Bagian 20🌺

3.7K 188 14
                                    

Rumah minimalis itu tampak berbeda dari biasanya. Di halamannya sudah di dekorasi sedemikian indah, warna hijau mendominasi setiap sudutnya. Terdapat banyak jejeran kursi yang sudah di duduki oleh tamu undangan. Sementara diatas pelaminan yang dihias bak singgasana ratu Balqis berdiri sepasang manusia yang telah berikrar janji di hadapan Allah SWT.

Fani tampil anggun dengan gaun putih serta jilbab panjang menjuntai kelantai dilengkapi dengan aksesoris serta pernak pernik yang menambah kecantikannya. Begitupun Wawan tampil dengan gagah memakai tuksedo putih. Begitu banyak yang memuji kecocokan mereka.

"Yang satu cantik, dan satu ganteng".

Acara berlangsung khidmat, satu persatu tamu undangan telah pergi. Keadaan telah sepi menyisahkan keluarga inti saja.

"Barakallah laka wa baaraka alaika wa jama'a bainakuma fii khair".

Doa yang selalu dipanjatkan untuk pasangan yang baru menikah mengiringi gadis berbusana serba putih itu. Sang ibu yang merasa haru memeluk kedua putrinya tatkala mereka sudah berada di kamar tepatnya di kamar pengantin. Sengaja memberikan waktu sejenak untuk Bu Lina melepas anak gadisnya.

Mereka duduk di tepi ranjang, Bu Lina di apit oleh kedua putrinya.

"Sekarang tidak ada lagi tanggung jawab ibu dan ayah terhadapmu, seluruh jiwa dan ragamu adalah tanggung jawab suamimu. Surgamu bukan lagi pada ibu atau ayahmu tapi pada suamimu. Berbakti padanya. Apapun yang terjadi jangan pernah membicarakan masalah rumah tangga mu pada orang lain. Suami akan menjadi ladang pahala untukmu. Dan nanti anak-anak akan menjadi penyejuk matamu. Dan jangan halangi suamimu untuk berbakti pada orang tuanya. Ingat mertuamu adalah surga suamimu, sayangi mereka seperti kamu menyayangi kami" tutur wanita paruh baya itu dengan mata berkaca-kaca, Fani tak bisa menahan laju air matanya begitupun Aira. Mereka berpelukan dalam tangis haru yang bahagia. Tak lupa pula Bu Lina menyampaikan pada Aira hal yang sama.

"Begitu juga denganmu, ibu sudah menyampaikan ini dulu. Tapi sekarang kamu tampak pucat. Akhir-akhir juga Ibu lihat kamu tidak seceriah seperti biasanya. Apa itu cuma perasaan ibu?" Sang ibu menelisik wajah putri sulungnya itu.

Aira mengangguk namun air matanya jatuh bercucuran. Bu Lina kembali mendekap Aira. Insting seorang ibu memang sangat kuat sekalipun Aira tidak di lahiran oleh Bu Lina tapi wanita paruh baya itu merasakan perasaannya tapi ia tidak akan mencampuri urusan rumah tangga anak-anaknya. Sebab tidak sedikit rumah tangga yang retak hanya karena orang tua terlalu banyak ikut campur.

"Kalau ada masalah di komunikasikan, jangan di pendam sendiri. Kasian bayimu".

Lagi-lagi Aira hanya mengangguk, ia memeluk ibunya lagi begitupun Fani. Mereka menikmati moment sebelum dirinya dan sang ibu keluar dari kamar Fani.

*  *  *

Khalid terbangun karena gerakan wanita di sebelahnya, sayup-sayup ia mendengar suara ringisan. Khalid menyentuh pundak sang istri, perlahan ia memutar tubuhnya. Khalid terkejut mendapati Aira yang sudah banjir keringat.

"Ya Allah...Ra. kenapa". Wanita berbadan dua itu tak menyahut. Khalid menyeka keringatnya yang bercucuran.

"Kenapa, apa yang sakit?". Terdengar nada khawatir dari bibir lelaki jangkung itu.

"Nggak apa-apa". Khalid makin panik mendengar suara Aira yang lemah.

"Kita kerumah sakit yah".

"Nggak usah, cuma kram biasa kok". Khalid sedikit tenang. Ia memijit pundak hingga mengusap punggungnya sang istri.

"Udah mendingan?" tanya Khalid setelah beberapa menit.

"Sudah".

"Sering begini?".

(Tidak) Salah Khitbah ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang