19

201 24 11
                                    

"Oma Gina mau jalan-jalan ketaman boleh ya??" ucap Gina meminta izin pada Omanya. Oma Raya tersenyum menatap Gina dan Tara bergantian.

"Iya, hati-hati" jawab Oma. Gina tersenyum senang mendengarnya, begitu juga dengan Tara.

Tara mulai mendorong kursi roda yang Gina duduki keluar rumah. "Gina, sebenarnya kita mau kemana sih???" Tanya Tara belum tau kemana tujuan Gina saat ini.

"Ke makam Opa" jawab Gina. Tara menghentikan langkahnya.

"Enggak kita pulang aja"

"Tarr,, please gue kangen banget sama Opa" mohon Gina memegang tangan kanan Tara. Tara menghembuskan napasnya berat.

"Tapi kamu janji ya sama aku, nggak boleh nangis lagi" Gina menganggukkan kepala setuju.

Perlahan kursi roda itu memasuki pemakaman yang sepi. Gina semakin melebarkan senyumnya menatap setangkai bunga mawar ditangannya. Akhirnya setelah seminggu lebih Gina dapat mengunjungi makam Opanya.

Kursi roda itu berhenti didepan gundukan tanah yang masih baru namun bunga-bunga diatasnya sudah kering dan banyak yang tertiup angin. Tara berjongkok didepan gundukan tanah itu, menatap nisan bertuliskan Sinyo disana.

Gina berusaha untuk bangkit dari kursi rodanya untuk memeluk nisan itu tetapi Tara menahannya, "kamu nggak usah turun" peringat Tara. Raut wajah Gina berubah kecewa.

"Gue, gue mau peluk Opa Tar. Gue kangen banget sama Opa. Kenapa Opa harus pergi secepat ini Tar?? Cuma Opa satu-satunya orang yang selalu tau apa yang gue rasain" suara Gina terdengar lirih. Manik matanya berkaca-kaca membendung air.

"Kan masih ada aku disini" ucap Tara. Air mata itu mulai menerobos keluar mengotori wajah cantik Gina. Lagi dan lagi Tara merasa sakit melihat Gina menangis.

"Kenapa sih semua yang gue anggap berharga selalu aja pergi. Dulu mama sama papa sekarang Opa terus nanti siapa?? Hiks hiks hiks" Gina terisak. Tara menangkup kedua pipi Gina dan menatapnya.

"Kamu nggak boleh ngomong gitu" tegur Tara menghapus jejak air mata dikedua pipi Gina.

"Emang kenyataannya gitu kok. Gue kehilangan keluarga gue, dan sekarang gue harus kehilangan Opa. Satu-satunya keluarga yang masih ada cuma Oma Tar, cuma Oma" lirih Gina mengucapkan isi hatinya. Tara tertegum, ia tau apa yang Gina rasakan saat ini tetapi itu semua sudah kehendak Tuhan kita tak boleh menyalahkan kehendaknya.

"Keluarga lo lengkap kan Tar? Orang tua lo masih kan?? Tapi kenapa gue enggak hiks hiks hiks. Apa seberdosa itu gue sampai semua orang yang gue anggap berharga harus pergi hah??" tanya Gina meratapi takdir yang digariskan untuknya.

"Kamu nggak boleh ngomong kaya gitu. Setiap orang dikasih cobaan sendiri-sendiri sesuai batas kemampuannya. Bisa aja orang yang terlihat baik baik aja ternyata punya rasa sakit yang nggak dia perlihatkan keorang lain ya kan?" jelas Tara. Gina menggelengkan kepalanya tak setuju.

"Tuhan tuh nggak adil sama gue Tar. Kenapa mesti keluarga hah?? Kenapa hiks hiks hiks" Gina kembali terisak. Kali ini Tara bangkit dari duduknya dan membiarkan Gina menangis didalam dekapannya.

Kita tak pernah tau seperti apa perasaan orang. Walau terkadang kita melihat takdir orang tidaklah sesakit takdir kita, tetapi mungkin bagi mereka itu sudah cukup sakit untuknya.

Kita tidak perlu tahu bagaimana perasaan orang lain karena kita ditakdirkan mempuyai perasaan sendiri-sendiri. Cukup diam, dengarkan, dan hargai sebagai bukti jika kita mempuyai hati nurani.

"Kenapa sih Tar gue dikasih ujian seberat ini? Hati gue nggak sekuat itu buat nampung semuanya" keluh Gina merasakan hatinya yang tak berhenti tersakiti.

My Bride (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang