"Bukankah lebih baik saling daripada sendiri?"
-Sean, 2020-Tak ada angin tak ada hujan, hari ini Sean mengajak Jesi untuk pergi kencan. Setelah enam bulan lebih menjalin hubungan, baru kali ini Sean berinisiatif mengajaknya pergi. Jika sebelum-sebelumnya Jesi lah yang merengek-rengek mengajak laki-laki itu untuk bertemu, namun laki-laki itu selalu menolak dengan dalih dirinya yang sedang sibuk. Alhasil mereka hanya bertemu ketika di sekolah saja. Namun entah mengapa hari ini Jesi dikejutkan dengan pesan yang dikirim Sean, mengajaknya untuk pergi malam nanti.
Tentunya Jesi sangat excited sekali. Ia sudah disibukkan fitting baju yang akan digunakan malam nanti. Bersama sahabatnya, Jeni, yang sangat mengerti tentang fashion. Jeni hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku sahabatnya yang dibuat uring-uringan. Padahal ini hanya kencan biasa. Mengapa Jesi sangat rempong sekali?
Jeni rebahan di ranjang Jesi, sembari memperhatikan sahabatnya yang sibuk memilah dan mengeluarkan banyak baju dari lemari. "Gue kan udah bilang pakek dress biru aja sih" Ini sudah satu jam sejak kedatangannya tadi, namun sahabatnya itu masih bimbang perihal baju yang akan ia kenakan.
Jesi masih sibuk memilah-milah baju. "Ih ini tuh kependekan banget tau, Jen" Jesi memandang Jeni yang sedang rebahan. "Lo tau kan, Jen? Ini tuh saat paling berharga di hidup gue"
Jeni memutar bola matanya, jengah terhadap setiap ucapan makhluk bucin di hadapannya ini. Kemudian perempuan itu bangun, melihat-lihat baju mana yang sekiranya cocok. "Ini aja deh" Jeni menenteng dress selutut warna merah maroon.
Jesi menghentikan aktivitas memilih baju dari lemari, memandang dress yang sedang dipegang oleh Jeni. "Plis, Jen. Gue mau kencan, bukan kondangan" Jeni berdecak, kemudian mencoba memilih baju yang sudah berserakan di atas ranjang Jesi. "Gue pengen tampil sederhana tapi kelihatan menarik. Kira-kira outfit yang kayak gimana"
"Heran deh, mau kencan aja rempong banget sih dasar" Jesi tidak menggubrisnya.
Jeni menyerahkan rok jeans selutut dan baju crop top warna salur kepada Jesi. "Dah ini aja, jangan ribet" Jesi menerima baju pilihan Jeni, ia menurut. Karena menurutnya, baju ini cukup terlihat santai untuk kencan.
Jeni menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Jesi. Pasalnya perempuan itu sedang tersenyum-senyum sambil menenteng baju yang dipilihkan Jeni di depan kaca. Jeni mengira sahabatnya ini sedang tidak waras. "Udah gila ya lo? Jauh-jauh dari gue" Mendengar itu, Jesi malah makin menjadi-jadi. Perempuan itu malah menjatuhkan diri ke ranjang, memeluk Jeni dengan brutal. Sedangkan orang yang dipeluk berusaha melepaskan diri dari kegilaan orang yang sedang di mabuk cinta ini.
Setelah bisa lepas dari pelukan brutal Jesi, Jeni duduk bersila di atas ranjang. "Bucin emang bikin jadi bodoh ya"
Jesi malah tertawa. "Biarin lah" Jesi memeluk gulingnya sambil terus tersenyum bodoh. "Gue nggak sabar nanti malem kencan sama Kak Sean kyaaaa, Jennnnn"
Sumpah ya, Jeni takut banget. Sahabatnya ini sangat bucin sekali. Iya sih, ini memang first time Jesi kencan sama Sean. Keajaiban dunia lah seorang Sean ngajakin kencan duluan. Tapi nggak gini juga kan, untung Jeni nggak bucin. Bukannya nggak, masih belum.
____cogans (5)
Jeka : Bang Sean ribet banget elah, mau minta tolong aja pakek malu segala
Mino : Apa sih? Kembaran gue napa
Mingyu : ^najis mugholadoh
KAMU SEDANG MEMBACA
Blackvelvet
Non-FictionA story nine girls with her boyfriends Start : 26 Maret 2020 End : -