Kana (Marsmellow dan Curhatan Fans Mas-Mas BTS)

264 28 0
                                    

"Bisa ganti jadi truth aja ngga?" Aku memelas. Demi apapun aku tidak suka dengan ide Kelvin sama sekali. Masa dia tega membuatku melanggar janji?

"Ngga bisa, sayang..." Lean di samping kananku mengusap puncak kepalaku dengan nada yang dibuat-buat. Dia tersenyum penuh arti. Aku cemberut dan hampir menangis.

"Eviin...," rengekku bergetar. Kelvin menatapku tanpa berkedip, suasananya jadi sunyi. Kurasakan atensi yang sepenuhnya mengarah kepadaku. Aku tidak peduli dan kulihat binar di mata Kelvin meredup, dia menyesal. Kuputuskan untuk meneruskan aksiku. Kini aku menunduk sambil meremas baju Kelvin gelisah.

"Ya udah engga... maaf ya Ana...,"

Yes!

Kurasakan usapan lembut di kepalaku. Kelvin menarikku ke dalam pelukannya. Aku menyembunyikan wajahku di dadanya dan tersenyum diam-diam. Siasatku rupanya berhasil. Ratu drama dilawan! Aku tertawa dalam hati.

Masih tidak ada yang bersuara kecuali ombak, desau angin, dan retihan unggun di tengah lingkaran kami. Aku melepaskan diri dari pelukan Kelvin. Berpura-pura mengusap mataku yang tadi berkaca-kaca karena campur aduknya perasaanku.

"Ehmm..., Dek, kamu ngga papa, kan?" Kak Yoyon bertanya dengan nada khawatir yang terdengar jelas.

Aku menoleh dan melihat satu per satu dari mereka yang sepertinya menahan napas sejak tadi. Akhirnya aku hanya menggeleng dan tersenyum kecil. Helaan napas Lean terdengar keras di telingaku. Aku menoleh dan mendapatinya sedang menatapku dengan pandangan sesal.

"Kana, maaf ya..., gue ngga bermaksud buat..." Lean memelukku tiba-tiba tanpa melanjutkan kalimatnya. Aku balas memeluknya.

"Gue udah ngga papa, Lean..." ujarku dengan suara yang sudah terkendali. Aku masih terkikik dalam hati karena mereka benar-benar tertipu dramaku. Drama yang hanya akan kumainkan jika menghadapi situasi darurat seperti barusan. Dan ini pertama kalinya aku memperlihatkan kepada teman-teman, sepupu-sepupuku, dan bahkan Kelvin sendiri. Biasanya aku menggunakan jurus ini hanya untuk Mama dan Papa.

"Ehmm, yaudah lanjut aja. Dare-nya diganti ya..., ada yang mau ngasih dare ke Kana?" Rana menengahi dan Lean sudah melepaskan pelukannya. Ia berganti menyuapiku marsmellow miliknya. Aku tersenyum.

"Aku aja yang ngasih dare." Kak Babay sudah mengangkat tangan. Aku mendapat firasat tidak baik hanya dengan melihat poker face-nya.

"Sebutin aja, Kak!" Rana menyetujui. Dan aku tidak bisa mengelak lagi.

"Ana, kamu harus cium satu per satu yang ada di lingkaran ini termasuk Pak Arwin. Di pipi. Buruan kerjain!" Kini Kak Babay tersenyum penuh kemenangan. Aku sudah menduga dia hanya ingin mengerjaiku.

"Eh, ralat. Kamu cium semua yang ada di sini kecuali Guntur!" Kak Babay menambahkan lagi.

"Kok kecuali gue sih?? Ngga adil dong! Masa kalian dapet ciuman, gue engga?" Guntur bersungut-sungut. Wajahnya yang tadi menanti, kini terlihat tidak terima. Aku hanya menghela napas. Melirik Kelvin yang cemberut karena dare dari Kak Babay. Aku tahu yang Kelvin pikirkan saat ini adalah, ia tidak rela jika aku mencium Kak Babay dan Kak Yoyon.

"Heh, emang lo siapanya Ana? Gue sama Dion berhak karena kami sepupu Ana. Kelvin berhak karena dia kembarannya. Lean sama Rana berhak karena mereka sahabatnya, lagian sama-sama cewek cipika-cipiki itu udah biasa. Dan Pak Arwin itu udah jadi bagian dari keluarga Ana. Nah elo. Pacar bukan, sodara bukan. Lo cuma temen cowok Ana dan masih termasuk asing. Udah terima keputusan aja. Diem gausah bantah lagi!" Final Kak Babay setelah sewot dengan nada menyebalkan. Padahal dia sendiri menantangku dengan dare itu hanya untuk mengerjaiku.

"Udah ngga usah ribut. Ayo, Na mulai dare-nya!" Kak Yoyon bersemangat dan terlihat jelas ia bersenang-senang di atas penderitaanku.

Aku pun beranjak. Pertama aku mencium pipi Kelvin. Dia tersenyum senang tapi karena sudah terbiasa, aku biasa saja. Selanjutnya aku memutar dari Lean yang cekikikan karena kucium. Rana diam saja dan kulihat pipinya agak bersemu, aku hanya terkekeh pelan. Melewati Guntur yang cemberut dengan wajah memelas. Mencium pipi Pak Arwin yang mengucapkan terima kasih padaku. Selanjutnya Kak Yoyon yang minta dua kali, lalu terakhir Kak Babay yang meminta bonus memelukku sangat erat hingga kurasa tulangku akan remuk. Dia mengakhirinya dengan mencubit kedua pipiku gemas. Aku hanya berdecih dan kembali ke tempatku dengan wajah tertekuk.

It's Only 5 Minutes Appart (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang