Surat Kesebelas

1.1K 118 16
                                    

Hai!

Pertama, aku ingin mengucapkan terima kasih dan bersyukur, karena aku merasa sangat lega setelah mengetahui bahwa Wattpad dan Ambassador LGBTQ+ Ina menyediakan wadah untuk kita menceritakan sedikit beban tanpa harus merasa terbebani. Surat ini mungkin akan menjadi surat yang panjang, will this be okay?

Aku seorang perempuan, karena terlahir begitu. Hidupku dulu, begitu sempurna seperti kehidupan para putri raja. Hehe. Lebay, ya? Setidaknya, buatku begitu ….

Sampai satu waktu, ada suatu masalah di kehidupanku yang bikin aku terkejut dan benar-benar kecewa. Pengkhianatan dan jatuh yang sejatuh-jatuhnya, bikin aku yang saat itu baru saja memasuki masa remaja bingung setengah mati. Gak tau harus ngapain, dan gak tau harus lari ke mana. 

Aku coba buat cari jawaban. Nyalahin diriku dan dendam sama ayahku untuk bertahun-tahun lamanya. Selalu mencoba untuk menghilangkan nyawaku sendiri, karena untuk apa aku hidup? Aku selalu dikecewakan, dan aku gak punya cinta yg cukup untuk diriku supaya aku bisa bertahan hidup. Tapi, sampai detik ini … aku justru masih tetap bernapas. Aku mencoba untuk memahami ini meskipun aku gak tahu apa aku harus bersyukur atau tidak. 

Sampai di satu titik, aku dipertemukan sama seorang perempuan yang bikin aku merasa nyaman. Aku suka dia tanpa aku sadari, dan dia adalah seorang biseksual. Aku mengagumi dia, tapi kupikir, cukup sampai di sana saja. 

Setelahnya, aku seringkali menangis dan bertanya-tanya. Kenapa aku harus merasa nyaman dan dimengerti sama orang yang sebenernya gak mungkin bisa aku milikin? 

Aku selalu ngerasa ketakutan, aku takut kalau ternyata aku memang suka sesamaku.

Dari sana, keadaan semakin menekan aku dan aku masuk ke kantor yang bener-bener toxic, padahal harapan awalku, aku hanya ingin membahagiakan saudara dan mamaku. Aku ingin berusaha menghilangkan luka yang adikku bawa tanpa sadar di dalam dirinya, karena liat dia trauma seperti itu bikin aku ngerasa bener-bener useless. 

Keinginan bunuh diriku semakin besar saat aku dapet perundungan dari bosku di kantor. Sampai aku bener-bener berpikir bahwa aku gak berguna. Tapi, di sana, aku justru kembali dipertemukan dengan perempuan baru di dalam hidupku. Seseorang yang selalu tahu kapan harus bersikap lembut, manis, dan dewasa untuk aku. Aku sayang dia, sangat. Dia memberikanku banyak pelajaran hidup walaupun gadis itu lebih muda dariku. Dia bkin aku percaya bahwa aku harus bisa bertahan hidup. 

Everything's perfect, sampai akhirnya perasaan kami semakin dalam. Aku pernah berpikir untuk nyusul dia dan tinggal bersama, tapi semakin aku sayang dia, semakin aku insecure dan sering nyiksa dia dengan perubahan emosiku yang gak tertebak. Akhirnya, aku milih untuk ngelepasin dia, walaupun itu bikin dia kesulitan selama dua minggu pertama kami putus. Tapi, bukannya itu lebih baik daripada aku harus nyiksa dia dengan aku yang gak stabil? 

Aku mulai coba kembali jalanin hidup walaupun susah. Beban hidupku semakin besar, tapi keinginan untuk bunuh diriku selalu bisa kutekan, gadis itu bener-bener ngajarin aku untuk tetap mempertahankan hidupku. 

Pada akhirnya, aku coba buat terbuka sama mamaku. Aku ngakuin betapa depresi dan frustrasinya aku dalam ngejalanin hidupku selama ini. Aku kasih tahu berapa kali percobaanku menghilangkan nyawa karena aku gak kuat. Dan, aku came out. Bilang kalau aku pernah beberapa kali pacaran dengan perempuan, dan gadis yang terakhir adalah yang paling berarti buatku. 

Kupikir, mama bakalan ngusir aku, ngebentak-bentak aku, dan memaki aku. Tapi dia cuma diem dan bahkan gak nangis sama sekali. Beliau cuma bilang, "Kamu hanya sedang melewati banyak sekali masalah. It's okay, semua akan segera berlalu."

Aku mulai merasa nyaman dengan hidupku. Sampai akhirnya sesuatu kembali mentrigger luka-luka lamaku. Anxiety dan ketakutan semuanya kembali nyerang aku di waktu yang bersamaan. Bahkan sekarang, aku ngerasa kalau mamaku sekalipun takut sama aku. Dia seringkali ngejauhin aku dari saudara perempuanku. Dan aku ngerasa kalau di dunia ini, aku bener-bener sendirian dan gak akan pernah ada manusia yang mau coba ngerti ataupun nerima aku. 

Aku, dan semua penyakit batinku … 

Dan untuk saat ini, aku cuma bisa mencoba bertahan. Aku gak ketakutan lagi dengan perasaanku terhadap wanita, aku mencoba untuk menerima dan bilang sama diriku sendiri, bahwa aku harus bersyukur. Karena kalau bukan karena mereka, mungkin saat ini aku udah gak lagi ada di dunia dan gak bisa memperbaiki apa yang harus kuperbaiki, melindungi apa yang harus kulindungi, menyembuhkan apa yang harus kusembuhkan. 

Hari demi hari berjalan, and it turns out to be aku yang ternyata gak hanya menyukai wanita, tapi semua orang tanpa batasan gender. Karena nyatanya, aku menerima siapa pun yang mendekati aku jika mereka memang mempunyai karakter dan kepribadian yang membuatku merasa nyaman. Aku menyukai mereka, mencintai mereka, menjalani komitmen dengan mereka yang memang sejalan, meskipun terkadang, rasaku tidak bergantung pada hal-hal yang berbau seksual. 

Yang aku tahu, aku hanya memiliki perasaan untuk mereka. Dan aku nyaman dengan perasaan itu. 

Sekarang, aku berusaha abai dengan semua kebencian dan ketakutan yang orang-orang tunjukkan kepadaku dan lukaku. Bagiku, selama aku tidak hidup dengan merugikan mereka, kupikir aku masih layak untuk menjejakkan kakiku di dunia. 

Kotak Surat LGBTQIAP+ IndonesiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang