Bagian 2 🌺

4.1K 239 2
                                    

"Lid, benaran kamu mau lepasin Fani..".
"Sssttt nggak usah ngegas gitu!" Khalid menautkan jari telunjuk ke bibirnya. Ia melirik kanan kiri takut ada yang mendengar suara Aldo.

Khalid menghela napas dan menghembuskannya kasar seraya menganggukkan kepalanya.
Mulut Aldo membulat, Khalid yang melihatnya sontak memasukan roti bekasnya makan. Aldo tak ambil pusing langsung mengunyah roti tersebut.

"Waah, sia-sia dong perjuangan mu selama ini".
"Mau gimana lagi Do" jawab Khalid lemah.
"Kenapa nggak kamu izin poligami ke Aira?" tanya Aldo dengan tampak polos.
"Gila kamu, emang aku mampu? satu aja nggak bisa ku urus  apalagi dua".

Dia kira poligami gampang, yah walaupun poligami itu di sunnah kan tapi tetap saja bukan suatu kewajiban. Orang begitu mudahnya berpoligami dengan  beralibi menjalankan sunnah Rasul tapi pada ujungnya sunnah Rasul yang lain terabaikan.

"Terus kamu mau apa kedepan, tetap bersama Aira. Kamu sudah mencintainya?"
Khalid tak menanggapi pertanyaan Aldo. Ia pun bingung dengan pernikahannya sendiri. Enam bulan sudah dirinya dan Aira berumah tangga tapi hubungan mereka tak ada kemajuan.

"Hmhm gini nih kalau nggak tegas, coba dari awal kamu batalin pernikahan kalian. Kalau sudah gini kan bukan cuma kamu yang tersiksa, Aira juga. Kamu nggak kasihan apa sama dia?" Oceh Aldo panjang lebar.

"Do, ini terlalu rumit. Kamu nggak akan mengerti,"
"Bagian mananya coba yang tidak kumengerti"
"Gini Do, permasalahannya terlalu komplit. Kan kamu tahu, ummi sama abah juga nggak tegaan. Mereka sayang sama Aira".
"Pak Rudi sama Bu Lina juga sudah menitipkan Aira padaku" sambung Khalid terdengar frustasi.

Aldo terkekeh gelih melihat sahabatnya itu, pasalnya Khalid adalah sosok yang tenang dan bijaksana. Tapi saat ini Aldo melihat sisi lain dari seorang Khalid.

"Semua terserah padamu".
"Makasih do, ya udah sepertinya jam istirahat telah selesai. Ayo kembali ke kantor"
Mereka beranjak meninggalkan kantin dan masuk memulai aktivitas kembali.

***

Aira bergegas menuju ruang kelas, siswa-siswanya telah menunggu. Tiap hari Aira akan mengajar dua kelas.
Sebelum masuk kelas tiba-tiba seseorang muncul di belakangnya.

"Ustadzah Aira, afwan sebentar ba'da ashar akan ada rapat. Jadi ustadzah ikut rapat dulu sebentar baru masuk mengajar lagi".
"Baik ustadz Karim" Aira mengangguk.
"Kalau gitu, saya mengajar dulu ustadz. Assalamualaikum" pamit Aira.
"Waalaikum salam" jawab ustadz Karim.

Rapat kali ini adalah rapat khusus internal guru yang membahas peningkatan belajar para siswa. Tiap-tiap guru akan melaporkan hasil mengajarnya. Aira pun menyampaikan dengan lugas hasil mengajarnya selama sebulan ini.

Aira berjalan menuju parkiran, pelajarannya telah selesai. Waktu sudah menunjukan pukul 17.00. sebelum menaiki motornya, Aira mendengar suara cempreng yang memanggilnya. Aira sudah tahu siapa, siapa lagi kalau bukan Wati sahabatnya sesama guru.
"Airaaa"
Aira pura-pura tak mendengarnya. Wati semakin mendekat lalu menarik lengannya.
"Ra, buru-buru amat"
"Iya, ini udah jam lima. Kalau mas Khalid pulang gimana" jawab Aira sambil melihat jam di pergelangan tangannya
"Ooh yang suamimu itu Ra?" Suara Wati terdengar renyah
"Mulai deh,"
"Maaf ustadzah".

Mereka tertawa bersamaan.
Mereka akan saling memanggil ustadzah jika di lingkungan sekolah tapi kalau di luar mereka akan memanggil nama.






(Tidak) Salah Khitbah ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang