Aku (juga) ada [end]

337 35 5
                                    

Sehun tidak tahu harus sedih untuk perasaan yang mana.

Tapi menatap tubuh lemah Yeri yang tersungkur di depannya membuatnya kalut.

Yeri tampak kesakitan, matanya sesekali terpejam erat.

Tangan Sehun bergetar, tamparan yang ia layangkan secara impulsif tadi membekas dipipi putih anak itu.

"Pap-Papah..." Yeri tampak akan menyerah. Matanya memerah, rautnya sedih, tubuhnya remuk redam.

Mata basah itu berusaha menatap Papahnya yang berdiri menjulang di depannya.

"Y-Yeri..."

Yeri menarik napas.

"Ingin mati. Yeri mau pergi." Ucapan penuh rasa sedih, mendalam rasanya menyayat batin.

"Sebentar saja, biarkan Yeri paham bahwa dunia ini sedikit adil bagi Yeri." Lancar sekali, tapi hatinya berdenyut ngilu.

Sehun berjongkok, gemetar.

Padahal Yeri baru sembuh dari masa pemulihannya setelah kecelakaan itu.

Ia khilaf, Yeri selalu membalas argumennya.

Sampai dititik di mana ia mengatakan menyesal menjadi adik Clarissa membuatnya sakit hati.

Clarissa, walau seberapa menyusahkannya pun gadis itu tetap putrinya.

Putri yang ia besarkan penuh dengan air mata dan peluh.

Sehun mengulurkan tangannya.

Ingin menyentuh Yeri.

Yeri dengan pelan terseok mundur.

Seperti ketakutan, ketakutan pada monster yang merangkap sebagai Papahnya yang kali ini menatapnya penuh rasa bersalah.

"Yeri..."

"Yeri ingin mengatakan bahwa..." Ia menarik napas, dadanya ngilu.

"Yeri bangga bisa hadir diantara kalian. Yeri bangga hidup dikeluarga dengan banyak kasih sayang walau Yeri hanya mendapat sedikit bagian."

Sehun menitikan air matanya, perih.

"Papah, kenapa semua terasa tidak adil?"

Mata Yeri memberat, pusing mendera.

Telinganya berdengung, pipinya panas, kepalanya berdarah, tangannya yang penuh luka sayatan berdenyut hatinya tak kalah berdenyut.

Mata basahnya mengerjab pelan, kesadaraannya mulai terenggut.

Badannya mundur sejenak dengan paksa.

"Terimakasih untuk pengalaman hidup yang jarang sekali membahagiakan." Napas Yeri memburu, tenggorokannya terasa menyempit.

"Yeri ti-tidak... Menyesal, Yeri tidak menyesal... Sudah hidup dikeluarga ini... Bahkan setelah Papah yang menghantarkan Yeri untuk mati."

"Yer-Yeri, sudah... Lelah, Pah." Suara merengek yang tercekat seperti momok menyeramkan.

Sehun masih mematung, entah kenapa sendinya terasa lemas untuk sekedar digunakan.

Jadi yang ia lihat adalah Yeri yang mulai kehilangan kesadarannya.

Dan pamit.

Pamit untuk tidak kembali.

Pulang yang tak pernah dia temukan di dunia, rumah yang tak pernah berhasil membuatnya nyaman.

Dan Sehun menatapnya, Yeri pergi.

Benar-benar menghilang karena semesta seolah menolak kehadirannya.

Yang paling Sehun benci adalah fakta bahwa Yeri tampak nyaman, Yeri tampak sangat damai dilelapnya yang tidak mungkin kembali.

Sehun mati rasa untuk perasaan bersalahnya yang menumpuk.

Sehun menyerah untuk dirinya sendiri.

Yeri...

Akan selalu dikenang perjuangannya.

Akan selalu diingat segala titik air mata yang melebur bersama dirinya.

Manusia tak berdaya yang sudah pergi.

Terlebih, terakhir dipukul oleh Papahnya.

Oleh superhero masa kecilnya yang suram.

Dan bagian yang paling menyedihkan adalah.

Yeri mati membawa lukanya yang tak kunjung rampung.

Menyerah pada waktu ketika dia tidak lagi berdaya.

Dibunuh oleh tangan Papahnya yang tampak dingin menyentuh kulitnya.

Sakit.

Tapi Sehun tidak dapat menangis.

Hatinya berdenyut, sangat sakit bahkan untuk menangis saja tidak sanggup ia lakukan.

Yeri...

Selamat jalan, semoga tenang.

Kamu hebat sekali.

MAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang