"Anne", panggil gw ke Anne yang ada di taman depan rumahnya, Ya ingatan gw sudah kembali ingat, gw bahagia banget rasanya, semalam setelah gw liat foto kebersamaan kami gw langsung ingat semuanya, gw sangat bersyukur.
"Apa kakak?", tanya Anne.
"Kakak?", tanya gw bingung.
"Iya aku kan Annelies", ujar Annesha.
"Lu Annesha bukan Annelies", ujar gw.
"Kamu udah inget Alevan?", tanya Annesha senang.
"Gw tanya kok lu bisa-bisanya mengaku dirilu sebagai Annelies?", tanya gw.
"Ya kamu sendiri pas pertama Amnesia, manggil aku sebagai Annelies, awalnya aku ragu, tapi ini demi kebaikan kamu", ujar Annesha.
Entah kenapa gw kesel karna Annesha menyebut dirinya Annelies, ya gw emang Amnesia dan mengingat Annesha sebagai Annelies, tapi dia gak seharusnua begitu, dia harusnya bilang dari awal kalau dia itu Annesha bukan Annelies, gw bener-bener gak terima.
"Gw gasuka dibohongin", ujar gw dan gw langsung pergi begitu aja membiarkan Annesha yangs sedang diam terpaku.
~
Keajaiban benar-benar terjadi ingatan Alevan kembali tapi anehnya, dia malah kesal denganku karna dia merasa terbohongi, aku bingung harus berbicara apa, yang bisa aku lalukan hanya terdiam.
Aku kembali ke atas menuju kamarku, dilihatlah Alevan yang sedang terduduk di balkon wajahnya masih terlihat kesal, aku mencoba tersenyum ke arahnya tapi dia malah membuang muka lalu kembali masuk ke dalam kamarnya.
Rasanya di diamkan oleh sahabat sendiri padahal kita tidak tau salah kita di mana itu sangat menyakitkan, harapanku setelah Ale sembuh dari Amnesianya hubungan kita akan kembali seperti dulu.
Ternyata tidak...hanya karna aku berbohong kepadanya selama ini. Aku berperan sebagai Annelies selama ini juga demi kebaikannya, tapi peran Annelies hanya membawa hubungan persahabatan kami ke tahap yang tidak pernah aku bayangkan.
Tok
Tok"Anne", panggil papa dari luar.
"Ya", jawabku lalu membuka pintu kamarku.
"Papah mau bicara sama kamu", ujar papah.
"Ya pah".
Hari yang aku harap tidak terjadi akhirnya tetap terjadi, papah keluar dari kantornya dan lebih memilih mengurus usaha mebel kakekku di Yogya, walau berat tapi aku tetap menerima apa yang jadi keputusan papah. Lagipula hubunganku dan Alevan juga sedang tidak baik, dari pada membuatku tambah sedih lebih baik aku menenangkan diri di Yogya.
Kami akan pergi besok, aku sudah mulai membereskan barang-barangku, 2 koper sudah siap, di bawah papah sedang berkomunikasi dengan pembeli rumah ini, separuh barang-barang kami sudah di bawa duluan ke Yogya.
"Besok siap-siap ya, kita jam 10 berangkat", ujar papah.
"Iya pah", ujarku lalu papah pergi.
~
Seperti biasa gw bantuin mamah untuk cabutin rumbut di halaman depan, karna masih kesal jadi gw cabut tuh rumput dengan emosi, gw bangkit dari jongkok gw lalu dari jauh gw liat rumah Anne ada mobil yang sedang mengangkut barang-barang kecil.
Gw tetep positif thinking aja, mungkin itu barang-barang yang mau di jual, gw kembali lanjut mencabuti rumput, samar-samar gw mendengar papah Anne bicara dengan seseorang.
"Uangnya saya akan transfer, dan benar ya pak rumah ini akan dikosongkan besok", ujar seseorang.
"Iya pak tenang, lagipula saya dan anak saya akan pergi ke Yogyanya besok kok", ujar papah Anne.
"Yogya?, Anne mau pindah lagi", ujar gw terkejut.
Gw terdiam sejenak, apa ini gara-gara gw, tapi ya gamungkin, kalau Anne marah sama gw, dia pasti akan bilang, gw yakin nanti malem saat gw ngomong sama Anne pasti dia akan ikutin kata-kata gw dan gajadi pergi ke Yogya.
"Alevaaan...makan dulu yuk", ujar mamah dari dalam.
"Iya mah sebentar", ujar gw lalu mencuci tangan gw dan masuk ke dalam.
Malam harinya gw menghampiri Anne yang sedang melamun dengan air mata yang membanjiri wajahnya. Gw dan Anne saling berhadapan tapi di batasi oleh pagar Balkon.
"Lu mau ke Yogya lagi?", tanya gw.
"Iya", jawab Anne.
"Jangan ya", ujar gw.
"Ini udah keputusan papah, dan lagipula aku gamau terus kaya gini, kamu marah sama aku karna aku mengaku sebagai Annelies, sementara aku melakukan itu karna aku gamau buat kamu sedih dan aku juga mau kamu bahagia", ujar Annesha.
"Ya tapi gak seharusnya lu jadi Annelies, dia sama lu beda..., dia bisa ngertiin gw sementara lu...".
"Jadi, selama ini semua yang aku lakukan buat kamu itu sia-sia, perhatian aku untuk kamu hanya sia-sia, Alevaan...kamu hebat, karna satu kesalahan kamu bikin hubungan persahabatan kita goyah, dan kamu juga udah buat aku sakit hati Alevan".
"Yaudah kalo lu gamau sakit hati, lebih baik kita akhirin ini semua, dan kita hidup masing-masing", ujar gw asal karna gw beneran gatau harus ngomong apa.
"Makasih atas semuanya, dan aku harap kamu akan menyesal dengan ini", ujar Anne lalu kembali masuk ke dalam kamarnya.
"Gw gak nyesel Anne gak akan".
~
Pagi harinya aku sudah siap, aku mulai memasukan koperku ke dalam mobil, aku melihat ke arah rumah Alevan, nampaknya sangat sepi, namun aku lihat pintu tiba-tiba terbuka menampilkan kak Anisa sambil membawa kantung sampah dari dalam. Aku pun menghampirinya untuk berpamitan.
"Kak Anisa", panggilku.
"Ehh Anne, ada apa?", tanya Kak Anisa.
"Kak, aku mau pamit karna hari ini aku akan kembali ke Yogya dan gatau aku akan kembali ke sini atau tidak", ujarku.
"Yaampun Anne kok mendadaknya si?", tanya kak Anisa dan aku lihat matanya berkaca-kaca.
"Kakak jangan sedih, mungkin suatu saat kita akan ketemu lagi", ujarku.
"Tapi ini mendadak banget Anne", ujar kak Anisa.
"Maaf kak, oiya mamah ada?", tanyaku.
Di dalam aku berpamitan dengan keluarga Alevan, tapi aku tidak melihat Alevan sama sekali, tapi baguslah aku tidak mau mengeluarkan air mataku hanya untuk sahabat seperti dia, setelah berpamitan aku kembali ke luar di antar mama dan kak Anisa, saat aku menoleh ke arah Balkon kamar Alevan, ternyata dia ada di sana, dia sedang memperhatikanku dari jauh, kami sama-sama meneteskan air mata kami, ada dorongan hatiku untuk mengucapkan selamat tinggal kepadanya, tapi tidak bisa aku tidak mau karna dia sudah mengecewakanku.
"Maaf Alevan, aku pergi", ujarku dalam hati lalu aku masuk ke dalam mobil yang di dalamnya papa sudah menungguku, aku melambaikan tanganku ke mama dan kak Anisa lalu mobilku melaju pergi.
-oo0oo-
Votee
Maaf kalo typo
Makasih yang udah baca, vote, komen