Idol

398 37 0
                                    

Dulu cita-citaku menjadi publicfigur, menjadi terkenal dan kaya.

Aku kira sesederhana itu, aku hanya perlu bersikap baik dan tidak banyak tingkah di depan orang-orang.

Nyatanya tidak sesederhana itu, tidak semudah itu.

Tahun pertama berjalan baik, tahun kedua dan ketiga juga.

Tahun berikutnya entah kenapa semua orang seolah memojokkanku, seolah semua orang beralih menikamku.

Skandal itu, isu tentang kedekatanku dengan member girlband lain membuat semuanya terasa retak.

Jadi dengan tangan gemetar sekarang aku memegang ponsel.

Lama, panggilannya belum dijawab.

Aku kian bergetar disuasana itu.

Tapi, anggota grub yang lain tidak menjawab padahal aku hanya ingin berterimakasih, sangat ingin mengucapkan syukur karena diberi kesempatan hadir ditengah-tengah mereka.

Lagi, dengan tubuh lebih gemetar, mata kalut dan bibir yang tergigit kuat.

'Oh Sehun terlibat skandal, kukira ini akan menjadi yang terburuk tahun ini'

'Kukira setelah Hana kemarin, SK entertainment berhenti membuat ulah'

'Ternyata masih belum kapok, aku sedih karena Sehun terlibat juga'

Mereka mengomentari, kejam kata-katanya tajam.

'Bukankah Sehun harus meminta maaf? Itu etikat baik idol bukan?'

'Apa jika sudah terkenal akan sekurang ajar itu, kukira wajahnya makin lama mirip cumi-cumi.'

Aku ingat, berdengung di kepalanya dan tak ada kesempatan bagiku untuk menyela.

'Ya, cara terbaiknya ya keluar grub, dasar parasit'

Padahal grubku terasa seperti rumah. Kenapa ia dipaksa keluar dari rumahnya?

'Aku terkejut tapi tidak terlalu, sudah kuduga ada yang aneh dengan mereka.'

'Ah, aku jadi malas melihat Sehun, tampangnya membuatku muak'

Dan hari ini aku telah membuat keputusan.

"B-bu?" Terbata-terbata.

"Ya, Sehun, kau baik-baik saja bukan?" Baekhyun menjawab dengan cepat, nadanya terdengar langsung diserang panik.

Aku memejamkan matanya, menghayati suara Ibu yang terasa amat menenangkan.

Aku ini pecundang, mau saja repot-repot ikut terlibat masalah.

Harusnya aku tidak mengantarkan Eunji, itu juga bukan tugasku.

Eunji bukan pacarku demi Tuhan, kami tidak terlibat skandal.

Eunji pacar Woojin, teman satu grubku.

Tapi setelah berita itu mencuat tidak ada yang memberi konfirmasi, agensi berkata akan diselesaikan dengan cepat setelah memberi nasihat pada Woojin dengan keras.

Manager berkata itu bagai angin lalu, beritanya akan memanas diawal dan lama kelamaan tidak diingat lagi.

Tapi, Aku tidak sekuat itu rupanya. Karena selanjutnya Woojin juga tidak meminta maaf membuatku bertambah buruk.

"Ingin berhenti, Bu..." Suaraku tercekat.

"Sehun..." Ibu, kenapa suaramu ikut jadi sendu?

"Ibu..." Kupanggil lagi, kali ini dengan posisi badanku telentang di atas lantai menatap atap dengan rasa tak sabaran.

"Boleh, Sehun sakitkah?" Aku memejamkan mata.

"Sakit, Bu."

"S-seberapa banyak?"

"Banyaaak sekali."

"Kalau begitu berhenti. Lalu pulang ke sini, Nak. Ada Ibu dan Ayah kami rumahmu." Bu, tapi dunia terasa tidak aman bagiku.

"Ibu..."

"Ibu dan Ayah akan jadi orang terakhir yang meninggalkanmu. Kami berjanji. Sehun... Hiks..."

"Jangan menangis," Aku tersenyum pelan. Lalu berdiri meraih tali.

"Sehun juga hiks..." Tali itu aku genggam erat.

"Bu, Sehun ingin pulang."

"Pulang, Nak. Ada kami-rumahmu." Tapi semua tempat terasa mengancam ku.

"Bu, Sehun boleh pergi?" Ibu terdengar menangis. Suaranya makin keras-makin menyayat.

"Kalau sakit pergi"

Aku tersenyum kali ini, bukan pergi itu maksudnya. Ini 'pergi' yang sesungguhnya.

"Bu, aku pamit ya, sebentar sepertinya. Mau istirahat"

"Ingat pulang,"

"Aku pasti pulang ke rumah. Tidak akan pergi lagi."

"Sehun, jangan berfikir untuk bunuh diri." Aku membeku. Ponsel digenggaman ku sedikit aku longgarkan cengkeramannya.

"Lepaskan Sehun, lepaskan barang apapun yang kali ini kamu genggam,"

"Lepaskan apapun yang berpotensi membunuhmu,"

"Ibu tau Sehun, ayo lepaskan."

Aku turun dari kursi dengan pelan, lalu langsung bersimpuh di lantai.

Menangis dan meraung meminta sebuah perlindungan.

Bu, kenapa harus seberat ini?

Aku hanya ingin terkenal, aku hanya ingin dunia tahu bahwa kau memiliki putra sehebat aku.

Aku ingin kau bisa membanggakan ku pada semua orang.

Menyebut namaku dengan sarat nada bangga.

Bu, seberat inikah?

"Nak pulang dunia kejam, kamu jangan jadi curam."

"Nak pulang, temui rumahmu. Temui atap berteduhmu." Bu, maaf untuk berfikir bahwa harusnya aku mati.

Bu, maaf untuk membuatmu khawatir.

MAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang