Surat Keduapuluh Delapan

755 61 34
                                    

Salam makhluk bumi!

Uhm, sebelumnya, saya ingin meminta maaf; surat ini akan sangat panjang, berantakan, dan membingungkan (?). Yap, saya ingin bercerita. Saya juga berterima kasih kepada pemilik dan pengembang base kotak surat ini. Terima kasih banyak-banyak!!!

Jadi, saya terbilang masih muda. 15 atau 16 tahun? Saya tidak tahu pasti. Saya perempuan. Yah, bisa dibilang saya sudah menyimpang. Saya tidak tahu pasti, tetapi saya merasa, saya menyukai adik kelas saya, dan ia perempuan.

Awal mula saya tahu LGBT seperti ini, saat saya memasuki kelas enam sekolah dasar. Berawal dari kegemasan saya terhadap dua karakter lelaki di anime yang bermusuhan, tetapi terlihat sangat lucu apabila disandingkan. Sejak saat itu saya menjelajah YouTube dan Wattpad (iya, saya mengenal wattpad sejak kecil) tentang dua karakter tersebut. NaruSasu.

Kemudian, awal masuk sekolah menengah, saya mengenal dunia KPOP. Dan dalam dunia tersebut selalu ada pairing atau shipping sesama. ChanBaek, misal. Sejak saat itulah saya semakin masuk dalam dunia pelangi.

Padahal, lingkungan saya bisa dibilang religius (pun saya lulusan madrasah). Mereka juga sangat amat menentang LGBT. Teman-teman saya tak begitu menyukai skinship sesama jenis. Iya, bahkan sesama perempuan yang biasanya banyak skinship, di lingkungan saya jarang.

Akan tetapi, mengapa hanya saya yang terlihat sangat menyukai skinship dengan sesama? Begitulah sekiranya yang saya pikirkan dari awal tahun pertama sampai dengan pertengahan tahun kedua.

Ya, saya temukan teman satu kelas yang satu frekuensi dengan saya.

Juga, waktu itu kami bermain Roleplay, yang di mana kami menggunakan karakter lelaki.

Sejak saat itu, saya sedikit lebih berani skinship dengan teman satu frekuensi saya ini. Sampai-sampai sering dikata kami berpacaran, padahal kami mempunyai tambatan hati masing-masing.

Ya, gadis kecil nan manis itu. Awal mulanya, saya sering berpapasan—mungkin berbarengan?—di jalanan waktu berangkat atau pulang dari sekolah. Gadis itu selalu tersenyum manis dan menyapa, "Mbak ... "

Apa tidak gila?!

Lalu, setiap saya berpapasan dengannya di lingkungan sekolah, saya merasa kikuk (?). Tak dapat berbicara dengan benar. Pun bergelagat sangat aneh. Ya, saya sedang menenangkan degup jantung saya. Ditambah, dia selalu tersenyum dengan manisnya.

Bolehkah saya mendeskripsikan dia? Tubuhnya kecil, mungil—tingginya sebahu saya. Parasnya, cantik luar biasa—bagi saya. Senyumnya itu, semanis madu. Netranya, indah. Tenang saja, kalian boleh menyebut saya bucin akut, karena memang.

Duh, membayangkannya saja jantung saya berdegup kencang. Bagaimana ini?!

Pada tahun ketiga—terakhir, tahun ini—sekolah menengah pertama ini, saya semakin dibuat bingung oleh orientasi seksual saya. Saya memang masih suka, pun terkadang berteriak apabila melihat manusia tampan. Akan tetapi, ya, gadis itu. Ya, saat pertama melihat gadis itu saya mencoba menyangkal rasa; mencoba terlihat seperti manusia selayaknya biasanya. Namun, semakin saya menyangkal, semakin saya merasa cinta.

Pernah beberapa kali, saya seharian tak bertemu dengannya. Entah di lingkungan sekolah, atau perjalanan berangkat dan pulang. Saya betul-betul merasa ada yang kurang, karena hari biasanya saya bertemu dengannya. Lalu, ketika setelah sekian lama tak bertemu, akhirnya dipertemukan; saya ingin berteriak. Dada saya terasa sesak kala itu. Jantung ini serasa disko; jedug-jedug tidak karuan. Ditambah, ia tersenyum manis seperti biasa dan menyapa. Oh, tidak. Sungguh, ini nikmat Tuhan.

Tapi, tidak. Ini semua membuat saya semakin takut. Membuat saya memikirkan segala kemungkinan terburuk tentang dunia pelangi; dibenci, dikucilkan, dipandang menjijikkan, dan tidak dianggap ada dalam kehidupan.

Saya takut. Saya kecewa pada diri sendiri. Saya menyalahkan diri ini. Mengapa bisa saya yang terlahir di keluarga religius ini dan dengan lingkungan sekolah nan baik, bisa masuk ke dalam dunia pelangi?

Saya memang sudah menerima adanya dunia pelangi ini, tetapi saya masih tidak bisa menerima kenyataan bahwa saya pun masuk ke dalam dunia ini. Saya takut. Takut semakin dipandang sebelah mata oleh orang-orang. Takut orang yang sudah saya percaya, dan mempercaya saya, kecewa. Saya gelisah. Kalau orang-orang tahu bahwa saya menyukai gadis itu, bagaimana? Nanti ia juga ikut dikucilkan. Padahal ia tak salah?!

Saya merasa rasa ini membawa masalah. Tak hanya untuk saya, tapi juga untuk orang lain. Terlebih lagi untuk orang tua. Kekecewaan mereka terhadap saya pasti akan membuatnya berpikir bahwa pola asuhnya tidak baik. Padahal memang saya saja yang menyimpang. Bukan salah mereka.

Namun demikian, saya juga merasa bahwa dengan ini saya dapat membuka pikiran; memperluas pengetahuan; merasakan yang minoritas rasakan. Dengan ini, saya bisa membuka pikiran tentang beberapa perbedaan yang membuat minoritas dikucilkan. Pun perasaan mereka para minoritas.

Ahahaha, cerita ini sungguh panjang dan tidak jelas, 'kan? Saya mohon maaf. Kini saya ingin bertanya.

Jadi, sebenarnya, orientasi seksual saya itu apa? Apakah apabila saya masuk ke dalam dunia pelangi ini, saya melakukan kesalahan besar? Apakah semesta dan seisinya akan baik-baik saja ketika saya menyimpang? Apakah semua ... akan menerima?

Cukup sekian, saya ucapkan terima kasih, pun saya meminta maaf yang sebesar-besarnya!

Kotak Surat LGBTQIAP+ IndonesiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang