Bagian 12🌺

2.9K 173 12
                                    

Sudah seminggu kepulangan Aira dari kediaman orang tuanya. Pak Rudi juga kesehatannya sudah berangsur membaik. Beberapa kali Aira berbicara dengan ayahnya lewat telepon. Selain mengetahui kondisi kesehatan sang ayah, Aira mendengar bahwa Wawan  lelaki yang kerap kali datang bertandang di rumah orang tuanya itu dengan beritikad baik. Aira sedikit ragu dengan niat baik Wawan namun belum berani mengungkapkan keraguan itu pada ayahnya sampai ia akan berbicara sendiri dengan Wawan.

Aira terus melamun saat membersihkan dapur sampai Khalid lewat pun Aira tidak menyadarinya.

"Ra...Aira..."

Aira terkejut melihat suaminya itu berdiri gagah di hadapannya. Dengan cepat ia meraih apa saja untuk di bersihkannya. Khalid menahan tangannya dan menaruh kembali barang tersebut ke tempatnya semula.

"Ada yang mengganggu pikiranmu?"

Aira menggeleng, mengamati wajah sang suami yang tampak menyelidik.

"Aku mau beres-beres rumah dulu mas" dengan cepat Aira meloloskan diri dari hadapan sang suami. Bukan bermaksud menghindar tetapi Aira belum siap bercerita tentang Fani yang sudah di lamar.

Khalid mengamati dari jauh Aira yang sedang membereskan rumah. Sebenarnya Khalid sedikit tidak tega melihat istrinya itu terus bergerak mengurus segalanya di rumah belum lagi dia harus pergi mengajar. Pernah mengajukan agar mereka memperkerjakan asisten rumah tangga, tapi dengan tegas Aira menolak dengan alasan masih sanggup mengurus rumah dan suaminya. Bukan tak mau, Aira hanya menyayangkan uang jika menyewa asisten rumah tangga sementara dirinya masih sanggup mengerjakan tugasnya. Aira tidak ingin mengeluarkan uang suaminya jika bukan hal yang tidak penting meskipun suaminya itu memiliki gaji yang cukup tinggi.

"Kamu nggak capek?" Aira mendongak yang sedari tadi merapikan buku-buku di rak. Khalid berdiri sambil melipat tangan di depan dada memperhatikan gerak-gerik Aira.

"Tinggal ini kok" Aira jadi kikuk dibuatnya.

"Kamu nggak dengar kata dokter?" Khalid hanya mengingatkan istrinya itu untuk banyak beristirahat.

Aira mengangguk, tapi masih melanjutkan pekerjaannya. Setelah Khalid beranjak, Aira bernapas lega tetapi kemudian ia mengerjakan yang lain lagi.

Pagi hari seperti biasa, Khalid siap-siap ke tempat kerja. Aira menyiapkan semua kebutuhannya, ketika itu tiba-tiba kepalanya terasa pusing. Aira meringis memegang kepalanya, Khalid dengan cepat menangkap saat Aira sudah ambruk.

"Ibu Aira cuma kelelahan. Silahkan Periksakan di dokter kandungan keadaan janinnya"  ujar sang dokter usai memeriksa Aira.

Aira telah sadar dari pingsannya, masih terbaring lemah di atas kasur.

"Istirahatlah, sebentar lagi ummi datang"

"Aku nggak apa-apa kok, aku...".

"Nurut dikit bisa...".

"I-iya, maaf".

Khalid berlalu meninggalkan kamar mengantar sang dokter. Agak kesal dengan sikap Aira belakangan ini yang memforsir diri untuk bekerja.

Aira duduk bersandar di kepala ranjang, di samping kanan sudah ada ibu mertuanya yang sedang menyuapinya. Sedangkan Khalid duduk di samping kiri yang tengah memperhatikan interaksi  dua wanita berbeda generasi itu.

"Jangan capek-capek toh, sekali-kali bantu-bantu juga istrimu lid".

Khalid memandang umminya sejenak lalu beralih keistrinya, Aira tidak sanggup menatap balik suaminya itu. Aira bisa merasakan ada raut kekecewaan yang terpancar di mata sang suami.

"Iya mi".

Setelahnya Khalid berpamitan ke kantor. Kondisi Aira juga tidak parah. Beruntung Aira punya ibu mertua yang penuh kasih sayang. Semua pekerjaan di rumah dikerjakan oleh ibu mertuanya itu. Aira jadi tidak enak, meskipun kondisinya lemah, Aira ingin turut membantu.

(Tidak) Salah Khitbah ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang