Bagian 26 (Jenbin)

2.1K 219 36
                                        

Hanbin tengah menunggu Jeni di teras rumah perempuan itu. Entah mengapa, Jeni meminta Hanbin untuk menjemputnya satu setengah jam yang lalu. Namun perempuan itu belum keluar sejak tadi, Hanbin sempat berpikir apakah Jeni hanya mengepranknya saja. Hanbin segera menepis pikiran negatifnya itu. Lagipula yang meminta adalah Jeni sendiri, jangankan menunggu beberapa jam, menunggu berpuluh-puluh tahun saja rasanya Hanbin akan dengan senang hati melakukannya.

Atensinya kemudian teralih pada Laki-laki yang berjalan mendekat kearahnya, kemudian duduk di meja yang tak jauh dari Hanbin. "Nunggu Jeni?" Siapa lagi kalau bukan Mino, kakak kandung dari Jeni.

Hanbin mengangguk. "Iya Bang." Ia menjawab dengan sopan. Mino kan calon kakak iparnya. Meskipun masih calon.

"Lo yang sabar ya." Mino sedikit merasa prihatin kepada Hanbin. "Jeni itu manja anaknya, apa-apa harus diturutin. Dia juga agak bawel, cengeng. Covernya aja jutek, tapi sebenarnya dia punya sisi rapuh tersendiri."

Hanbin mengangguk. Ia pernah melihat Jeni tak sekuat apa yang ia kira. Perempuan itu seperti menyembunyikan sisi rapuhnya.

"Walaupun begitu, dia tetep adik kesayangan gue. Gue emang nggak seprotektif Chandra. Tapi kalo lo nyakitin dia, siap-siap aja gue bikin masuk rumah sakit."

Hanbin terkekeh. Walaupun kelihatannya begitu, Mino ternyata juga peduli pada Jeni. "Nggak akan, Bang. Gue akan selalu berusaha buat jaga dia."

"Nah gitu dong." Mino nampak lega, "Gue sebenarnya butuh cowok yang beneran sayang sama Jeni, buat jagain dia. Lo tau kan gue ada Irene juga. Makanya fokus gue kadang nggak selalu buat Jeni, maka dari itu gue butuh cowok yang siap siaga jadi bucinnya Jeni, kayak gue ke Irene gitu. Lo bisa kan?"

"Gue bakal tetep jagain Jeni kok, semisal ada lo kan gue nggak khawatir-khawatir banget sama Jeni pas waktu jalan sama Irene." Sambung Mino menjelaskan maksudnya.

Hanbin mengangguk-angguk. "Tanpa lo minta kayaknya gue otw jadi bucinnya adek lo, Bang." Mino terkekeh, "Soalnya adek lo gemesin orangnya, minta disayang banget."

Mino tertawa. "Haha, gue demen nih. Bucin nambah personil." Hanbin juga ikut tertawa, mereka memang klop kayaknya. "Pokoknya syarat jadi bucin itu gampang, harus siap ngelakuin apa aja buat pasangan lo. Itu doang kuncinya."

Hanbin mengangguk-angguk. Ia sudah cukup mendapatkan pencerahan tentang kiat-kiat menjadi seorang bucin. Maklum, ini pertama kalinya Hanbin seperti ini.

"Gue liat Jeni kadang senyum-senyum pas chatting sama lo—" Ucapan Mino terputus tatkala melihat Jeni berjalan kearah mereka. "Lah ini dia mak lampir kita datang."

"Apaan sih lo Kak, gak jelas banget. Pergi sana." Usir Jeni, Kakaknya itu pasti akan mengusilinya.

"Kenapa nyuruh gue pergi? Malu ketahuan gue kalo lo juga bucin, Jen?" Goda Mino usil. "Jadi Hanbin yang bikin lo senyum-senyum pas liat hp?"

Jeni melotot, segera menarik Mino menjauh. Sebelum laki-laki itu berbicara yang tidak-tidak pada Hanbin. Setelah menarik Mino menjauh, Jeni kembali ke teras. "Mino bilang apa aja sama lo?"

"Gue bilang ke dia kalo lo itu manja, cerewet, jahat, nenek lampir. Biar dia ilfeel sama lo haha." Sahut Mino dari balik pintu, laki-laki itu menyembulkan kepalanya dan berteriak.

Jeni memutar bola matanya jengah. Segera menarik lengan Hanbin. "Yuk pergi aja, ada penghuni ragunan lepas." Jeni menuntun Hanbin berjalan.

Hanbin menghadap belakang, kearah Mino sembari masih berjalan. "Bang, pergi dulu ya. Nggak akan gue pulangin malem-malem kok."

BlackvelvetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang