapa kau mau merawat ayahku?"

Kedua mata Taeyong sedikit mengerjap. "T-Tentu saja, aku adalah orang baik. Jadi tidak ada salahnya jika merawat orang lain. Lagipula, aku merasa seperti sedang merawat kedua orang tuaku.." ucap Taeyong dengan memelankan ucapannya diakhir.

"Awalnya aku juga memikirkan ini. Tapi-" Jaehyun menggantungkan kalimatnya. Seketika Jaehyun membawa mobilnya dengan pelan; entah Taeyong menyadarinya atau tidak.

"Kau sangat dekat dengan pak Kim. Seolah sudah kenal sangat lama."

Jaehyun tak menyadari bahwa Taeyong membulatkan kedua matanya selama beberapa detik. Namun Taeyong hanya tersenyum, dan mulai menyandarkan tubuhnya. "Bukankah aku memang seperti ini? Sangat mudah bagiku untuk akrab dengan orang lain, apalagi orang sebaik pak Kim." Jelasnya sebelun kembali melanjutkan. "Ah tidak, hanya satu orang yang tidak bisa akrab denganku."

Jaehyun kembali melirik Taeyong, menunggu jawabannya.

"Bibi Chaeyeon." Ucap Taeyong dengan senyum kecutnya. "Aku tidak tahu mengapa bibi Chaeyeon selalu sinis setiap kali melihatku. Padahal aku sangat ingin berteman baik dengannya." Bohongnya.

"Tidak akan bisa. Ia tidak suka berteman." Dengan bocah bar-bar sepertimu. Lanjutnya dalam hati.

"Benarkah? Lantas, mengapa paman bisa bersama dengannya?" Kali ini Taeyong benar-benar menatap wajah Jaehyun. "Jika dilihat-lihat, paman juga bukan tipe orang yang suka berteman."

"Entahlah, aku juga tidak ingat." Jawabnya singkat.

Taeyong menegakkan tubuhnya. "Aneh sekali. Seharusnya paman mengingat hal indah seperti itu." Taeyong sedikit menatap lakmat raut wajah Jaehyun yang terlihat datar. "Bahkan aku saja masih mengingat bagaimana mantan kekasihku saat menyatakan cintanya dulu." Lanjutnya.

"Kekasihmu.. seorang pria?" Tanya Jaehyun sedikit ragu.

"Pria dan wanita. Aku pernah menjalin hubungan dengan wanita karena aku ingin merasakan bagaimana menjalani hubungan orang normal." Taeyong berdecih sekilas. "Ck, ternyata sangat membosankan."

Tatapan Taeyong kini beralih ke jendela disampingnya. Menatap jalanan yang cepat berlalu dengan pikirannya yang melayang. "Dulu aku adalah seorang anak yang pemikir. Aku takut bagaimana pemikiran orang lain tentang diriku yang tidak normal ini. Jadi aku mencobanya saat seorang wanita menyatakan cintanya padaku." Kekehan keluar dari bibir ranumnya. "Tapi itu tidak bertahan lama. Aku sadar bahwa aku tidak bisa mencintai lawan jenisku, dan jika ku paksakan, aku akan merenggut kebahagiaanku sendiri. Aku memiliki motto hidup, bahwa kebahagianku lebih penting dibanding ucapan orang lain."

Paman, Next Door [JAEYONG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang