Hari di mana aku harus rela pergi, hari di mana aku akan berpisah dengan sahabatku, hari di mana aku harus meninggalkan tanah air tempat kelahiranku, rasanya sulit untuk ini semua, tapi apadaya ini sudah pilihanku dan hariku sudah mantap untuk melakukannya.
Aku mengambil koper di atas lemari, memasukan beberapa bajuku dan lainnya, dan tidak lupa memasukan bingkai foto yang di dalamnya ada foto aku dan Alevan, aku memandanginya dan mengelusnya, air mataku kembali menetes.
"Aku akan merindukanmu Alevan", ujarku.
"Ciee nangis", ujar Alevan yang tiba-tiba datang.
"Apasi engga", ujarku.
"Ipisyi inggi".
"Kamu nangis kali", ujarku.
"Engga kok, nii, engga kan", ujar dia sambil menunjukan matanya.
"Mending bantuin aku deh daripada iseng", ujarku.
"Boleh", ujar dia.
Alevan membantuku merapikan semua barang-barangku, dan selesai sekarang aku akan mengganti pakaianku lalu aku pergi ke kamar mandi. Lagi-lagi aku menangis air mataku mudah sekali turun...aah kesalnya.
Selesai berganti pakaian aku mencuci wajahku yang penuh dengan keringat ini.
"Okey glowing", ujarku langsung keluar.
Saat aku keluar aku melihat Alevan sedang tiduran di kasurku, aku mencabut hpku dari casannya lalu ikutan duduk di pinggir kasur, aku iseng mengambil aib Alevan buat kenang-kenangan saat di London, dia yang sadar sedang di foto langsung bergaya.
"Anne...", panggil Alevan.
"Hmm", sahutku.
"Kita masih bisa chatan kan?", tanya Alevan.
"Bisa kok kenapa?", tanyaku.
"Ya gak kirain kamu bakal ganti nomer atau apa gitu".
"Engga lah Alevan kalo aku ganti nomer bagaimana aku bisa kabarin papah".
"Hmm oke deh".
Semua sudah siap aku langsung keluar dan pamit kepada para pembantuku dan mama tiriku terlihat wajah senang mama tiriku saat aku ingin pergi hufhh... untung saja aku lama di sana dan semoga saat aku pulang dia sudah berubah menjadi lebih baik.
Aku keluar dari rumahku menaruh koperku di bagasi mobil Ale yang sudah terparkir di depan pagar rumahnya, lalu aku masuk ke dalam rumahnya untuk pamitan kepada keluarga Alevan. Di dalam sudah ada mama, papa kak Anisa dan kak Aleo. Saat mama melihatku dia langsung memelukku.
"Sukses ya sayang di sana, mama akan nunggu kamu di sini". Aku langsung terharu mendengar ucapan mama Alevan.
"Iya mah", aku hanya bisa menjawab itu.
Lalu aku berpamitan dengan yang lainnya, sebelum itu aku menyempatkan foto bersama dengan mereka kata Alevan buat kenang-kenangan, kalo mereka lagi kangen aku, haha aku jadi tersanjung.
"Anne berangkat ya Assalamualaikum".
"Waalaikum salam", jawab mereka.
"Loh Alevan kamu gak bawa koper?", tanya papa Alevan ke dia.
"Ngapain?", tanya Alevan lagi.
"Bukannya kamu ikut sama Anne ke london?", tanya papa Alevan lagi.
"Engga papa Ale cuma nganterin sampe bandara", jawab Ale.
"Owh kirain ikut, padahal papa udah seneng gak ada kamu di rumah", ledek papa Alevan ke dia yang membuat kami semua tertawa.
Setelah itu kamipun melanjutkan perjalanan menuju bandara, suana hening menyelimuti perjalanan yang lumayan jauh ini, karna bosan akhirnya Alevan menyalakan musik lalu kami bernyanyi bersama.
"Tahun-tahun kedepan gw harus fokus kuliah biar bisa ketemu sama lu di london", Alevan yang memecahkan keheningan.
"Harus lulus S1 ya, banggain mama sama papa".
"Iya lah Anne ngapain gw kuliah kalo gak ngejar S1 kalo bisa sampe S3".
"Nah bagus itu baru sahabat aku".
"Hmmm iya".
Sesampainya di Bandara kami langsung turun, setelah itu aku menaruh koperku untuk di cek, selesai...aku dan Alevan langsung duduk di kursi yang tersedia karna sekarang baru jam sepuluh pagi sedangkan pesawat berangkat jam 11.
Aku bersender di bahu Alevan sedangkan tangan kirinya asik main hp dan tangan kanannya digunakan untuk memegang tanganku, sosweet banget dia mah beneran hehe.
"Ngantuk dah... kamu elus-elus tangan aku".
"Yaudah tidur".
"Engga ah nanti telat".
"Hmm yadah".
10.40 WIB
"Alevan aku mau berangkat". Aku bangkit dari dudukku.
"Baru jam segini".
"Dua puluh menit lagi".
"Masih lama".
"Alevaan".
Alevan langsung memelukku dan menangis.
"Tuh kan nangis", aku yang melihat Alevan menangis jadi ikut menangis.
"Anne gw sayang sama loo, jangan pergi", Alevan tambah menangis kejar.
"Cup, cup, cup udah katanya gamau nangis".
"Tapi gw gabisa nahan air mata gw".
Kami berdua sama-sama menangis rasanya tidak ingin pisah tapi gimana ini sudah keinginanku, maaf kan aku Alevan maaf kan aku. Kami berpelukan cukup lama sampai tak terasa sudah jam 10.50 sepuluh menit lagi pesawatku akan berangkat dan sudah terdengar pemberitahuan.
"Alevan aku mau pergi", aku berusaha berbicara agar Alevan melepas pelukannya dan akhirnya dia melepas pelukannya lalu menatapku dan mencium keningku lalu pipiku.
"Hati-hati, jaga diri jangan sakit, makan jangan lupa, sholat juga, banyakin ngaji jangan main hp aja, okeee".
"Iya Alevan kamu juga ya, oke aku pergi", aku langsung berbalik badan tapi Alevan mencekal tanganku refleks aku menoleh. Dia kembali meneteskan air matanya aku hanya bisa memeri dia isyarat agar tidak menangis lalu dia melepas tangaku dan membiarkan aku pergi.
"Byee Anne miss you".
"Miss you too". Aku pun pergi dan meninggalkan Alevan sendiri.
-oo0oo-
Voteee
Maaf kalo typo
Makasih yang udah baca+vote+komen
