Kelvin (Saturasi, Satu Hati?)

211 17 4
                                    

Aku, Kana, Rana, dan Guntur memasuki kafe milik dua sepupuku. Kafe yang banyak diminati remaja sampai orang tua. Konsepnya bervariasi dan terdiri dari 3 lantai. Lantai satu bergaya vintage dan hangat. Cocok untuk suasana bersantai yang tenang dengan menunjukkan sisi romantis seseorang. Didominasi warna coklat dan penerangan dari lampu berwarna kuning dan putih di beberapa tempat. Di tengah kafe terdapat panggung setinggi 15 cm berisi peralatan band lengkap. Bahkan di sisi panggung terdapat sebuah grand piano yang biasanya bisa dimainkan secara bebas oleh pengunjung yang biasanya akan bernyanyi untuk pasangannya.

Di lantai dua, merupakan tempat privasi futuristik untuk umum. Cocok sekali untuk manusia introvert yang butuh kesendirian dan privasi entah itu anak muda maupun orang dewasa. Di sana suasananya sangat tenang dan dipasang beberapa rak buku di sudut-sudut ruangan untuk yang hobi membaca gratis. Beberapa foto-foto monokrom dipajang di dinding-dindingnya. Menambah kesan elegan dan dinamis.

Sedangkan di lantai tiga, itu adalah tujuan utama semua kaum muda yang sedang ingin berkumpul bersama teman-temannya. Gayanya yang sedikit wild dengan sentuhan ala-ala basecamp membuat suasana di dalamnya menjadi sangat menyenangkan dan terkesan seru. Semua pernak-pernik dan hiasannya juga instagramable. Kursi dan tempatnya pun bervariasi. Ada bagian sudut yang diisi sofa bean dan karpet bulu dengan meja bundar di tengahnya. Ada juga sepasang sofa setengah lingkaran yang saling berhadapan di mana area tengahnya merupakan meja lebar yang memuat segala jenis makanan ada di atasnya. Selain itu juga ada tempat lesehan dengan kotatsu* hangat jadi pusatnya. Biasanya tempat pojokan itulah yang paling ramai oleh canda tawa karena suasananya sangat mendukung. Di tengah ruangan lantai tiga itu terdapat meja biliar yang terkadang dimainkan oleh beberapa oknum cowok yang saling menantang satu sama lain. Jadi bisa disimpulkan sendiri bahwa lantai tiga merupakan lantai paling ramai karena isinya hanya anak-anak muda yang suka bersenang-senang menghabiskan waktu bersama teman-temannya.

Ketiga lantai itu dihubungkan dengan tangga di pinggir pintu masuk, jadi untuk menuju lantai atas, tidak perlu melewati ruangan di lantai satu. Dan para pelayan kafe naik-turun menggunakan lift khusus staf untuk mengantarkan makanan kepada pelanggan.

Keren? Sangat. Menurutku inovasi yang dirancang Kak Bayu dan Kak Deon dalam jangka 5 tahun ini sangat luar biasa. Bahkan mereka berencana membuka cabang kafe Marimar di luar kota karena suksesnya bisnis mereka dalam bidang ini. Hampir setiap hari kafe ini ramai apalagi saat weekend. Terkadang malah overload saking banyaknya yang mampir berkunjung di sini.

"Hai, adik kesayanganku udah dateng...," Kak Bayu langsung memeluk Kana ketika kami baru beberapa langkah masuk kafe. Beberapa pengunjung lantai satu memandang ke arah kami.

"Kak Babay iihhh, jangan main peluk-peluk deh. Bau!" Sebal Kana sambil melepaskan pelukan Kak Bayu dan beringsut bersembunyi di balik punggungku. Aku tertawa saja mendengarnya. Sebenarnya ada rasa sedikit tidak rela jika Kana dipeluk cowok lain meskipun itu saudara sepupuku. Tapi karena aku tahu mereka menyayangi Kana dengan tulus dan ikhlas, aku tidak terlalu keberatan.

"Mana ada bau? Kakak udah mandi, Ana!" Kak Bayu berkacak pinggang di depan kami.

"Masih bau tau. Ngga mau deket-deket Kak Babay pokoknya. Aku mau ke Kak Yoyon aja. Yuk, Evin." Kana menarikku melewati Kak Bayu diikuti Rana dan Guntur yang sedari tadi sudah tertawa.

"Makanya, Bang... pake parfum dong biar wangi." Guntur mengejek sambil melewati kakak sepupuku itu. Kak Bayu yang diejek begitu balas menjitak Guntur dan mengomel panjang lebar sampai membawa-bawa hutang Guntur di kafe miliknya. Pada akhirnya Guntur kalah dan meminta maaf dengan cara yang kurang wajar dan memalukan. Kak Bayu memang jahilnya minta ampun.

Kami segera menghampiri Kak Deon yang sedang mengecek alat musik di atas panggung kafe. Dia juga sama, memeluk Kana dengan hangat dan mengabaikanku begitu saja. Aku hanya mendengus sebal, tapi karena sudah biasa, aku tidak mempermasalahkannya.

It's Only 5 Minutes Appart (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang