Selama proses lamaran berlangsung tidak sedetikpun Aira lengah memikirkan sang suami yang tak kunjung datang. Perasaan cemas mulai menghinggapi kalbunya. Aira mengecek lagi ponselnya namun tak ada satupun balasan dari sang suami.
Acara sakral itu akhirnya selesai dengan keputusan pernikahan akan di gelar sebulan kemudian. Terlihat pak Rudi yang berjabat tangan dengan ayah Wawan juga bu Lina yang berpelukan dengan ibu Wawan. Sungguh pemandangan yang sangat indah saat kedua keluarga akan mempersatukan putra putri mereka dalam suatu ikatan yang sah.
Sungguh berbeda dengan gadis yang telah memakai cincin simbol ikatan itu, pun dengan lelaki yang tampilannya terlihat klimis sore ini. Mereka berdua sama-sama bertahan dalam kebisuan, hanya Fani yang memaksakan tersenyum untuk menghargai orang tua serta calon mertuanya. Sedangkan Wawan, lelaki itu sama sekali tak bereaksi. Padahal dirinya lah yang menggebu-gebu untuk merealisasikan acara ini.
Aira membantu ibunya serta Fani menyajikan makanan di atas lantai yang beralaskan karpet lebar. Beberapa keluarga dan tetangga ikut serta juga keluarga dari Wawan turut hadir. Setelah para pria datang dari mesjid menunaikan shalat magrib mulailah digelar acara makan malam. Di sana Khalid sudah bergabung di antara para pria itu. Kini Aira jadi tenang sekaligus senang melihat kehadiran suaminya itu. Pikirnya Khalid tidak akan datang.
Rombongan keluarga Wawan satu persatu telah pamit menyisahkan keluarga inti saja. Hanya ada ibu, ayah serta Wawan yang hendak pamit pula. Sekali lagi kedua pasangan tua itu menampakkan wajah berseri. Aira sangat tahu orang tua Wawan begitu baik apalagi ibunya tak henti-hentinya memuji Fani. Berbeda dengan anak lelakinya yang kerap menatap sinis apalagi jika tak sengaja bertatap dengan Khalid.
Begitu pun Khalid dan Aira memilih untuk pulang, Khalid yang harus pergi kerja pagi hari menjadi sebuah alasan meski Aira masih ingin bercengkrama dengan keluarga. Pasangan suami istri itu akhirnya pamit, Keheningan menyelimuti perjalanan mereka begitu sampai dirumah.
"Mas, kok tadi gak dibales aku chat?" Dengan segenap kekuatan Aira mencoba mencairkan kebekuan yang ada.
Hening. Lelaki itu bergeming tak berjiwa. Hati sekuat baja itu terasa nyes, sesegera mungkin ia minggat ke dapur meneguk air putih. Lebur sudah pikiran positif yang sudah dibangunnya, yang ada hanya kekalutan seperti masa awal pernikahan. Di abaikan, tak di inginkan, merasa rendah diri.
Malam yang telah larut, bisikan angin malam mendayu menghantarkan hawa dingin yang menusuk tulang, mata bulat nan indah itu masih menatap punggung kokoh sang suami yang telah berlayar ke alam mimpi. Sungguh naluri perempuanya ingin berada dalam dekapan hangat itu. Dekapan yang menemani melewati malam panjangnya, yang menjadi selimutnya dalam dinginnya malam.
Pergerakan tubuhnya beriringan dengan luruhan air mata, keadaan saling membelakangi yang kian menyesakan dadanya. Isakkan tangis ditahannya agar tak mengganggu pemilik tulang rusuknya.
* * *
"Jujur deh, kamu kenapa akhir-akhir ini?" tanya Aldo sambil menikmati makanannya.
"Maksudnya,?".
"Beda aja".
"Perasaanmu saja sob".
Mereka lanjut dengan obrolan lain seputaran pekerjaan kantor, di tengah asyik terdengar deringan ponsel. Khalid merogoh sakunya melihat nomor baru yang tertera tanpa pikir panjang ia menggeser icon berwarna hijau.
"Assalamualaikum,".
"..... ". tak ada balasan, Khalid berpikir mungkin saja orang salah sambung atau orang iseng. Mencoba lagi ia menyapa.
"Hallo, maaf dengan siapa?"
"Dengan saya". Suara dari seberang membuat Khalid tercekat, untuk apa lelaki brengsek itu mengubungi nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Tidak) Salah Khitbah ✓
ChickLitKhalid harus mengubur impiannya untuk menikah dengan Fani, gadis yang ia kagumi dalam diamnya. Saat akan mengkhitbah Fani, orang tua Khalid malah mengkhitbah Aira.