Kana (Bully Itu Jahat)

204 21 8
                                    

Aku sedang menyandarkan kepalaku di bahu Kelvin. Rasa menenangkan ini tidak bisa kutolak. Sekarang pelajaran sejarah, tapi gurunya belum datang. Kelasku terasa berisik dan ramai karena teman-temanku sibuk bercanda dan bermain satu sama lain. Apalagi ada tambahan biang kerok kelas, namanya Genta. Dia cowok paling nakal menurutku karena suka iseng menjahili anak cewek atau temannya yang sedang damai sentosa. Tipikal badboy di kelas kami. Tapi mohon jangan salah paham, dia adalah murid paling pintar ketika pelajaran Bahasa Indonesia di kelas. Bahkan jadi murid kesayangan Pak Lambang, guru bahasa Indonesia kami.

"Evin, kelasnya berisik. Kamu nggak mau bikin mereka anteng gitu?" Ujarku sambil membuka-buka line. Ada chat dari sepupu-sepupuku. Katanya kami sepulang sekolah disuruh mampir dulu ke kafe Marimar, kafe yang pemiliknya adalah kedua kakak sepupu menyebalkanku. Di sana kami akan diberi kesempatan untuk mengisi band kafe. Aku bersorak senang dalam hati.

"Yaudah aku mau panggil Pak Vincent dulu." Ujarnya. Pak Vincent itu guru sejarah yang masih muda. Pembawaannya asik dan menyenangkan. Beliau juga salah satu guru baru yang sering dapet giliran ngajar di kelas ini.

Oh iya, aku belum menjelaskan sesuatu. Jadi di sekolahku ini, guru-guru mata pelajaran biasa berganti-ganti sesuai hasil rolling jadwal setiap bulan. Kebetulan minggu ini masuk awal bulan pergantian sehingga  gurunya juga berganti. Pak Jafar yang sebelumnya mengajar matematika, digantikan Bu Dena. Dan Pak Husein yang sebelumnya mengajar sejarah, digantikan Pak Vincent. Tapi pergantian itu cuma berlaku untuk anak-anak kelas 10 di semester pertama. Untuk jadwal permanen akan dimulai pada semester ke-dua nanti.

"Ikuut," aku bangkit berdiri. Kelvin mengalungkan lengannya pada bahuku. Aku ikut bukan karena suntuk di kelas atau jengah dengan suasana yang berisik. Tapi karena Kelvin. Ada banyak kemungkinan jika dia nanti akan bertemu dengan kakak kelas yang berencana merisaknya. Dan demi menjaga rencana agar berjalan lancar, aku akan mengikutinya kemanapun dia pergi.

"Mau kemana?" Rana bertanya ketika kami melewati bangkunya.

"Manggil guru. Mau ikut?" Kelvin yang menyahut dengan masih merangkulku. Satu tangan lainnya ia masukkan ke saku celana. Oke, Kelvin memang ganteng jika ada di posisi itu. Apalagi wajahnya yang cool itu menambah kesan keren pada dirinya. Aku saja betah melihat wajahnya dari samping begini, apalagi ketiga cewek anak kelasku yang daritadi sedang bergerombol di depan Rana. Mereka bahkan sepertinya menahan napas sejak kami berhenti.

"Oh, ngga deh. Buruan sana panggil!" Rana mengusir dengan gerakan tangan melambai-lambai. Kelvin menarikku pelan dan kami beriringan berjalan menuju ruang guru.

Koridor lumayan ramai karena sepertinya kelas lain juga sedang kosong. Beberapa menyapa kami lalu sisanya berteriak histeris ketika Kelvin melempar senyum kikuknya. Sepertinya dia ingin mencoba ramah, tapi gagal. Yang ada wajahnya kelihatan kaku dan terpaksa begitu.

"Kamu tuh, kalo senyum yang ikhlas...," komentarku dan Kelvin menghela napas panjang.

"Susah ya kayak kamu...," dia mendengus pelan dan merapatkan tubuhnya ke arahku karena kami sedang melewati kerumunan cewek-cewek barbar yang tertawa satu sama lain di koridor depan kelas mereka.

"Engga susah, Evin. Kamu belum terbiasa aja." Ujarku setelah melewati kerumunan itu. Kelvin hanya manggut-manggut dan meringis ke arahku.

Saat sampai di ruang guru, ternyata guru sedang rapat. Aku mendengar samar-samar suara kepala sekolah dari dalamnya. Dan ketika mengintip sedikit melalui jendela tinggi ruang guru, memang semua guru sedang berada di tempatnya. Mendengarkan kepala sekolah berbicara di depan.

"Kita ke guru piket aja yuk! Siapa tau Pak Vincent nitip tugas." Kelvin mengajakku dan aku hanya mengikutinya.

Kami melewati koridor lantai satu. Rata-rata kelas ramai karena jam pelajaran kosong. Apalagi yang jauh dari ruang guru, mereka sepertinya mengadakan konser dadakan. Aku bisa melihat keseruan kelas lain hanya dengan melewatinya. Ada yang menutup rapat pintu beserta horden kelasnya, tapi terdengar bising sekali bahkan dari jarak yang lumayan jauh. Ada yang kelasnya bubrah dan tersisa beberapa orang di dalamnya karena yang lain entah kemana perginya. Ada juga kelas yang tenang dan damai karena orang-orang di dalamnya ambisius bahkan dari semester pertama. Hanya satu sih yang begitu, kelas IPA 1. Isinya hanya orang-orang pintar yang selalu nangkring di 20 besar paralel.

It's Only 5 Minutes Appart (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang