17

238 27 3
                                    

Ada typo kasih tau:)
Pagi-pagi sekali Tara sudah berada diambang pintu kamar Gina. Menatap gadis cantik yang terduduk diatas kursi roda dengan tatapan kosong.

Dengan yakin Tara melangkahkan kakinya mendekat membuat gadis yang semula melamun itu menatap Tara datar. "Ngapain lo kesini?" suara dingin itu menusuk genggang telinga Tara.

"Aku kesin-"

"Pergi" teriak Gina seraya mengangkat tangannya menunjuk pintu keluar. Tara menelan ludahnya susah payah.

"Gin-"

"GUE BILANG PERGI YA PERGI" teriakkan Gina menggema disetiap penjuru kamarnya. Tara melangkah mundur menatap Gina sendu. Perlahan manik mata itu berair membendung sebuah air mata yang ingin menerobos keluar.

"Sebaiknya kamu pulang dulu, mungkin Gina masih terlalu syok" ucap Oma yang sudah berdiri disampingnya. Entah sejak kapan Oma ada disitu Tara tak tahu.

Hari pertama Tara pulang membawa rasa kecewa. Tetapi ia tidak menyerah begitu saja, ia kembali dihari kedua berharap Gina mau berbicara dengannya. Namun-

"Ngapain lo kesini lagi?" suara itu menyambut kedatangan Tara. Tara memudarkan senyumnya, ia menatap Gina memohon namun Gina justru memalingkan pandangannya.

"Gina, kam-"

"PERGI" lagi-lagi Gina mengusirnya. Tara menatap Gina yang terduduk disisi ranjang dengan tatapan kecewa, "sampai kapan kamu marah sama aku Gina?" batin Tara berkata lirih.

Hari kedua Tara kembali pulang membawa rasa kecewa. Tetapi ia tidak akan menyerah, ia akan terus berusaha sampai Gina mau berbicara dengannya. Dihari ketiga Tara kembali kerumah Gina namun lagi dan lagi Gina menyusirnya.

Hari keempat, hari kelima, dan hari keenam Gina masih terus mengusirnya. Kian hari keadaan Gina kian memburuk. Tubuhnya beringsut menjadi kurus, keadaannya terlihat begitu kacau. Oma Raya bilang Gina tak mau makan sama sekali, segelas air putih pun mungkin dua hari baru habis. Oma semakin dibuat khawatir dengan keadaan cucunya sedangkan Tara ia tak bisa berbuat lebih, Gina benar-benar menolak bertemu dengannya. Semoga dihari ketujuh ini Tara berhasil.

Tara menarik napasnya dalam berdoa dalam hati sebelum memasuki kamar Gina.

Hening

Gina masih tertidur pulas diatas ranjang. Tara tersenyum lebar dan menghampiri Gina yang masih tertidur. Wajah Gina terlihat begitu pucat, rambutnya begitu kusut dan kantung matanya terlihat begitu hitam.

Perlahan Tara duduk disis ranjang dan membelai rambut Gina lembut, kali ini tidak ada senyum juga tidak ada air mata diwajah cantik itu. Hanya sebuah aura ketenangan lah yang terpancar.

Tara terus menatap wajah pucat Gina berharap gadisnya ini segera bangun dan melihatnya ada disana, Namun Gina tak kunjung membuka matanya juga. Perlahan Tara meraih tangan Gina yang kurus dan menempelkannya dipipinya.

Yang namanya kebahagiaan tidaklah selalu ada, sesekali pasti ada titik dimana kita merasa jika tuhan tak adil kepada kita.

Kebahagiaan itu singkat sesingkat detik yang berjalan, dan kehidupan juga begitu singkat sesingkat detik menuju menit. Berbeda dengan kesedihan yang terasa begitu lama seperti halnya menit menuju jam.

Tara harap kesedihan yang Gina rasakan bisa lebih singkat dari detik yang berjalan agar ia bisa kembali tersenyum menyapa dunia yang fana ini.

Detik ke menit dan menit ke jam terus berjalan, dan Gina belum menunjukkan tanda-tanda jika ia akan segera bangun. Tara mulai lelah dan mengantuk. Perlahan ia manarik kursi dan mulai menyandarkan tubuhnya ketembok untuk mengistirahatkan pikirannya sejenak.

My Bride (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang