Tentang Arga

271 16 0
                                    

                                ***

Lampu pijar berwarna kuning dan putih mendominasi penerangan di barak ini. Suara tawa para Dokter dan Guru relawan yang sedang bercengkrama membuat suasana tak terlalu sunyi kelihataanya.

Saat ini Meira sedang memperhatikan teman-temannya yang sedang asik tertawa. Dan tentara yang baru datang pun ikut bergabung. Terlihat seru.

Meira pun berniat untuk pergi ke barak dokter meminta alkohol untuk mengobati luka akibat terkena kayu papan tulis yang rusak.

Ia berjalan di antara rak-rak obat-obatan yang berjejer rapi sesuai nama dan kegunaannya. Meira pun membaca obat yang akan ia pakai untuk membersihkan luka yang masih baru.

Ia terkejut ketika seseorang menegurnya dari belakang.

" Cari apa?" Ucap Hanin yang saat itu sedang mengabsen obat-obatan yang baru datang tadi pagi.

" Ohh. Kamu membuatku terkejut." Balas Meira sambil mengelus dadanya. Ia memang mudah terkejut tapi tak latah. Hanin hanya menyengir kuda.

" Kamu butuh sesuatu?" Tanyanya.

Meira mengangguk, " aku butuh alkohol." Balasnya.

" Buat apa?" Tanyanya lagi.

" Ini." Meira menunjukkan tangannya yang luka karena tergores kayu.

Hanin yang melihatnya tercengang lalu memegang tangan Meira dan melihat-lihat seberapa dalam lukanya.

" Sakit." Ucap Hanin khawatir.

Meira tersenyum masam, " hanya perih saja kalau terkena air." Sambil memandang tangannya yang di periksa Hanin.

Hanin tersenyum lalu membawa Meira untuk duduk di kursi perawatan. Ia berlalu untuk mengambil peralatan obat ringan. Meira melihat-lihat ruangan serba putih itu tersenyum. Ia saat ini sedang membedakan barak Guru dan barak Dokter. Ternyata beda jauh, disini lebih didominasi jarum suntik, infus, etanol dan obat-obatan lainnya dibandingkan dengan buku yang berjejer rapi di baraknya.

Hanin datang langsung membersihkan luka di tangan Meira dengan cekatan.

" Kita belum berkenalan." Ucap Hanin sambil membungkus tangan Meira menggunakan kain kasa.

Meira tersenyum, " namaku Meira. Namamu Hanin kan?" Sahutnya membuat Hanin menatapnya.

" Tau dari mana. Aku malah belum berkenalan dengan siapapun saat aku sampai disini." Balasnya bingung.

" Waktu itu kau menelepon Arga dan tak sengaja aku melihat namamu tertera di layar ponselnya." Godaku membuat ia salting.

" Aaa. Itu." Balasnya malu. Aku memandangnya sedikit kesal.

" Kau ada hubungan apa dengan Arga?" Sahutnya mengitimidasi Meira.

Meira yang di tanya begitu bingung harus menjawab apa terlebih lagi wanita ini sepertinya mengenal Arga lama.

" Hanya re-kan." Jawab Meira panik.

" Benarkah?" Hanin tak percaya dengan jawaban Meira. Ia menatap mata perempuan itu mencari kebohongannya.

Meira yang di tatap pun panik.

" Sudahkan. Kalau begitu aku permisi." Meira berdiri namun tangannya di tarik oleh Hanin.

" Kenapa buru-buru." Ucapnya.

Meira pun mendudukkan kembali bokongnya di kursi kayu itu. Dan menatap Hanin canggung.

" Arga tak menyakitimu kan?" Tanya Hanin.

" Maksudnya?" Tanya Meira heran. Kenapa perempuan ini bertanya seperti itu.

" Tidak aku hanya ingin tau saja bocah itu tak membuatmu menangis kan?" Tanya Hanin membuat Meira semakin bingung.

" Aku tak mengerti ucapanmu Han?" Balas Meira. Hanin menurutnya sangat ambigu.

" Arga itu sering membuat wanita menangis." Meira menatap Hanin.

" Sering?" Ulang Meira.

" Iya sering. Kau tak pernah di ceritakan olehnya. Bukankah kau pacarnya?" Meira terdiam mendengar pertanyaan Hanin. Ia berpikir hubungannya dengan Arga saja ia tak tahu sekarang. Sekedar teman, rekan ataukah lebih.

" Aku hanya temannya tak lebih." Balasnya sedih.

" Kenapa kau bisa tau banyak tentang Arga?" Tanya Meira balik pada Hanin.

" Aku adalah cinta keduanya." Hanin tersenyum membuat Meira semakin murung. Hanin sengaja membuat Meira sedih. Berarti Meira mencintai Arga.

" Cinta keduanya?"

" Iya. Aku kan kakaknya." Meira terkejut mendengar bahwa Hanin adalah kakaknya Arga. Realita macam apa ini, batinnya.

" Dan kamu cinta ketiganya. Maaf bila Arga tidak bisa menjadikanmu cinta pertamanya . Karena cinta itu untuk Bunda kami tercinta yang sudah pergi ketempat asalnya."

" Ketempat asal, maksudnya?"

" Bunda meninggal saat Arga berusia 12 tahun. Saat itu Arga dan bunda sedang berjalan-jalan di danau dekat rumah. Tiba-tiba pria berbadan besar menarik bunda. Namun bunda memberontak dan keluarlah pria bertopi menodongkan pistol kearahnya. Setelah itu bunda terbujur dengan darah di dadanya akibat tembakan oleh pria brengsek itu. Dan Arga masih trauma walau tak parah seperti dulu." Hanin menangis menjelaskan kejadian 16 tahun silam. Putri hanya bisa tercengang mendengarnya. Ia juga ikut bersedih atas kejadian yang di alami Arga dan Hanin.

" Kau juga ada disana?" Tanyanya.

" Iya. Aku keluar dari rumah bersama Ayah serta adikku Gama dan kami melihat semua itu." Hanin menangis sejadi-jadinya. Meira lalu memeluk dan mengelus badan Hanin memberikan ketenangan untuknya.

" Pejahat itu?"

" Ia dipenjara seumur hidup. Tapi karena ia adalah penguasa, ia membayar polisi untuk mengurangi hukumannya." Meira menahan emosi atas kelicikan pria itu.

" Lalu Ayah kalian, dimana sekarang?" Tanya Meira menatap Hanin yang menghapus air matanya.

" Sekarang Ayah di Jogja bersama Gama, sebentar lagi adalah hari kenaikan pangkatnya. Mungkin aku dan Arga akan berangkat kesana." Meira pun tersenyum.

" Siapa Gama?"

" Gama itu..." Hanin menghentikan ucapannya karena pintu terbuka kencang.

Tiba-tiba pintu terbuka menampilkan sosok Marnes disana.

" Mari ikut gabung." Ajak Marnes.

Perempuan itu akhirnya keluar dan  bergabung bersama rekan-rekannya yang saat ini sedang menikmati hidangan makan malam.

                                 ***
Dan sudah tau masa lalu Arga?

Ayo next part selanjutnya di sana tambah seru gaess

Aku akan update 1 hari 2 kali atau 1 kali gitu. Jadi sabar ya gess

HELLO! MY KAPTENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang