Kana (The Story)

121 13 19
                                    

"Fokus sama penilaian dan semua faktornya. Kita boleh menikmati penampilan drama per kelas, tapi tetep liat unsur-unsur bentuk dramanya. Nilai semua ekspresi, intonasi, blocking, dan kepadatan adegan sama dialognya. Jangan sampe lengah. Gue percaya sama penilaian kalian." Kak Ruby, ketua klub teater yang terkenal dan keren itu memberi pengarahan yang langsung kami para juri angguki.

Para juri termasuk aku, akhirnya menuju tempat masing-masing di depan panggung. Totalnya ada lima juri yang menilai penampilan drama per kelas. Tiga orang senior, dan dua orang angkatan kelas X, yaitu aku dan Lunar, cowok berambut cokelat yang merupakan anak kelas IPA-5.

Aku mulai fokus pada penilaian dan drama kelas. Untuk urusan objektif, aku bisa melakukannya dengan baik. Walaupun aku berharap teman-temanku dan Kelvin bisa membawakan drama kelas kami dengan baik, aku harus mengimbangi dengan detail koreksi jika mereka melakukan miss atau salah langkah dalam banyak kasus di atas panggung.

Kelas pertama mulai membawakan dramanya. Cerita mereka berjudul Dilan dan Seribu Candi yang membawa aura humor dalam genre pilihan alurnya. Sebenarnya dari judulnya saja itu sudah cukup mengundang kontroversi humor penonton. Ceritanya menarik walaupun sedikit aneh karena aku baru mendapati legenda era modern dimana tokoh Dilan mendapatkan tantangan membangun seribu candi atau dia harus merelakan boneka beruang kesayangannya dibakar masal. Benar-benar alur yang tidak tertebak sama sekali. Rasanya seperti jungkir balik dan di luar logika manusia. Tapi, keseluruhan cukup menghibur penonton, termasuk aku yang sedari tadi sudah tertawa selama drama mereka berlangsung.

Sejujurnya ada satu orang yang tetap pada wajah datarnya yang dingin, Kak Ruby. Entah bagaimana dia tetap bisa berwajah sedatar itu ketika melihat lelucon yang benar-benar lucu dan cukup ikonik untuk diingat seluruh penonton di auditorium ini. Tapi, aku sudah tidak heran lagi jika mendapatinya berwajah seperti itu. Hanya sekali, aku melihat senyum samar yang singkat darinya. Dan setelahnya aku belum pernah melihat lagi.

Penilaian dilanjutkan. Sekarang saatnya drama kelasku. Sejujurnya aku merasa nervous tanpa sebab sekarang ini. Padahal aku tidak akan tampil ataupun bermain peran. Dan kalaupun aku akan bermain peran, aku tidak pernah merasakan euforia nervous seperti ini. Atau jangan-jangan...

Aku melirik samping panggung dan mendapati Kelvin yang berwajah datar. Di sanalah aku menemukan alasan nervous yang muncul tiba-tiba padaku. Aura kembaranku itu benar-benar keruh dan tegang.

Aku memutuskan izin sebentar untuk menemui Kelvin. Untung saja Kak Ruby mengizinkan sehingga aku cepat-cepat melangkah ke arah Kelvin. Dia melihat kedatanganku dan senyumannya terbentuk. Aku ikut tersenyum lalu membawanya keluar auditorium sebentar. Menuju halaman samping gedung dekat dengan gudang olahraga.

"Evin...,"

Kelvin memandangku lurus dan tersenyum kecil. "Maaf, aku tadi liat anak-anak IPA 4 kayak natural banget. Aku takut salah dialog." ujarnya kemudian.

"It's ok. Lakuin sebisa kamu. Kayak waktu latihan. Kalo kamu nervous, aku ada di bangku juri ke-3. Samping kiri Kak Ruby. Dan lagian kamu, kan tokoh utama. Jangan sampe Rana marah-marah cuma karena kamu nervous padahal kamu seharusnya bisa santai bawain dramanya. Kapten Vin yang keren dan ganteng, semangat ya...," aku menangkup dua pipi Kelvin. Dia tersenyum lebar.

"Hug me." Pintanya yang langsung kupenuhi.

"All iz well...," bisikku padanya. Kelvin mengulangnya seperti mantra dan setelahnya aku memutuskan pelukan kami.

"Yuk, yang lain udah pada nungguin. Bilang sama temen-temen bawain dramanya santai aja. Aku balik ke bangku juri ya..., jangan lupa mantranya." Ujarku yang langsung diangguki Kelvin.

It's Only 5 Minutes Appart (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang