Kana (Hyuga-nii chan)

176 12 9
                                    

Sepagi ini aku sudah dihadiahi desas-desus sepanjang koridor lantai satu. Yang bergosip rata-rata anak cewek yang suka berkumpul di kursi panjang depan kelas masing-masing. Dan masing-masing dari gerombolan yang kulewati, hanya satu hal yang dapat kutangkap. Sekolah ini kedatangan murid baru saat mendekati pertengahan semester satu. Agak tidak biasa dan terkesan sangat nanggung. Mengapa tidak awal semester 2 saja? Oke, itu memang bukan urusanku.

Aku dan Kelvin yang memang tidak tertarik dengan gosip-gosip seperti itu, memilih berlalu. Sesekali aku menyapa teman-teman beda kelas yang aku kenali. Ya, setelah kurang lebih tiga bulan sekolah di sini, aku memang jadi banyak mengenal teman-teman dari kelas lain. Mungkin karena mereka duluan yang memulai mengakrabkan diri denganku sehingga aku mulai terbiasa dan merasa diterima.

Kami memasuki kelas dan duduk di pojok seperti biasa. Kelas sudah lumayan ramai dan aku melihat Lean yang sudah berada di kursinya sedang membaca novel milik Rana yang sepertinya ditinggalkan pemiliknya di laci meja. Kebiasaan Rana yang tidak pernah bisa dihilangkan sepertinya.

Bangku Rana di depanku masih kosong. Kulirik juga bangku Guntur yang sudah lumrah terbalik di atas meja, belum menunjukkan tanda-tanda penunggunya sudah tiba. Rajanya berangkat siang di antara kami berlima memang Guntur. Tidak heran kalau pagi-pagi aku selalu mendapati Genta yang jomblo tanpa teman sebangku.

"Le, tumben baca novel roman?" Kelvin bertanya dengan heran. Aku sebenarnya tidak heran-heran amat dengan sesuatu yang tidak biasa ini. Lean yang jarang terlibat dengan buku-buku fiksi apalagi novel romansa yang cukup digemari Rana. Dia akan lebih mempertimbangkan untuk membaca buku tebal seperti ensiklopedia atau jika sedang lelah berpikir banyak, dia akan membaca buku sastra prosa dan sesekali novel fantasi seperti Harry Potter dan teman-temannya. Terkadang Lean bisa menjadi arkais dan modern di saat bersamaan. Dia hampir sama sepertiku. Bedanya, aku tidak terlalu menggemari sastra lama.

"Oh, ini iseng aja. Rana suka ninggalin di sembarang tempat. Gue nemu di bawah kursi gue tadi. Dan... loohhhh... loh kalian udah dateng? Kok gue ngga tau?" Satu lagi masalah Lean, dia adalah manusia yang kurang sensitif dengan kehadiran orang lain jika sedang fokus akan sesuatu.

"Udah dari tadi kali Lele..., lo sih fokus baca, jadi ngga tau kita dateng." Jawabku sambil menggeser bangku dan meletakkan kepala di bahu Kelvin.

"Ngga gitu juga kali. Gue cuma lagi heran aja, kenapa cerita romantisme buku-buku fiksi gini banyak yang bikin mules bacanya." Ujar Lean lalu tertawa geli. Aku tahu mungkin dia sedang menengahi virus bucin dari buku novel yang baru saja dia tutup.

Aku hanya menggelengkan kepala lalu meminum yogurt yang baru saja dibuka Kelvin. Dia tidak protes, tapi segera kembali merebut botol yogurtnya yang tersisa setengah. Aku memejamkan mata nyaman saat Kelvin mulai mengelus lembut kepalaku.

"Pagi-pagi ada yang romantis aja. Apalah daya kita Le, cuma ngontrak di sini. Ya nggak?" Aku membuka mata dan melihat Rana dengan tatapan herannya ke arahku dan Kelvin.

"Heran gue sama lo, Ran. Komentar mulu tiap hari, ngga bosen apa? Padahal udah biasa juga mereka kayak gitu." Lean terkekeh sambil menyodorkan buku novel milik Rana.

"Ya ngga papa, biar ada obrolan aja. Lagian gue masih agak kecewa, dua manusia di belakang kita ini bukan terlahir sebagai sepasang kekasih. Ya, walaupun gue seneng sih mereka itu kembaran." Rana berujar lalu mulai membuka novel yang baru dibawanya dari rumah.

"Ran, lama-lama ini barisan kita jadi tempat nampung novel-novel lo nih." Ujarku berkomentar melihat bagaimana Rana memang semaniak itu dengan novel-novel fiksi.

"Tau nih, itu yang di loker sama yang di laci meja lo bawa pulang dulu. Giliran ilang satu aja ngiranya ada yang nyuri. Padahal lo sendiri yang ceroboh naruh dimana." Lean ikut mengomel.

It's Only 5 Minutes Appart (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang