Kelvin (I Feel Like I'm In You)

143 12 16
                                    

"Evin, rileks aja ya..., kamu pasti bisa bawain dengan lancar!" Kana yang sedang menata atribut pada pakaian ala tentara milikku, menasehati sambil menjawab beberapa lontaran pertanyaan dari para anak kelasku yang baru pertama kali menemukan keributan kelas yang disulap jadi backstage.

"Asal aku liat kamu, aku pasti bisa tenang kok!" Aku tersenyum kecil ke arahnya.

Kana ikut tersenyum kemudian kembali sibuk mengurus aktor lain yang akan bermain dalam drama kelas kami. Seharusnya dia sudah ada di bangku juri saat ini, menemui para juri lain dan berdiskusi tentang jalannya perlombaan drama. Tapi, atas kebaikan ketua klub teater sekolah, Kana diizinkan membantu kami di belakang panggung berkaitan dengan tata kostum dan make-up para pemeran 30 menit sebelum lomba dimulai. Sebenarnya tidak hanya Kana yang sibuk, Lean dan Genta juga ikut wara-wiri mengurus para pemain yang akan tampil nanti.

Keributan di balik panggung ini juga membuatku sedikit tidak nyaman. Apalagi melihat tatapan semua mata teman-teman sekelas yang kadang menatapku dengan intens seperti melihat hal asing. Jujur saja itu cukup mengganggu ditambah ocehan dari Angel dan gang-nya yang tidak berhenti mencari perhatian dan sibuk menawarkan hal tidak perlu kepadaku. Oke, aku sekarang juga sadar bahwa aku memang terlihat berbeda.

Kutatap diriku sendiri di stand mirror milik salah satu anak kelasku yang rela menyumbang demi properti belakang panggung. Penampilanku memang terlihat lebih stylish dan gagah dengan baju militer dan atribut di dada kiriku, tanda lencana dan bintang di bahuku serta topi baret berwarna senada yang memperlihatkan pangkat jabatan di salah satu sisinya. Dan aku mengakui bahwa aku menyukai wujud pantulan diriku di cermin. Terlihat lebih dewasa dan kuat. Aku tersenyum sendiri sebelum gangguan petir di pagi hari menyapaku dalam kebisingannya.

"Iya, Vin. Lo emang ganteng. Tapi, liat gue juga dong! Kita sebelas dua belas sekarang." Guntur tertawa dengan keras dan sepertinya juga menikmati perannya yang lumayan berpangkat itu. Walaupun dia memang good looking, tapi tawanya yang menjengkelkan itu membuatku jengah juga. Akhirnya aku mengabaikan Guntur dan beralih membantu pemeran lain untuk melengkapi penampilan mereka.

"Kelvin kampret! Gue dicuekin gitu aja." Samar kudengar Guntur menggerutu di belakangku. Tidak berlanjut lama karena dia sudah kembali mengoceh pada Lean yang sedang sibuk mendandani para pemeran.

Dari sekian banyak rakyat kelas 10 IPS 1, aku belum melihat Arthur dan teman-teman usilnya sejauh ini. Dan itu kabar baik karena setidaknya Kana tidak akan mendapatkan mood buruk sepagi ini. Tapi, ada satu hal yang membuatku cukup heran. Aku belum melihat pasangan bermain dramaku, Rana Bianca. Cewek itu belum kulihat kehadirannya sejak aku menginjakkan kaki di kelas satu jam lalu.

"Ana, Rana kemana? Kok belum keliatan?" Kana yang sedang mengaplikasikan make-up ke salah satu pemeran, memandangku lurus lalu seperti terkejut sendiri.

"Ah iya!" Ia meletakkan kotak make-up yang memiliki banyak warna di meja lalu menghampiri Lean. Aku mengikutinya dari belakang.

"Le, lo urus make-up-nya Adrian dulu ya..., gue mau cek Rana di UKS." Ujar Kana yang kudengar jelas. Sedikit heran mengapa cewek galak itu ada di UKS padahal dia pemeran utama yang seharusnya sudah siap di sini.

"Evin, aku mau ke Rana dulu, dia ke UKS tadi. Nyobain baju sama make-up di sana. Kayaknya sekarang udah selese dandannya." Aku mengangguk paham dan Kana sudah berjalan cepat meninggalkan kelas.

"Kenapa Rana ganti di UKS, Le?" Tanyaku kepo pada Lean yang sedang mendandani Adrian, pemeran Ayah Eileen di drama kelas kami.

Dengan rambut yang digelung tinggi dan cekatannya dalam mengurus banyak hal, sekilas aku melihat dia seperti penata rias profesional. Aku juga jadi ingat Kana saat mengamatinya lebih dekat. Dan keringatnya yang meluncur di dahi membuatku bertanya-tanya sepanas apa ruangan ber-AC ini untuknya yang sedari tadi sibuk mengurus banyak hal. Oke, sejujurnya Lean cantik dengan segala hal di sekitarnya. Apalagi kacamata minusnya yang stylish itu membuatnya lebih berkarisma. Mungkin memang benar bahwa seseorang akan terlihat mempesona jika sudah dihadapkan pada passion-nya.

It's Only 5 Minutes Appart (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang