Rose tengah menatap kucing yang berlumuran darah itu dengan wajah yang teramat sedih. Awalnya ia sedang menunggu jemputan, namun tak sengaja menemukan seekor kucing yang kakinya seperti habis disrempet kendaraan. Rose sangat kasihan dengan kucing berwarna putih ini yang terlihat sedang kesakitan.
"Rose? Kenapa disini?" Hingga sebuah suara yang mampu mengalihkan atensinya. Rose mengenal laki-laki yang tengah berdiri di hadapannya ini. Laki-laki yang menolongnya tempo hari.
Rose segera berdiri. "Ini..ada kucing yang baru kesrempet. Kasian banget nggak bisa jalan." Rose menampilkan wajah sedihnya yang seperti ingin menangis.
"Hah? Yaudah dibawa ke Dokter aja sekarang." Ucap June tanpa perlu berfikir panjang, kucing itu harus segera mendapatkan bantuan. June segera melihat kucing yang tengah bersembunyi di semak-semak belukar itu. Ia dengan sigap menggendong kucing malang itu.
"Mmm..aku ikut boleh ya Jun, aku pengen liat." Ucap Rose lirih, sebenarnya ini sedikit canggung bagi Rose. Apalagi ia tak begitu mengenal June dengan baik, hanya sekedar tau dan juga pernah melihat laki-laki ini bersama sahabatnya—Lisa dan Yerim.
June menyunggingkan senyumnya sekilas. "Yuk, Rose. Mobil gue disana." Tunjuk June kearah mobil yang tak jauh dari tempat mereka.
•••
June dan Rose sedang duduk menunggu di ruang tunggu. Lima belas menit yang lalu mereka tiba di tempat Dokter Hewan terdekat dari sekolah. Mereka duduk saling terdiam, Rose dengan pikirannya yang masih melayang seputar kucing malang itu. Sedangkan June yang tak menyangka jika bisa duduk bersebelahan dengan Rose, wanita yang beberapa bulan ini menarik perhatiannya.
"Jun.."
June segera memandang perempuan yang memanggilnya itu. "Iya, Rose?"
"Kalau kucingnya nggak selamat gimana?"
June menggeleng dengan cepat. "Jangan ngomong gitu, Rose. Kita do'a aja, dokternya juga lagi usaha."
Rose itu penyayang binatang. Sekalipun bukan binatang peliharaannya sendiri. Makanya ia kelihatan sedih banget pas lihat kucing dengan keadaan seperti itu. Rose kemudian segera memejamkan mata dan merapalkan doa-doa yang ia bisa demi kesembuhan kucing lucu itu.
Saat mereka sedang saling sibuk dengan pikirannya sendiri. Tiba-tiga terdengar suara perut yang sedang lapar, ternyata suara dari perut Rose. "Hehe, aku laper soalnya." Rose cengengesan sambil menahan malu.
June tertawa kecil. "Ke Indomaret depan sana, yuk?" Rose mengangguk, ia tak memperdulikan gengsinya. Rose butuh makanan sekarang, istirahat tadi ia memang tak sempat pergi ke kantin lantaran tugas dari Bu Mela—guru Matematika yang sangat banyak.
Mereka berdua berjalan beriringan, untung saja di depan ada Indomaret, jadi mereka tak perlu berjalan terlalu jauh. June nampak canggung berjalan beriringan dengan Rose, ia ingin sekali mengajak gadis itu berbicara. Tapi entah mengapa, mulutnya seolah membisu jika berhadapan dengan gadis berpipi chubby ini. Alhasil sampai masuk ke dalam Indomaret tersebut mereka masih saling diam.
Rose mengambil dua bungkus popmie, sosis, dan juga keju. Segera berjalan mendekat ke kasir. Ia hendak mengambil dompet yang berada di dalam tas ranselnya, namun June yang terlebih dulu menyerahkan satu lembar uang seratus ribuan ke arah penjaga kasir. "Eh, nggak usah Jun," Ucap Rose yang tak enak hati.
"Nggak papa, Rose. Sekalian aja."
"Ta—tapi aku ngambil banyak banget." Gadis itu masih merasa tak enak hati. Pasalnya ia mengambil porsi yang double kali ini.
Penjaga kasir menyerahkan uang kembalian kepada June. "Udah nggak papa, Rose." June menggiring Rose yang masih diam membeku kearah dispenser yang disediakan di Indomaret, guna menyeduh popmie tadi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Blackvelvet
No FicciónA story nine girls with her boyfriends Start : 26 Maret 2020 End : -