Sebelumnya saya berterimakasih pada tim ambassador lgbtina, berkat adanya kalian saya atau mungkin teman-teman semua jadi sedikit merasa bebannya terangkat.
Di sini saya hanya ingin menceritakan pengalaman saya jadi mohon maaf apabila nanti ada kata yang mungkin menyinggung, saya tidak pernah bermaksud seperti itu, ini murni curhatan.
Sebelumnya saya kasih tau dulu, saya itu cewe yang berpenampilan tomboy, saya sangat tidak suka hal yang ribet. Rambut saya sebatas bahu namun sikap saya banyak yang bilang layaknya cowo, bahkan tak jarang yang nganggap saya lebih tepat 'tampan' dari pada 'cantik'.
Semua berawal dari SMP, entah perasaan apa itu dulu aku belum mengenal dunia LGBT.
Dan semua berawal pada saat saya kelas 9, saya sangat dekat dengan cewe, dia selalu manja pada saya dan saya pun selalu memanjakan dia.
Saya maupun dia punya pacar cowo tapi ntahlah beda rasanya, kalo sama cowo ya hambar aja ngga ada yang greget.
Dan hubungan kita tidak jauh berbeda, saat mulai memasuki SMK kita jadi sibuk dengan dunia kita masing masing hingga akhirnya kita sama sama kadang bertemu hanya sebatas saling sapa.
Saya selalu menepis jauh, saya tidak pernah came out bahkan pada diri saya sendiri, saya selalu meyakinkan diri saya bahwa saya ini straight. Tapi perasaan saya selalu bertolak belakang.
Saat memasuki masa SMK kembali lagi saya mengalami rasa yang membuat saya cukup pusing, kali ini teman saya yang notabennya sama sama cewe, dia selalu bersikap aneh saat saya terlihat dekat dengan teman saya yang lain dia selalu marah bahkan pernah dia sampai ke rumah dan nangis dia cerita ke mamah kalo dia tidak suka saat saya berteman dekat dengan orang lain, saya pun memutuskan untuk sedikit menjauhi dia, mungkin ini egois tapi saya masih takut akan semua hal ini.
Tapi dia selalu berusaha mendekati saya, dia pernah bilang "aku nyaman sama kamu, tolong kamu jangan ngehindar terus" dan pada akhir kata dia mencium pipi saya, bahkan dia menangis dalam pelukan saya.
Hingga saat memasuki kelas 11 saya mempunyai perasaan yang begitu dalam sebut saja D, dia selalu terlihat dewasa, dia manis perlakuannya sangat hangat saya selalu nyaman saat berada di dekatnya.
Tapi saya selalu munafik saya berusaha keras menentang perasaan saya sendiri tapi apa yang saya dapat? Saya hanya semakin menyiksa diri dan perasaan saya.
Tapi, jujur saya sangat takut setiap kali berada di dekat dia, saya ingin melakukan hal hal lebih, hingga pernah kita tidur bersama dan di situ kita pelukan, memainkan wajah kita masing masing. Dan ya, saya malah menginginkan hal lebih.
Hingga pada akhirnya saya memberanikan diri untuk berkata jujur akan perasaan saya.
Tengah malam saya beranikan diri chat dia saya menuliskan semua perasaan saya. Dan....
Di luar dugaan dia pun merasakan hal yang sama, dia bahkan mengakui dia selalu marah saat saya lebih dekat dengan teman saya yang lain.
Malam itu saya bahagia sekaligus takut, saya takut kalo saya tidak bisa mengontrol perasaan saya, hingga saya memutus kan untuk tidak dulu bertemu bahkan berkomunikasi, dan itu diiyakan oleh dia. Sakit rasanya saat kita sudah mendapat apa yang kita ingin kan namun kita hanya bisa memandangnya, untuk menggapai rasanya tidak mungkin:(
Kini saya kelas 11 akhir dan saya berusaha untuk tidak lagi mempunyai perasaan yang berlebih pada teman saya cewe, saya takut saya hanya takut untuk menghadapi ini semua.
Satu lagi, saya punya pacar dari kelas 9 akhir, dia tinggi mancung matanya agak sipit dan alis nya tebal, mungkin itu terlihat tampan tapi ntahlah, walaupun sudah berjalan 2 tahun kita pacaran tetap saja saya tak pernah mempunyai rasa yang dalam sedalam rasa saya sama teman cewe saya D itu.
Saya bingung, apakah saya benar hanya sebatas mengagumi teman teman cewe saya?
Atau memang saya itu bi, yang masih belum berani mengakui itu semua?
Tolong kasih masukan.
Dan terima kasih untuk kalian semua yang berkenan membaca coretan isi hati saya.
Salam sayang dari saya "N":)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kotak Surat LGBTQIAP+ Indonesia
RandomSekumpulan surat untukmu yang mau membaca curhatan dari LGBTQ+, baik dari pembaca, penulis, dan pelaku. Pihak pro dan pihak kontra. Semuanya menjadi satu di sini.