Bagian 13🌺

2.8K 154 5
                                    

Episode Fani

Fani melangkah terburu-buru setelah keluar dari ruang dosen pembimbingnya.  Ia baru saja melakukan konsultasi perbaikan skripsinya. Dua tahap ujian telah di laluinya, ujian proposal dan ujian hasil penelitian dan hasilnya sangat memuaskan.

Langkah Fani terhenti saat melihat seseorang yang sangat ia hindari. Lantas Fani memutar balik tubuhnya lagi namun tanpa Fani sadari orang tersebut sudah ada ada di hadapannya.

"Kenapa kau terus menghindar, hmm?".

"Wan, aku tidak ingin bertemu denganmu. Ngerti nggak sih" ucap Fani dengan kesal. Lelaki yang bernama Wawan itu nampak menyeringai. Membuat Fani bergidik ngeri.

"Wah, hebat yah calon istriku" lelaki itu malah tertawa sumbang, tapi matanya menatap tajam Fani.

"Maafkan aku Wawan, tapi aku benar-benar nggak bisa nikah sama kamu. Mengertilah" Fani memelas mungkin saja Wawan akan sedikit iba padanya. Namun nihil.

"Dasar! Kakak sama adik sama aja" umpat lelaki itu sambil menendang beberapa benda di area itu.

Fani memanfaatkan situasi itu untuk lari, namun mendadak berhenti ketika Wawan memanggilnya kembali.

"Hey...mau kemana! Kalau kau masih menolak maka akan ku sebarkan foto-foto mu itu dan kau akan di cap sebagai perempuan munafik. Mau?".

Kaki Fani bergetar hebat, airmata nya seketika meluncur. Fani tidak bisa berkutik, hingga lelaki yang bernama Wawan itu menghampirinya.

"Bagaimana, hmm?"

"Ke-kenapa kau melakukan itu?" Fani tidak bisa lagi membendung air matanya.

"Kenapa? Aku hanya ingin melakukannya adik manis" nada itu terdengar seperti seorang psycho.

"Kenapa kau seperti ini? Dulu kau sangat baik. Aku bahkan menganggapmu sebagai kakakku" Fani mulai terisak.

"Pulang dan bicara pada keluargamu bahwa kau sudah setuju menikah denganku".

Fani baru melangkahkan kakinya untuk pulang lagi-lagi pria itu menghentikannya.

"Sebelum pulang temani aku makan atau...".

"Iya" tanpa menunggu kalimat selanjutnya, Fani langsung mengiyakan ajakan Wawan. Gadis itu sudah bosan mendengar ancaman pria bertubuh tegap itu.

Lelaki itu tersenyum penuh kemenangan. Fani mengikuti Wawan masuk kedalam mobilnya tanpa perlawanan.

Fani tidak bernafsu memakan hidangan yang tersedia di depannya, tidak seperti pria yang duduk di hadapannya saat ini yang begitu menikmati santapannya.

"Makan. Jangan hanya di lihat",

"Harusnya kamu bersyukur menikah denganku. Hidupmu akan terjamin",

"Kamu bisu?",

Berbagai ocehan yang keluar dari mulut Wawan, Fani tak menanggapinya sama sekali. Setelah selesai makan, Fani berdiri lebih dulu dan keluar dari restoran itu. Wawan secepat mungkin menyusulnya takut gadis itu akan kabur.

"Mau kemana lagi?" Lelaki itu masih ingin bermain-main dengan Fani.

"Aku mau pulang" jawab Fani ketus tidak peduli dengan tatapan elang Wawan.

"Yakin, sebaiknya temani aku lagi di..."

"Aku akan pulang sendiri, ini sudah magrib!" Fani benar-benar tidak bisa menahan emosinya berhadapan dengan Wawan.

"Baiklah aku akan mengantarmu. Ayo!"

Fani mengikuti lelaki itu masuk kedalam mobilnya. Tanpa mereka sadari ada seseorang yang memandang mereka dari jauh.

Wawan tidak mengantar Fani di kosannya karena restoran yang mereka datangi jaraknya sudah dekat dengan rumah orang tua Fani.  Akhirnya sampailah Fani di rumahnya. Wawan ikut masuk sekedar menyapa pak Rudi dan bu Lina. Tak lama kemudian pria itu berpamitan.

*  *  *

"Wawan anak baik kok sayang" Bu Lina mengelus kepala sang putri.

Seketika air mata Fani tumpah, kali ini bukan menangisi nasib cintanya. Tetapi merasa kasihan melihat orang tuanya yang tertipu oleh sosok Wawan yang sopan di hadapan mereka. Pak Rudi hanya bergeming kemudian menyelinap di kamar untuk menelpon Aira.

Fani belum juga memejamkan matanya, pikirannya membawa dirinya pada kejadian itu. Saat itu mereka sedang mengadakan rihla di pantai. Fani dari membeli balon untuk kepentingan games anggota yang baru masuk. Karena terburu-buru, ia tak sengaja menabrak seseorang. Posisi mereka benar-benar mendukung. Fani terjatuh di atas pria yang di tabraknya itu. Karena panik lelaki tersebut mendorong Fani, tetapi Fani mencengkram baju sang pria akhirnya Fani terjatuh lagi dengan posisi di bawah. Pria itu segera bangun karena Fani mendorongnya, tanpa menunggu pria itu bangun karena terjungkal kebelakang Fani langsung lari terbirit-birit.

Fani tidak menyangka peristiwa itu di abadikan oleh seorang Wawan. Fani menduga mungkin saja Wawan bekerja sama dengan pria itu untuk menjebaknya.

Fani pun tidak mengerti mengapa Wawan melakukan itu pada dirinya. Setahunya dulu Wawan adalah teman dekat Aira. Wawan sering main di rumah mereka, bahkan orang tuanya dan orang tua pria itu saling kenal.

Fani kembali meratapi kisah cintanya, bukan karena tidak ingin mengikhlaskan pria yang sudah menjadi kakak iparnya itu, tetapi mengapa ia harus berjodoh dengan lelaki seperti Wawan. Bukankah wanita yang baik hanya untuk laki-laki yang baik?. Apakah dirinya akan menjadi Asiyah yang bersuamikan lelaki kejam seperti Firaun?.

Fani menghela napasnya sembari beristighfar. Peristiwa tadi sore sangat menguras emosinya. Dalam benaknya mungkin ia akan berbicara dengan Aira apa pendapatnya. Fani yakin kakaknya itu memiliki hati yang bijak. Kala rasa ngantuk mendera Fani memejamkan matanya membiarkan dedaunan berbisik tertiup angin malam.

*

*

*

(Tidak) Salah Khitbah ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang