Agathe Kana Fujihara

389 28 0
                                    

Aku dalam keadaan setengah tidur ketika mendengar suara grusak-grusuk yang cukup menganggu telinga. Akhirnya kuputuskan untuk bangun. Kulihat sekitarku hanya ada aku dan Kelvin yang sedang memasukkan barang-barang kami ke dalam carrier hijau miliknya. Dia melirikku sekilas lalu mengangkat alisnya.

"Masih ngantuk?" Tanyanya masih memandangku.

"Masih," ujarku yang tengah bersandar di sofa panjang rumah pohon. Suaraku sedikit serak efek habis bangun tidur.

"Nanti tidur di mobil aja, ya. Bentar lagi temen-temen bakal dateng kok," ujar Kelvin beralih mengelus rambutku sekilas lalu menatapku hangat. Aku mengangguk dengan nyaman. Aku selalu suka jika Kelvin memandangku dengan sorot teduh dan menenangkannya. Sebenarnya selain keisengannya, aku suka semua tentang Kelvin. Hanya berada di sampingnya, aku bisa merasa sangat nyaman dan aman. Sejak dulu sampai sekarang atau mungkin sampai seterusnya, Kelvin selalu menjadi bagian terpenting dalam hidupku.

Sebenarnya aku bukan tipikal anak manja yang egois dan seenaknya sendiri. Aku tidak pernah keberatan untuk melakukan segala sesuatu sendiri karena aku selalu senang jika bisa melakukan sesuatu dengan mandiri secara praktik dan bukan sekedar teorinya. Tapi sepertinya keluargaku tidak pernah menyetujui gagasan mandiri untuk seorang Kana. Hampir seluruh keluarga besarku dari pihak Papa maupun Mama, tidak pernah mengizinkanku melakukan sesuatu yang menurut mereka tidak perlu kulakukan. Seperti sekarang ini.

Aku hanya memperhatikan Kelvin yang sibuk mengemasi barang kami. Dia tidak pernah membiarkanku ikut mengepak jika akan berpergian jauh. Bukan karena ia takut aku kelelahan atau apa. Alasannya karena semua manusia di keluargaku tahu bahwa seorang Kana tidak akan pernah bisa mengepak barang bawaannya dengan rapi dan lengkap. Pasti ada saja barang penting yang tertinggal karena tidak muat dimasukkan dalam bawaan yang tidak diatur sama sekali. Ya, memang begitu. Aku tidak bisa menyusun barang dengan benar dan selalu meninggalkan barang penting karena sibuk memasukkan barang yang kurang berguna. Itulah mengapa sekarang aku hanya sibuk memandangnya sambil menyedot minuman yogurt yang ada di atas meja.

Dibandingkan denganku, Kelvin lebih cekatan dan rapi dalam hal mengepak barang. Dia juga teliti dan tidak akan meninggalkan barang penting yang dibutuhkan. Kelvin itu selalu menerapkan motto berpergian "sedia payung sebelum hujan" yang diperkirakan dengan riset instingnya. Dia seperti tahu apa yang akan kita butuhkan di tempat tujuan tanpa ada satu barang pun yang tidak terpakai. Barang persediaan yang dibaui dengan instingnya, pasti akan terpakai pada akhirnya tanpa ada yang tidak berguna sama sekali.

Setelah selesai mengepak barang bawaan, Kelvin menghamipiriku lalu dengan sembrono merebut minuman yogurt yang tersisa setengahnya. Aku berdecak kesal tapi tidak jadi mengomel ketika Kelvin menggiring kepalaku agar bersandar di bahu nyamannya. Mataku terpejam rileks saat tangannya mengelus rambutku begitu pelan dan penuh perhatian. Aku selalu suka posisi ini.

"Kayaknya nanti ngga sempet mandi. Mending mandi sekarang aja. Kamu mandi sana! Yang lain sejam lagi dateng." Ujar Kelvin sambil melihat jam dinding.

"Hmm..." mataku masih terpejam rapat ketika Kelvin menggendongku ala bridal style. Dia tahu aku terlalu ngantuk untuk bangun dan mandi. Aku membuka mata sedikit dan melihat wajahnya yang memandang lurus ke depan. Perlahan aku beringsut mengendus ke ceruk leher Kelvin. Posisi yang sangat nyaman untukku. Kelvin mungkin tidak tahu bahwa aku selalu mengharapkan kebiasaan ini tidak pernah berubah. Aku selalu berharap Kelvin akan selalu menjadi Kelvin yang kukenal, saudara kembar yang sangat perhatian dan membuatku nyaman meski hanya sekadar berada di sekitarnya.

***

"Udah lengkap semua?" Kelvin masuk mobil dan duduk di sampingku.

"Udah kayaknya. Langsung berangkat aja." Ujar Rana yang duduk di jok paling belakang. Kulirik ia yang tengah merecoki Lean makan chikinya. Telinganya disumbat headset yang mungkin memutar lagu-lagu dari BTS. Ya, dia sama maniaknya denganku untuk urusan fanatisme terhadap boyband korea satu itu. Tapi mungkin aku tidak sampai semengerikan fanatisme Rana. Jika orang lain akan membeli album hanya sekali saja, Rana tidak demikian. Dia akan terus membeli album yang sama sampai mendapatkan card bergambar biasnya. Terkadang Rana terdengar gila saat berhubungan dengan BTS. Sekarang saja dia sudah manggut-manggut mengikuti beat lagu di playlist-nya.

It's Only 5 Minutes Appart (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang