Bagian 8🌺

3.2K 204 5
                                    

Khalid menepikan mobilnya setelah sampai di depan gerbang sekolah tempat Aira mengajar. Dari jauh lelaki bertubuh tinggi itu melihat sang istri sedang berbincang dengan rekan sesama gurunya yang kalau tidak salah ingat bernama Karim. Iya, ustadz Karim begitu waktu itu Aira menyebutnya.

Seperti biasa Khalid selalu menjemput Aira saat pulang dari kantor. Seperti sore ini, Khalid sudah menunggu Aira di mobilnya namun yang di tunggu masih meladeni temannya yang sedang berbicara. Alhasil Khalid merasa geram pada lawan bicara Aira itu meski lelaki itu tampak menundukkan pandangan terhadap Aira tapi Khalid bisa menangkap sorot mata lelaki yang bernama Karim itu seperti memuja atau mengagumi, hingga Khalid membunyikan klakson mobilnya.

Aira pamit pada ustadz Karim dan berlari menuju mobil sang suami. Aira takut jangan sampai Khalid salah paham dengan apa yang di lihatnya. Aira sangat menjaga pernikahan mereka.

"Maaf mas, tadi aku hanya menjelaskan kembali teori dan metode pembelajaran yang sudah aku terapkan. Soalnya ustadz Karim waktu rapat kemarin tidak masuk. Katanya dia mau memakai metode yang aku pakai" Aira membuka obrolan dengan menjelaskan apa yang di saksikan suaminya barusan.

"Oh, terserahlah" jawab Khalid pelan dan datar tanpa menoleh ke lawan bicaranya. Namun kemudian Khalid menyadari responnya yang datar pada aira padahal maksud terserah nya di tunjukkan untuk rekan istrinya itu. Lagi-lagi Khalid merutuki dirinya.

Sedangkan Aira yang terlanjur mendengar respon suaminya itu merasa kecewa. Pasalnya ia sudah menceritakan yang sebenarnya tapi sang suami seperti tak peduli. Kekecewaanya bertambah kala mengingat dirinya bukanlah wanita yang di cintai oleh suaminya. Aira hanya bisa memendam rasa sakitnya dalam hati. Apalagi hormon kehamilan sangat mempengaruhi psikologis, sehingga Aira sangat sensitif mudah merasa sedih, kecewa dan perasaan lainnya.

"Mau bakso?" tanya Khalid memecahkan keheningan di mobil.

Aira menoleh ke arah suaminya itu yang sedang menatapnya, sedetik kemudian Khalid mengarahkan pandangannya ke depan karena masih mengemudi.

"Aku pengen cumi bakar" jawab Aira sambil memainkan jari-jari tangannya.

"Ya udah, ayo kita cari". Khalid mengedarkan pandangannya mencari warung penjual cumi bakar. Setelah menemukan Khalid menepikan mobilnya.

Aira berjalan di belakang Khalid menuju warung yang menjual cumi bakar. Aira memang mengidam ingin makan daging cumi yang di bakar sejak semalam tapi sekarang baru kesampaian. Tak apalah, Aira tidak mempermasalahkannya dia masih ingin makan lagi pula saat ini di temani sang suami tercinta.

"Ra, di bungkus saja yah. Udah mau magrib soalnya" ucap Khalid karena melihat istrinya itu sepertinya sudah ngiler.

Aira cuma mengangguk, Khalid sekalian membeli lauk untuk dirinya agar Aira tidak memasak lagi untuk makan malam. Kalau nasi, Aira sudah memasak memang sebelum pergi mengajar.

Saat menuju rumah, tetesan-tetesan air jatuh membasahi bumi lalu lama-lama menjadi lebat. Khalid memarkirkan mobilnya di garasi sebelumnya Aira sudah turun pas di teras rumah.

"Mas, shalat di rumah aja yah".

"Iya, hujannya belum berhenti".

Akhirnya mereka menunaikan shalat magrib berjamaah dirumah. Aira sangat bahagia di imami langsung oleh imam hidupnya. Apa lagi bacaan Khalid sangat fasih. Setelah salam, Khalid menyalami Aira di belakang. Aira mencium tangan sang suami. Setelah itu Aira bangkit melepaskan mukenanya menuju dapur sedangkan Khalid masih lanjut berzikir.

Aira menghidangkan nasi serta lauk yang mereka beli di pinggir jalan. Sambil menunggu Khalid, Aira duduk di kursinya dan mulai mencicipi cumi bakarnya. Khalid menyusul di meja makan, sebelumnya Khalid menyaksikan istrinya itu tengah lahap mengigit cumi bakar tersebut serta menjilati bibir dan jarinya yang masih tersisa tinta serta bumbu cumi. Khalid meneguk ludahnya, bukannya jijik Khalid gemes saja melihat cara makan Aira yang lahap seperti tidak makan selama seminggu.

"Mas, ayo dimakan" Aira menyodorkan nasi serta ayam goreng di hadapan Khalid.

Khalid mulai menyantap makanannya, sesekali melirik Aira yang masih asyik menikmati hidangannya. Khalid tersenyum dalam diamnya mengingat Aira yang sedang mengidam karena mengandung darah dagingnya.

"Kk ka...kamu bilang aja, kalau...mau makan apa" ucap Khalid tergagap pada Aira.

Aira mendongak menatap lurus Khalid kemudian tersenyum simpul dan mengangguk. Khalid merasa gerogi atas sikap istinya itu. Dadanya seketika berdebar melihat senyum malu-malu Aira. Akhirnya Khalid kembali melahap makanannya untuk menutupi perasaan aneh yang menyerang dadanya. Lalu segera meneguk air putih, ekor matanya sempat melirik Aira yang menunduk namun masih tersenyum. Jadinya Khalid tersedak, Aira segera berdiri menghampiri Khalid lalu mengelus pundaknya. Bukannya membaik Khalid semakin berbatuk, Aira yang panik menyodorkan kembali air minum. Khalid segera menguasai dirinya, napas di aturnya perlahan lalu meneguk air putih tersebut pelan-pelan.

Karena hujan yang tak kunjung reda, Khalid memutuskan sholat isya di rumah bersama Aira. Usai sholat Khalid mengaji. Ini adalah kebiasaan Khalid sejak kecil, didikan ummi dan abahnya memang luar biasa. Apalagi Khalid memang sudah pandai mengaji sedari kecilnya, hampir semua variasi tilawah dia tahu. Aira tentu saja selalu terkesima saat mendengar Khalid mengaji. Seperti saat ini Aira yang terkesima mendengar lantunan ayat yang di bacakan oleh suaminya itu. Itu adalah surah Al-waqiah, surah yang sering di bacanya dulu ketika masih kuliah.

Aira memberanikan diri duduk di sebelah Khalid. Entahlah, Aira merasa damai berada di dekat sang imamnya seperti saat ini. Khalid mengakhiri tilawahnya, Aira belum bergeser dari tempatnya.

"MaasyaAllah, aku suka surah itu".

Khalid kembali gugup mendapati Aira di sampingnya.

"Mmm itu...tentang hari kiamat, balasan untuk orang-orang golongan kanan yang baik dan balasan untuk orang-orang golongan kiri yang zalim. Tapi fadhilahnya bisa membebaskan kita dari kemiskinan" Khalid menjelaskan isi kandungan surah tersebut tanpa menoleh ke Aira.

"Iya, mas. Aku suka baca surah itu dulunya waktu kuliah supaya nggak merasa kekurangan. Hehe" Aira menjawab sambil tersenyum sumringah.

"Kamu hafal?" Khalid menolehkan wajahnya ke Aira.

"Belum mas, tapi kalau baca cepat. Karena udah keseringan baca. Kalau mas?".

"Alhamdulillah".

"Emm...mas hafiz yah?" tanya Aira penasaran.

"Belum Ra, masih berjuang".

"Udah berapa juz yang di hafal?".

"Baru setengahnya".

"MaasyaAllah, aku juga pengen gitu mas. Aku baru dua juz itupun juz amma dan juz tabarak"

"Itu juga udah MaasyaAllah Ra,"

Senyum Aira merekah lagi, merasa senang atas respon Khalid kali ini.

"Iya, pada hal aku pengen punya anak hafiz mas tapi aku nya masih begini" ucap Aira

"Itu udah pencapaian luar biasa kok, aku juga masih terus belajar. Nanti kita bisa belajar sama-sama kedepannya. Bukankah anak adalah tanggungjawab kedua orang tuanya?".

Mata Aira membulat, ia tidak menyangka Khalid akan berbicara seperti itu. Itu artinya mereka akan membesarkan anak mereka secara bersama-sama?, Aira mengucap syukur dalam hati, Aira tidak akan berhenti berjuang untuk mendapatkan hati sang suami.

Khalid tertegun atas ucapannya sendiri. Ia melirik Aira yang pipinya sudah memerah. Khalid hanya bisa menelan ludahnya, dadanya kembali berdegup. Sejenak ia memejamkan matanya dan bertekad akan benar-benar melupakan perasaannya pada gadis yang menjadi adik iparnya itu.

Khalid menjulurkan tangannya menyentuh kepala Aira, Aira terkejut mendapati Khalid berlaku manis seperti itu. Sejenak mereka bersitatap, lalu tersenyum keduanya tertunduk malu.

Hujan makin deras mengguyur bumi, dan  semesta ikut tersenyum menyaksikan  dua insan yang bersatu karena restu dariNya.

*
*
*

(Tidak) Salah Khitbah ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang