Mas Baik Hati

535 30 1
                                    

Ayam berkokok sangat kencang di pagi hari. Embun menggenangi dedaunan hijau yang segar. Angin pagi sangat sejuk menerpa tubuhku saat ini.

Aku melangkah berjalan melewati batu-batu setapak yang mengarah ke arah sungai di bawah sana. Aku berniat untuk berjalan-jalan sebentar sebelum aku kembali bekerja esok hari. Aku mengusap keningku yang terkena tetesan air yang jatuh dari atas pohon.

Air deras mengalir dan kicau burung membuat perpaduan iringan suara yang indah. Hah tempat ini sangat nyaman. Pohon-pohon bergoyang seakan mereka sedang menari sekarang.

Disini aku sekarang. Duduk di atas batu besar dengan kaki yang ku celupkan kedalam air yang dingin ini. Rasanya aku ingin berendam sekarang berenang mengikuti aliran sungai ini berada.

" Di sini ternyata kamu berada". Ujar seseorang dari arah belakang.

Kenapa harus dia lagi?

" Aku mencari mu kemana-kemana, ternyata disini lagi ngomong sendiri seperti orang gila." Ujarnya meledekku.

Aku mencipratkan air ke wajahnya biar ia tau rasa. Selalu saja menganggu ketenanganku.

" Kamu gak ada kerjaan apa selain menggangguku." Ucapku kesal melihat wajahnya yang menatapku aneh.

" Aku rindu sama kamu saat pertama kali kita bertemu." Lelaki itu duduk disebelahku dengan kaki yang ia celupkan ke dalam air. Sejak kapan pria itu melepas sepatunya.

Deg!. Bukan! Bukannya aku grogi jika harus duduk dengan jarak yang begitu dekat dengan posisi pria itu sekarang disampingku. Tapi ucapannya yang membuat dadaku sedikit berdetak tak berirama.

" Lebay." Kataku sambil melangkah menjauhi dia menuju batu di depannya. Sekarang aku malah berhadapan dengannya.

Aku menggerakkan kakiku membuat air mengenai celana kainku dan sedikit basah bagian bawahnya. Aku gugup ketika lelaki itu menatap ku tanpa henti.  Matahari menyembul dari sela-sela dedaunan dan mengenai wajahku, membuatku sedikit menghindar dari sinarnya.

" Ternyata kamu tambah cantik jika terkena sinar matahari. Kulitmu sangat berseri-seri walau tak terlalu putih." Katanya tersenyum kepadaku.

Aku mengernyit, " Bilang aja kalau aku ini hitam. Tak usah kamu putar balikan fakta." Ucapku sinis.

" Tidak kulitmu tidak hitam tapi kuning langsat. Dan sangat manis. Entah kenapa aku suka sekali memandangmu sekarang." Balasnya sambil mengambil sepatu yang ada disampingnya.

Tiba-tiba suasana di sekelilingku mendadak sunyi. Aku mengangkat wajahku perlahan dan melihat dia memakai sepatu satunya lagi.

" Kamu mau kemana?" Kataku sambil melangkah mengikuti lelaki di depanku.

Ia menoleh ke belakang dan melirik ke hutan.

" Mau berkeliling hutan. Kamu mau ikut?". Ucapnya sambil terus berjalan mengarah ke hutan.

" Tidak. Nanti ketemu orang jahat." Kataku

" Tidak akan . Kan ada saya." Jawabnya sambil tertawa.

" Mau ikut." Tangannya mengadahkan ke arahku.

Akhirnya aku mengikuti dia dan berjalan dibelakangnya. Tanah yang kami pinjak sedikit basah mungkin karena hujan semalam. Aku melihatnya yang masih saja berjalan tanpa memperhatikanku yang susah melangkah.

Akhirnya ia tersadar saat aku tak bersamanya lagi. Terlihat saat dia menoleh kebelakang untuk melihatku. Ia bingung saat aku menatapnya sedih.

" Kenapa?" Kata lelaki itu sambil memperhatikan wajahku. Lama-lama aku jadi risih.

" Jalannya becek Mas." Keluhku sambil menarik napas panjang. Aku tak tau lagi harus memanggil dia dengan sebutan apa. Karena saat ini aku tidak tahu namanya siapa.

" Terus?" Tanyanya lagi. Kenapa lelaki itu tidak peka sih.

" Ini." Ucapku sambil menunjukan sepatu pink ku yang kotor.

" Yaudah nyeker aja." Ucapnya santai.

" Gak mau nanti kalo ada lintah gimana?". Sahutku

" Ya tinggal di iseplah darahmu." Sahutnya.

Aku bergidik ngeri melihat kakiku di hisap oleh lintah. Ide terlintas di pikiranku.

" Bagaimana kalau Mas gendong saya." Sahutku sambil nyengir.

Kulihat ia memasang wajah datar dan  berjalan ke arahku.

" Naik." Ucapnya ketika ia memberikan punggungnya untuk aku naiki.

" Meskipun terlihat cuek, tapi ia tetap perhatian. Manis" batin Meira.

Aku tersenyum melihat perlakuannya yang manis. Lelaki ini memang bertanggung jawab dan baik. Tapi tetap saja ia menyebalkan waktu pertama bertemu.

                                  ***

Matahari mulai beralih tempat menjadi di atas kepala dua insan yang sedang asik dengan kesibukannya masing-masing. Walau sekarang Meira berada di gendongan Arga tak membuat Meira menghentikan aktivitasnya mencoel telinga Arga. Membuat Arga agak risih oleh ulah perempuan itu.

Meira bisa menghitung berapa senti jarak antara wajahnya dan wajah Arga. Sangat dekat, sampai ia bisa mencium aroma tubuh lelaki itu. Detak jantungnya semakin menggila bersamaan dengan semakin lamanya Arga menggendongnya.

Perempuan itu bingung harus lakukan apa. Akhirnya ia lebih memilih menutup matanya berpura-pura untuk tidur. Dan menyenderkan wajahnya di bahu kekar Arga.

Lelaki itu merasakan jika perempuan ini sedang bersandar santai di bahunya.

" Jangan tidur." Cetus Arga tiba-tiba. Sambil menggoyang-goyangkan badannya .

" Siapa juga yang tidur. Kamu, tuh, kelamaan gendong saya." Balas Meira galak.

" Sudah." Katanya kemudian lalu menurunkan Meira dari punggungnya.

" Pelan-pelan dong. Agresif banget." Sahut Meira ketus.

" Udah di gendong gak terima kasih." Keluhnya lalu meninggalkan perempuan itu sendiri.

" Mas jangan tinggalin saya." Perempuan itu mengejar Arga dan tak sengaja menabrak tubuh Arga dari belakang. Meira tidak sadar sedari tadi lelaki itu berdiam di tempatnya. Untung saja Arga dengan sigap menangkap Meira dari belakang.

Detak jantung mereka berdua berdetak abnormal.

" Aduh jantungku kenapa sakit banget." Batin Meira.

" Kenapa jantungku selalu berdetak kencang jika sedang bersamanya." Batin Arga.

Ia segera melepas pelukan Arga dan segera berpindah di depan Arga.

" Kenapa berhenti Mas?" Tanyanya

" Tidak apa-apa." Air keringat mengalir melewati hidungnya yang lancip itu. Dan wajah Arga yang berubah tegang itu tertangkap oleh penglihatan perempuan manis itu.

" Kamu kenapa?" Tanyanya lagi dengan raut wajah yang kepo.

" Saya menginjak ranjau." Nada suara Arga terdengar panik. Membuat Meira seketika menegang.

" Apa! Ranjau?". Ulangnya lagi.

Arga menatap Meira panik ia tidak tahu harus melakukan apa. Pikiran Arga mulai kalut sekarang.

Meira melihat wajah Arga yang mulai tegang dan beralih melihat sepatu Arga yang menginjak ranjau itu. Tapi raut wajah perempuan itu seketika kembali segar dan terlihat menahan tawa.

" Hahahahaha. Dia kira menginjak ranjau padahal kan hanya ranting kayu. Dasar bodoh!" Batin Meira.

Lampu kuning terbit di atas kepalanya. Seketika ia langsung memasang wajah sedih dan kasihan. Membuat Arga semakin khawatir akan nasibnya yang harus mati bunuh diri.

                                 ***

Seru gak guyss.
Terus baca ya. Komen bila perlu. Okk
Semoga gak ada playgiat ya gaess

HELLO! MY KAPTENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang