keputusan Anne🍂

801 87 15
                                    

Annesha

Kembali lagi ke kampus, aku merasa senang karna bisa bebas dari rumah, aku di STAN mengambil jurusan Akutansi karna dulu aku juga SMA mengambil jurusan IPS, setelah memarkirkan mobil aku masuk ke dalam gedung dan berjalan sendirian.

"Annesha", pamggil seseorang.

"Hey Zulya", ternyata itu temanku.

"Haha bisa ketemu lagi kita".

"Iyanih, ayo kita ke kelas aja".

Saat aku berjalan menuju kelas hpku bergetar tapi bukan telepon itu adalah pesan saat aku membukanya ternyata itu Alevan aku menyimpan ponselku kembali lalu membalas chatnya saat aku sudah duduk di bangku kelas, ya walaupun dia chat tidak penting entah kenapa aku merasa senang sekali, belum kami ngobrol panjang dosennya sudah datang dan aku langsung menyudahinya lalu menyimpan hpku di tas.

Sepulang kuliah aku dan Zulya mampir ke cafe dekat situ, aku berbincang-bincang dengan dia sambil menunggu kakaknya Zulya menjemput.

"Oiya lu jadi pindah serius?", tanya Zulya.

"Hmm, iya Zul gw juga udah mulai daftar-daftar di univ sana, dan alhamdulillah juga uang gw udah terkumpul", jawab ku.

"Ya gw cuma bisa doainlu semoga sukses di sana, dan gw bakal kangen sama lu Anne".

"Thank loh Zul, BTW apa yang bakal lu kangenin dari gw?", tanyaku.

"Lo itu anaknya baik banget sumpah, baru kenal aja lu udah ramah banget", jawab Zulya.

"Masa sih, haha terharu gw jadinya", aku langsung tertawa mendengar itu.

Tin tin

"Emm sebentar", Zulya melambaikan tangannya kepada seseorang di mobil Sedan hitam itu.

"Udah di jemput kan lo yaudah gw pulang ya", aku langsung berdiri diikuti oleh Zulya.

"Ya dah sampai ketemu besok".

"Byee", aku melambaikan tangan ke Zulya dan dibalas olehnya.

Aku kembali memasuki mobilku dan melajukannya menuju jakarta setelah 30 menit perjalanan akhirnya aku sampai di gerbang utama komplek, saat security membuka palangnya aku langsung masuk. Sesampainya di rumah aku turun dan membuka gerbang, nampak sepi mungkin sedang pergi dia. Aku masuk lagi ke mobil dan memasukan ke dalam garasi.

"Anne udah pulang", aku tidak menyadari ada papa di ruang tamu.

"Iya pah", jawabku singkat dan langsung ke atas.

"Hufhh capek".

Aku membuka balkon dan keluar aku melongok ke arah kamar Alevan yang pintu balkonnya terbuka dan dia sedang tertidur pulas di kasurnya, aku lompat ke balkonnya dan masuk ke kamarnya. Aku menghampiri dia dan iseng memencet hidungnya. Dia nampak susah bernapas tapi malas bangun.

"Ahh, sapa si, kak Aleo diem apa lu".

Aku tertawa kecil.

Alevan membuka matanya perlahan dan dia napak terkejut saat melihatku.

"Astagfirullah".

"Haladzim".

"Iseng ya", Alevan yang kesal.

"Hahaha".

"Katanya pulang sore?", tanya Alevan.

"Sekarang udah sore bebs", jawabku.

"Masa?", Alevan tidak percaya dan langsung membuka hpnya.

"Anjayy iya jam empat".

"Huuu".

Lalu Alevan pergi ke depan kaca mengecas hpnya aku naik ke atas tempat tidurnya dan duduk di sana.

"Aku mau cerita".

"Cerita apa?", tanya Alevan.

"Aku mau pindah kuliah di luar negeri", jawabku.

Alevan terkejut dan langsung berbalik dan menghampiriku.

"Mau ngapain udah bagus di Stan". Alevan yang duduk juga di kasur lalu menghadapku.

"Aku mau jauh dari papa dan mama tiriku aku mau mandiri Ale".

"Tapi jangan kaya gitu Anne lu mau jauh dari mama papa lu tapi lu harus mikir ada orang yang sayang banget sama lu dan gamau lu pergi Anne".

"Gak ada Alevan, gak ada yang sayang sama aku, siapa coba yang sayang sama aku, gak ada".

"Lu harus percaya ada orang yang sangat sayang banget sama lu".

"Siapaa?".

"Guaa Anne". Teriak Alevan.

Aku terdiam dan menatap Alevan.

"Gw sayang banget sama lu Anne, melebihi apapun".

Aku meneteskan air mataku.

"Gw awalnya kasian sama lu karna kehidupanlu, gw tau lu setiap malem nangis, tapi lama-kelamaan gw jadi sayang sama lu dan gamau biarin lu nangis".

"Jadi kamu sayang aku atas dasar kasian".

"Bukan, gitu Anne lu itu sahabat gw, gw gamau kehilangan sahabat lagi Anne, ge gamau", Alevan yang menunduk lalu meneteskan air matanya.

"Yaudah jangan nangis", aku yang langsung memeluknya dan kami sama-sama menangis.

"Pliss jangan pergi".

Aku terdiam dan pikiranku langsung berantakan yang terngiang di telingaku hanya kata-kata Alevan bahwa dia sangat menyayangiku.

"Aku gatau Alevan".

Alevan melepaskan pelukanku lalu dia mencium pipiku, keningku, dan pipiku lagi dan dia menyatukan keningnya ke keningku sambil menangkup kedua pipiku.

"Jangan pergi pliss".

"Aku akan tetep pergi".

"Anne...".

"Alee aku akan tetep pergi tapi nanti saat aku udah selesai D1".

"Semoga keputusan kamu berubah".

"Aku udah pasti".

"Annee", rengek Alevan dan dia kembali duduk seperti biasa.

"Aku akan pindah".

"Gw ikut".

"Jangan".

"Gw ikut Anne".

"Jangan Ale...".

"Yaudahlah lu emang gasayang sama gw", Alevan yang bangkit dari duduknya dan berdiri di Balkon.

"Bukan gituuu, Alevaan", panggilku ke dia tapi Ale tidak peduli.

Aku menghampirinya dan mencoba membujuknya tapi dia malah mengelak dengan wajah cemberutnya aku gemas tapi kasian melihat matanya yang sembab akibat ulahku. Aku liat dia meteskan air matanya lagi dan air mataku juga ikut menetes, aku menghapusnya dengan tanganku tapi dia masih tetap terdiam.

"Lu pulang aja sana gw mau sendiri".

"Alevan".

"Anne pliss gw gamau marah sama lu perasaan gw campur aduk, daripada gw marah sama lu mending lu pulang".

"Baiklah", akhirnya aku mengalah dam Alevan masuk ke dalam kamarnya lalu menutup pintu Balkonya.

"Maafin aku Alevan tapi emang ini kemauanku dan gak akan bisa aku rubah lagi", ujarku dalam hati.

-oo0oo-

Votee

Maaf kalo typo

Makasih yang udah Baca dan Vote

AleAnne (Completed✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang